Klarifikasi Australia Terkait Proyek AUKUS ke ASEAN
Font: Ukuran: - +
Foto: ilustrasi
DIALEKSIS.COM | Dunia - Australia buka suara terkait proyek AUKUS dengan Inggris dan Amerika Serikat (AS). Rencananya, ketiga negara akan bekerja sama membuat kapal selam bertenaga nuklir.
"Untuk inisiatif pertama di bawah kemitraan AUKUS, Australia akan membangun armada kapal selam bertenaga nuklir, memanfaatkan keahlian dari Amerika Serikat dan Inggris," tutur Duta Besar Australia untuk ASEAN Will Nankervis dalam pernyataan persnya.
"Australia tidak sedang dan tidak akan mencari senjata semacam itu. Kami juga tidak berusaha membangun kemampuan nuklir sipil," terang
Tak hanya itu, Nankervis juga membantah proyek AUKUS sebagai bentuk aliansi atau pakta pertahanan. Ia menjelaskan bahwa proyek ini dilakukan untuk membagi teknologi dan kemampuan antar tiga negara ini.
"Kami akan membentuk kemitraan keamanan yang ditingkatkan antara Australia, Inggris, dan Amerika Serikat - AUKUS - yang akan memungkinkan kami untuk berbagi teknologi dan kemampuan dengan lebih baik. Ini bukan aliansi atau pakta pertahanan."
Pada 15 September, Presiden AS Joe Biden, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, dan PM Australia Scott Morrison menyepakati kemitraan AUKUS di antara ketiga negara.
Sejumlah pejabat mengatakan kemitraan baru AS, Inggris, Australia ini akan melibatkan kerja sama pengembangan kecerdasan buatan (AI) dan teknologi kuantum.
Proyek AUKUS sendiri mendapat penolakan dari berbagai pihak, salah satunya Prancis. Prancis geram lantaran Australia membatalkan kerja sama kapal selam dengan negaranya sebelum kesepakatan AUKUS tercapai. Prancis mengaku tak diberi informasi mengenai kesepakatan AUKUS tersebut.
"Ini benar-benar menusuk dari belakang. Kami telah menjalin hubungan kepercayaan dengan Australia, kepercayaan ini telah dikhianati," ujar Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Yves Le Drian kepada radio France Info, dikutip AFP, Kamis (16/9).
Menteri Pertahanan Prancis, Florence Parly, menyebut tindakan Australia sebagai berita yang sangat buruk. Namun, ia juga mengaku, pemerintah berhati-hati menyoal AS memperlakukan sekutunya.
"Dalam hal geopolitik dan hubungan internasional, ini serius" katanya.
Selain Prancis, China juga geram akan hal tersebut. Mereka menyebut kesepakatan itu sebagai ancaman yang sangat tidak bertanggung jawab terhadap stabilitas regional.
"(Pakta) itu sangat merusak perdamaian dan stabilitas regional, dan mengintensifkan perlombaan senjata," tutur Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, saat konferensi pers [cnnindonesia.com].