DIALEKSIS.COM | Gaza - Perwakilan Hamas di Mesir menerima usulan terbaru mengenai gencatan senjata di Jalur Gaza selama 60 hari. Usulan itu juga mencakup permintaan pelepasan sandera dalam dua tahap.
"Usulan berisi persetujuan kerangka kerja untuk memulai negosiasi atas gencatan senjata permanen," kata seorang sumber Hamas yang enggan disebutkan namanya, dikutip AFP.
Meski begitu, Hamas tidak serta-merta menerima tawaran tersebut. Rencananya, mereka akan menggelar konsultasi internal bersama para pemimpin faksi lain di Palestina. "Hamas akan membahasnya di antara para pemimpin," ujar sumber tersebut.
Situasi di Gaza kian memburuk. Sejak 2023 hingga Jumat (15/8), serangan militer Israel telah menewaskan lebih dari 62 ribu orang.
Israel sempat memaksa warga Palestina direlokasi ke wilayah selatan Gaza dengan alasan operasi militer. Namun, Hamas menolak gagasan itu. Mereka menilai relokasi hanya “penipuan terang-terangan” untuk menutupi “kejahatan brutal yang akan dilakukan pasukan penjajah.”
Di tengah agresi militer ke Gaza, pemerintah Israel juga menghadapi tekanan di dalam negeri. Ribuan warga turun ke jalan menuntut penghentian perang.
Pada Minggu (18/8), para demonstran memblokade jalan utama antara Yerusalem dan Tel Aviv. Mereka juga mendesak agar pemerintah segera membebaskan para sandera.
"Hari ini, semua berhenti untuk mengingat nilai paling tinggi: kesucian hidup," kata Anat Angrest, ibu dari salah seorang sandera, Matan Angrest, dikutip Reuters.
Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak seruan penghentian perang. Ia menegaskan bahwa tujuan utama tetap menghancurkan Hamas.
"Mereka yang hari ini menyuarakan penghentian perang tanpa mengalahkan Hamas bukan hanya menguntungkan posisi Hamas dan menunda pelepasan sandera. Mereka juga memastikan kengerian 7 Oktober akan terulang lagi dan lagi," kata Netanyahu.