Beranda / Berita / Dunia / Jejak Relasi RI & Israel Miliki Hubungan Erat, Ini Buktinya

Jejak Relasi RI & Israel Miliki Hubungan Erat, Ini Buktinya

Kamis, 24 Desember 2020 15:30 WIB

Font: Ukuran: - +

(AP Photo / Maya Alleruzzo, Pool)


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Baru-baru ini muncul kabar negosiasi normalisasi hubungan Israel dan Indonesia, yang disponsori Amerika Serikat (AS). Miliaran dana dijanjikan sebagai pemanis oleh AS buat Indonesia. Namun, selama ini Israel dan Indonesia nyatanya sudah dekat, dari sisi perdagangan.

Kabar normalisasi tersebut muncul pertama kali dari sumber diplomat Israel sebagaimana diberitakan oleh Times of Israel dari Channel 12 pada Minggu (13/12/2020) kemarin. Kabar selanjutnya secara eksplisit menyebutkan janji miliaran dolar AS yang bisa dinikmati pemerintah jika normalisasi dilakukan.

Bloomberg melaporkan bahwa Presiden AS Donald Trump mengiming-imingi pembiayaan tambahan berbunga lunak jika pemerintahan Jokowi melunak dan mau bergabung dengan empat negara mayoritas Muslim di jazirah Arab dan Afrika yang telah lebih dulu menormalisasi hubungan.

Media itu mengutip Kepala Eksekutif US-International Development Finance Corporation (Korporasi Keuangan Pembangunan Internasional-AS/ DFC) Adam Boehler. Dalam wawancara di Hotel King David Yerusalem, Senin (21/12/2020), dia mengatakan bisa melipatgandakan portofolio US$ 1 miliar, jika Indonesia melakukan normalisasi alias menerima kedaulatan Israel.


Namun, juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan pihaknya tak pernah berhubungan dengan Israel. Pemerintah Indonesia, sejauh ini, masih berpegang teguh bahwa tak ada pengakuan kedaulatan Israel jika tak ada pengakuan kedaulatan Palestina.

"Ada dua hal yang bisa disampaikan di sini. Satu, Kemlu tidak pernah berhubungan dengan Israel. Kedua, dalam menjalankan Politik Luar Negeri, Kemlu terhadap Palestina konsisten sesuai amanah konstitusi," kata Teuku, pada Senin (14/12/2020).

Pada masa Presiden Jokowi, wacana normalisasi dikemukakan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sejak 2016. Ia melihat "banyak kesempatan kerja sama bilateral" dan mengatakan bahwa alasan yang menghambat hubungan ini kedua negara sudah tidak relevan.

Namun, karena syarat mengenai kemerdekaan Palestina belum terwujud, Indonesia menolak tawaran tersebut dan membuka Konsul Kehormatan (Konhor) pertama Indonesia di Palestina, Maha Abu-Shusheh.

Otoritas Israel melarang rombongan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi memasuki wilayah Palestina untuk melakukan pelantikan, sehingga pelantikan dipindah ke Kota Amman, Yordania. Pada 2017, Indonesia membalas dengan melarang pesawat Israel yang membawa Netanyahu memasuki wilayah Indonesia ketika melawat ke Australia.

Pada 2018, Israel membalas dengan melarang warga negara Indonesia masuk Israel baik untuk keperluan ziarah maupun wisata. Aturan tersebut berlaku sampai sekarang.

Meski sikap politik Indonesia terhadap Israel tegas dengan menolak hubungan diplomatik--selama Palestina masih terjajah dan warga pengungsinya tidak mendapatkan hak kembali ke kampung halamannya, lain halnya dengan hubungan dagang.

Nilai perdagangan kedua negara mencapai US$ 146 juta (Rp 2,1 triliun) pada 2019, dengan "kemenangan" di pihak Indonesia yang mencetak surplus sebesar US$ 95,3 juta. Jika dihitung dari 2015, maka nilai perdagangan kedua negara sebenarnya melemah 7,7%.


Namun demikian, sepanjang 10 bulan pertama tahun ini nilai perdagangan Indonesia-Israel justru melesat, sebesar 51,4%, menjadi US$ 174,1 juta. Dari angka tersebut, ekspor mendominasi dengan nilai US$ 120 juta. Sayangnya, nilai surplus mengempis 9% menjadi hanya US$ 66 juta.

Dari sisi perdagangan Indonesia mengekspor kurang lebih 59 kelompok produk ke Israel mulai dari komoditas pertanian, peternakan, pertambangan hingga barang-barang hasil industri manufaktur seperti mesin.

Minyak dan lemak nabati dan hewani tercatat paling tinggi nilai ekspornya senilai US$ 27,5 juta, disusul cokelat senilai US$ 13,1 juta. Pangsa ekspor kedua produk tersebut mencapai sepertiga dari total ekspor RI ke Israel.

Dari sisi impor, ada 45 kategori produk yang dibeli Indonesia dari Israel tahun lalu. Nilai impor Indonesia dari Israel pada 2019 mencapai US$ 25,27 juta, yang mayoritas adalah barang-barang industri seperti mesin hingga alat-alat elektronik.

Dus, dengan ataupun tanpa normalisasi Indonesia memiliki hubungan simbiosis mutualisme dengan Israel dalam bidang perekonomian. Hal ini sah-sah saja karena Indonesia memang tidak dalam status perang dengan Israel, yang otomatis menghentikan hubungan perdagangan.

Sebaliknya, jika hubungan dagang kedua negara dihentikan karena alasan politis dan diplomatis, maka Indonesia yang rugi karena berpeluang kehilangan devisa hasil ekspor yang besarannya lumayan, yakni senilai US$ 65 juta atau nyaris mencapai Rp 1 triliun.

Maka, yang terjadi adalah ironi tatkala Presiden Joko Widodo dalam forum Organisasi Konferensi Islam (OKI) 2016 menyerukan boikot produk Israel. Seruan tersebut sampai sekarang berakhir sebagai retorika kosong karena Indonesia faktanya terus berdagang dengan Israel dan membeli produk mereka, bahkan untuk kurma [cnbcindonesia].

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda