Beranda / Berita / Dunia / Indonesia Dinilai Perlu Amankan Pasokan Kobalt dari Agresivitas China

Indonesia Dinilai Perlu Amankan Pasokan Kobalt dari Agresivitas China

Kamis, 30 Mei 2024 23:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Ilustrasi mineral kobalt. Foto: industriall-union.org


DIALEKSIS.COM | Nasional - Indonesia dinilai perlu waspada dalam mengamankan cadangan kobalt di dalam negeri. Selain itu, negara juga disarankan untuk memacu pengembangan smelter komoditas tersebut guna mendapatkan nilai tambah. Hal ini disampaikan di tengah agresivitas China dalam memborong pasokan kobalt di dunia demi mengamankan stok dalam negeri mereka.

Demikian disampaikan Ekonom Universitas Indonesia, Iwa Garniwa. Menurut Iwa, ambisi China mengamankan pasokan kobalt turut dipicu anjloknya harga komoditas logam biru tersebut ke level terendah sejak 2019. "China memiliki strategi yang tepat untuk membeli kobalt saat harga bertengger pada level rendah," ujar dia kepada Tempo, Kamis (30/5/2024).

Dengan demikian, pada saat harga tinggi, China bisa menguasai pasar bahan dasar dan sekaligus juga produk, kata Iwa. Hal tersebut tentu akan berdampak pada harga pasar kobalt dunia dan Indonesia.

Oleh karena itu, Iwa menilai Indonesia harus memiliki strategi dalam mengelola tambang kobalt. Selain itu, Indonesia juga harus memainkan peran secara cerdas untuk turut menikmati langkah agresif China itu. "Betul (Indonesia harus mengamankan pasokan) dan mengembangkan smelter untuk mendapatkan nilai tambah dari tambang ini," ucapnya.

Berdasarkan laporan Cobalt Institute berjudul Cobalt Market Report 2023, Indonesia dinilai mampu memperkuat perannya sebagai produsen kobalt terbesar kedua di dunia setelah Republik Demokratik Kongo. Pasokan kobalt yang ditambang di Indonesia berkontribusi sebesar 7 persen di dunia pada 2023. Sementara itu, Kongo menyumbang hingga 76 persen.

Kendati demikian, Iwa mengaku tidak bisa memproyeksikan kenaikan harga kobalt akibat strategi pembelian massal oleh China. Pasalnya, hal itu tergantung juga konsumsi dunia akan kobalt dan strategi masing-masing negara. "Harga murah adalah momentum China untuk menguasai tambang ini dan sekaligus mencoba mengatur harganya serta menarik keuntungan sebesar-besarnya dari fluktuasi harga," tutur Iwa.

Keyword:


Editor :
Redaksi

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda