kip lhok
Beranda / Berita / Dunia / Dua Miliar Penduduk Dunia Hidup Dalam Kemiskinan

Dua Miliar Penduduk Dunia Hidup Dalam Kemiskinan

Senin, 20 Agustus 2018 19:23 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM I Ankara - Laporan Bantuan Kemanusiaan Global 2018 mengungkapkan bahwa sebanyak dua miliar orang di dunia hidup dalam kemiskinan, sementara 753 juta lainnya menghadapi kemiskinan ekstrem dan berjuang keras untuk bertahan hidup. 

Situasi di mana orang-orang menderita kelaparan, kekeringan, bentrokan, dan bencana alam kembali disoroti selama Hari Kemanusiaan Dunia - yang diperingati tiap tahun pada 19 Agustus - untuk membantu orang-orang yang terkena dampak krisis di seluruh dunia.

Menurut laporan tersebut, sepanjang tahun 2017, setidaknya 201 juta orang di 134 negara membutuhkan bantuan kemanusiaan untuk dapat bertahan hidup. Laporan itu menyebutkan bahwa 20,7 juta orang di Yaman tengah membutuhkan bantuan kemanusiaan, diikuti oleh 13,7 juta penduduk Suriah yang dikepung perang sipil, dan 12,8 juta pengungsi Suriah di Turki. 

Selain itu, Afghanistan, Somalia, Kenya, Haiti, Malawi, Kolombia, Sudan, Chad, Ethiopia, Irak, Nigeria, Republik Demokratik Kongo, Sudan Selatan, Palestina, Mozambik, Madagaskar, Libya, Angola, Bangladesh, Sri Lanka, Nepal, Myanmar, Mali, Ukraina, Kamerun, Lebanon, Pakistan, Burundi, Yordania, Republik Afrika Tengah, Uganda, Niger, dan Zimbabwe juga termasuk dalam daftar.

Ethiopia, Niger, Pakistan, Somalia, Sudan Selatan, dan Sudan menghadapi tiga macam krisis, yaitu konflik, bencana alam, dan pemindahan paksa.

Per harinya, dua miliar penduduk miskin menghasilkan 3,2 USD. Sementara itu, 753 juta orang yang miskin akut, berpenghasilan kurang dari 1,9 USD per hari.

Di dalam laporan tersebut juga diungkapkan bahwa jumlah orang yang dipaksa pindah di seluruh dunia mencapai 68,5 juta pada tahun 2017.

Bantuan untuk Suriah

Di dalam laporan global tersebut juga menyebutkan bahwa 60 persen bantuan disalurkan ke 10 negara pada 2017. Suriah, sebagai penerima terbesar, menerima 14 persen, dan Yaman menerima delapan persen. Lebih lanjut, Suriah menjadi penerima bantuan kemanusiaan terbesar selama lima tahun berturut-turut. 

Untuk pertama kalinya, Yunani dan Turki juga termasuk dalam 10 negara penerima bantuan kemanusiaan terbesar karena migran ilegal. Turki dipilih migran ilegal sebagai rute utama penyeberangan ke Eropa, khususnya sejak perang Suriah meletus pada 2011.  

Turki pendonor bantuan terbesar

Pada tahun 2017, Turki menyalurkan bantuan kemanusiaan senilai 8,07 miliar USD, dan menjadikannya sebagai pendonor bantuan terbesar.

Amerika Serikat juga menyalurkan 6,68 miliar USD untuk bantuan kemanusiaan, sementara Jerman mendonasikan 2,99 miliar USD, dan Inggris 2,52 miliar USD.

Turki disebut sebagai 'negara paling dermawan' karena telah mengalokasikan 0,85 persen pendapatan nasionalnya untuk bantuan kemanusiaan sepanjang tahun lalu.

Menurut Laporan Bantuan Kemanusiaan Global 2018, bantuan dari Turki adalah sepertiga dari total bantuan kemanusiaan global 2017. Laporan itu menekankan bahwa Turki menampung 3,5 juta penduduk Suriah, lebih banyak dari negara lain. 

Turki menolong seluruh dunia

Turki terus berupaya memberi bantuan kepada semua orang yang membutuhkan, baik di dalam negeri maupun di seluruh dunia. Selain itu, Turki adalah satu-satunya negara yang mendirikan kamp-kamp pengungsi di Irak. 

Otoritas Manajemen Bencana dan Darurat Turki (AFAD) telah membangun tiga kamp untuk orang-orang Ezidis dan Turkmen yang melarikan diri dari serangan Daesh.

Dengan 61 kantor di 59 negara, Badan Koordinasi dan Kerja Sama Turki (TIKA) menjangkau daerah-daerah yang menderita krisis di seluruh dunia dengan menyalurkan bantuan kemanusiaan.

Pada Mei 2016, Turki menjadi tuan rumah KTT Kemanusiaan Dunia di Istanbul untuk pertama kalinya dalam sejarah. Turki juga menyokong Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA). 

Februari tahun ini, Turki mendonasikan 5 juta USD ke UNRWA, kemudian memberikan dana tambahan 10 juta USD pada 31 Mei, sehingga UNRWA mampu mengatasi kesulitan dana. 

Keyword:


Editor :
Sadam

riset-JSI
Komentar Anda