kip lhok
Beranda / Berita / Dunia / Drama Perebutan Tahta di Arab Saudi, Dialami Serupa di Kerjaaan Yordania

Drama Perebutan Tahta di Arab Saudi, Dialami Serupa di Kerjaaan Yordania

Minggu, 04 Desember 2022 12:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Raja Yordania Abdullah II. [Foto: AFP/KHALIL MAZRAAWI]


DIALEKSIS.COM | Dunia - Selain kerajaan Arab Saudi yang dipenuhi intrik perebutan takhta di era Mohammed bin Salman (MbS), kerajaan Yordania juga diselimuti drama keluarga serupa. 

Eks Putra Mahkota, Hamzah bin Hussein, pernah berselisih dengan Raja Abdullah II yang berkuasa sejak 1999. Pangeran Hamzah adalah saudara tiri Raja Abdullah II dan anak tertua dari mendiang Raja Hussein dengan istri keempatnya, Ratu Noor.

Setelah naik tahta, Raja Abdullah II mengangkat Hamzah sebagai putra mahkota sesuai dengan keinginan ayah mereka, demikian dikutip Washington Institute.

Hamzah memiliki citra saleh, sederhana, dan dekat dengan suku-suku di Yordania. Dia juga merupakan anak kesayangan Raja Hussein. Lima tahun usai Hamzah menjadi putra mahkota, Raja Abdullah II mencabut gelar itu, demi mengangkat putra sulungnya, Pangeran Hussein bin Abdullah, sebagai pewaris takhta.

Pada saat itu, Pangeran Hamzah tak secara terbuka menolak keputusan tersebut. Namun, sejak turun takhta, Pangeran Hamzah kerap melontarkan kritik terhadap kerajaan terutama ketidakpuasannya soal ekonomi negara.

Mulanya, para pejabat pemerintah dan kerajaan meremehkan tindakan Pangeran Hamzah. Namun, pandangan mereka mulai berubah setelah Pangeran Hamzah merilis dua video pada 3 April 2021, satu berbahasa Arab dan satu lagi berbahasa inggris.

Dalam rekaman itu, Hamzah mengatakan kepala Staf umum Yordania membatasi pergerakan dan komunikasi dia. Media pun melaporkan Pangeran Hamzah sedang berstatus tahanan rumah.

Ia juga mengkritik praktik korupsi dan pemerintahan yang buruk selama 15 hingga dua puluh tahun terakhir yang dipimpin oleh Raja Abdullah II. 

Menanggapi pesan itu, pemerintah bersikap keras terhadap Hamzah. Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi, bahkan menuduh dia melakukan "kegiatan yang menargetkan keamanan dan stabilitas negara".

Untuk menghindari konflik langsung dan mengotori citra monarki, Raja Abdullah II menawarkan rekonsiliasi alternatif dalam tradisi sulha Baduy. Raja kemudian mempercayakan pamannya, Pangeran Hassan, untuk menangani diskusi tersebut.

Langkah itu, menghasilkan pertemuan para pangeran senior di rumah Hassan. Ketika itu, Hamzah menandatangani surat sumpah setia kepada Abdullah dan putra mahkota Hussein saat ini.

"Saya akan tetap setia pada warisan leluhur saya, berjalan di jalan mereka, setia pada mereka dan Yang Mulia," kata Hamzah dalam surat itu pada 2021 lalu, seperti dikutip AFP.

Ia kemudian berujar, "Saya akan selalu siap membantu dan mendukung Yang Mulia Raja dan Putra Mahkota." [cnnindonesia]

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda