kip lhok
Beranda / Berita / Dunia / Istana Presiden Sudan Diklaim Dikuasai Paramiliter Sudan RSF

Istana Presiden Sudan Diklaim Dikuasai Paramiliter Sudan RSF

Minggu, 16 April 2023 11:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Foto: Reuters/Umit Bektas


DIALEKSIS.COM | Dunia - Paramiliter Sudan, Rapid Support Forces (RSF) mengklaim telah menguasai istana kepresidenan, kediaman panglima militer, dan bandara internasional Khartoum pada Sabtu, 15 April 2023. Bentrokan meletus dengan tentara saat terjadi upaya kudeta ini. Milisi RSF juga mengatakan mereka telah merebut bandara di kota utara Merowe dan di El-Obeid di barat.

Tentara Sudan mengatakan, angkatan udaranya sedang melakukan operasi melawan RSF. Cuplikan dari penyiar, seperti dilansir Reuters, menunjukkan sebuah pesawat militer di langit di atas Khartoum.

Tembakan terdengar di beberapa bagian Khartoum dan saksi mata melaporkan penembakan di kota-kota yang berdekatan. Reuters menyebut meriam dan kendaraan lapis baja dikerahkan di jalan-jalan, dan mendengar tembakan senjata berat di dekat markas tentara dan RSF. 

Dokter mengatakan bentrokan telah terjadi di lingkungan perumahan dan warga sipil terluka.

Tentara menyebut RSF telah mencoba menyerang pasukannya di beberapa posisi setelah saksi melaporkan tembakan senjata berat di beberapa bagian negara itu. Langkah ini menimbulkan kekhawatiran akan konflik besar-besaran.

RSF mengatakan pasukannya diserang terlebih dahulu oleh tentara. Para analis memperkirakan paramiliter ini berkekuatan 100.000 orang. Sebelumnya, RSF mengatakan tentara telah mengepung salah satu pangkalannya dan melepaskan tembakan dengan senjata berat.

Konfrontasi yang berkepanjangan antara RSF dan tentara dapat secara signifikan memperburuk situasi keamanan di seluruh negara. Sudah sudah menghadapi kehancuran ekonomi dan gejolak kekerasan suku.

Partai politik sipil yang telah menandatangani perjanjian pembagian kekuasaan awal dengan tentara dan RSF meminta mereka untuk menghentikan permusuhan. Secara terpisah, kedutaan Rusia dan AS juga menyerukan diakhirinya kekerasan.

Permusuhan itu terjadi setelah berhari-hari ketegangan antara tentara dan RSF, yang dapat merusak upaya jangka panjang untuk mengembalikan Sudan ke pemerintahan sipil setelah perebutan kekuasaan dan kudeta militer.

RSF dipimpin oleh mantan pemimpin milisi Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, lebih dikenal sebagai Hemedti. Kelompok Hemedti pernah menjadi salah satu pemimpin milisi yang paling ditakuti di Darfur.

Hemedti telah menempatkan dirinya di garis depan transisi terencana menuju demokrasi, dengan meresahkan sesama penguasa militer dan memicu mobilisasi pasukan di ibu kota Khartoum.

Keretakan antara pasukan muncul ke permukaan pada Kamis, ketika tentara mengatakan bahwa gerakan baru-baru ini, khususnya di Merowe, oleh RSF adalah ilegal.

RSF mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa tindakan pimpinan angkatan bersenjata dan "beberapa perwira" adalah serangan terhadap pasukannya dan dimaksudkan untuk menciptakan ketidakstabilan.

Pada Sabtu terjadi baku tembak di Merowe, kata saksi mata kepada Reuters. RSF pada Sabtu menyebut tindakan tentara sebagai "serangan brutal" yang harus dikutuk. RSF disebut telah memberi tahu mediator lokal dan internasional tentang perkembangan tersebut.

RSF mulai mengerahkan kembali unit-unit di Khartoum dan di tempat lain di tengah pembicaraan bulan lalu ihwal integrasinya ke dalam militer di bawah rencana transisi yang akan mengarah pada pemilihan baru. yang bersama dengan tentara menggulingkan otokrat Omar al-Bashir yang telah lama berkuasa pada 2019

Hemedti telah menjadi wakil pemimpin Dewan Kedaulatan yang berkuasa yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah al-Burhan sejak 2019. [Reuters/tempo]

Keyword:


Editor :
Redaksi

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda