kip lhok
Beranda / Berita / Dunia / Kecemasan Tetangga Naga di Laut Cina Selatan

Kecemasan Tetangga Naga di Laut Cina Selatan

Rabu, 29 Agustus 2018 21:34 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Beijing - Kondisi Laut Cina Selatan seperti menyimpan gunung api yang membara.Sebuah titik grafitasi dunia sejak kebangkitan ekonomi Cina. Di sana pusaran ekonomi global, pusat ekologi terumbu karang yang besar di mana ikan bertelur, namun terancam rusak akibat proyek pulau buatan, pembangunan infrastruktur militer yang potensial tercemar oleh nuklir, serta pusat sengketa antara negara-negara kecil dan Cina.   

Vietnam  khawatir dengan  peredaran globe di Ukraina yang menunjukkan  bahwa provinsi Quang Ninh di Vietnam sebagai wilayah China. Sebuah perusahaan Ukraina yang menjual globe tersebut memperolehnya dari pedagang Cina di Kharkov, kota terbesar kedua di Ukraina. Hal ini mendorong Kedubes Vietnam melayangkan surat protes ke Kemenlu Ukraina. Penjualan itu pun segera dihentikan. 

Kepulauan Paracel yang diklaim milik Vietnam  itu telah direbut Cina dalam perang 1974.  Hal ini memicu ketegangan antara kedua negara. 

Isu ini dipresentasikan oleh Carlyle Thayer, seorang ahli di Asia Tenggara dan profesor emeritus di Universitas Australia di New South Wales. 

Bagi Taiwan, menurut Penjaga pantainya, bahwa latihan militer yang digelar Cina setiap tahun, khususnya di pulau Taiping,tidak membahayakan bagi lalu lintas laut dikawasan pulau Spratly.Bahkan ada pemberitahuan ke negara-negara sekitar tentang agenda rutin pelatihan militer Cina di situ. 

Pulau Taiping, yang merupakan bagian dari kepulauan Spratly, adalah sangat diperebutkan di antara Cina, Filipina dan Vietnam. Juru bicara kementerian luar negeri Vietnam, Nguyen Phuong Tra mengatakan secara tegas bahwa negaranya menentang latihan militer itu, karena melanggar kedaulatan Vietnam.  

Beda halnya dengan  keprihatinan  Filipina yang fokus pada dampak nuklir yang digunakan Cina untuk pemenuhan listrik di kepulauan tersebut. Hal ini sudah diperingatkan oleh Pentagon. Apalagi Cina menggunakan pembangkit listrik tenaga nuklir mengambang. 

Kekhawatiran Filipina justru disampaikan oleh Jubir Kepresidenan AS, Harry Roque bahwa Manila "khawatir tentang masuknya setiap dan semua senjata nuklir ke wilayah Filipina karena konstitusi kami menetapkan bahwa kami adalah zona bebas nuklir." Padahal Asean sudah bersepakat untuk menetapkan "seluruh kawasan sebagai zona bebas nuklir." Belum lagi kemungkinan Cina mengerahkan senjata nuklir di Laut Cina Selatan. 

Lain lagi dengan Malaysia pasca kemenangan Mahathir yang memutuskan untuk menangguhkan proyek pembangunan proyek bernilai miliaran dolar yang dibiayai dari pinjaman ke Cina. Proyek raksasa yang ditangguhkan Mahathir, antara lain, pembangunan rel kereta api senilai $ 20 miliar dan dua jaringan pipa energi senilai $ 2,3 miliar. 

Hal ini akan memancing Cina untuk bertindak reaksioner terhadap Malaysia karena melemahkan cengkeraman Cina atas perekonomian Asean. Mahathir dinilai memiliki kebijakan politik yang tegas terhadap Cina daripada pendahulunya, Najib Razak. 


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda