Donald Trump Umumkan Bakal Cabut Sudan Daftar Negara Pro-Teroris
Font: Ukuran: - +
PHOTO BY MANDEL NGAN/AFP/GETTY IMAGES
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada Senin (19/10) mengumumkan bakal mencabut Sudan dari daftar hitam negara yang mendukung kegiatan teroris. Trump menulis di Twitter bahwa Sudan setuju membayar US$335 juta atau sekitar Rp4,9 triliun sebagai bentuk penyesalan kepada para korban pemboman Kedutaan Besar AS di Tanzania dan Kenya pada 1998.
"Kabar bagus! Pemerintah baru Sudan, yang sedang membuat kemajuan besar, setuju membayar $335 JUTA kepada korban teror AS dan keluarganya. Saya akan mencabut Sudan dari daftar Sponsor Terorisme Negara. Akhirnya, KEADILAN untuk orang Amerika dan langkah BESAR untuk Sudan!," cuitnya di Twitter, seperti dilansir CNN, Selasa (20/10).
Pengumuman itu datang beberapa bulan setelah AS dan Sudan mencapai kesepakatan penyelesaian bilateral. Kicauan itu menjadi kabar baik bagi para pejabat Sudan dan keluarga korban dari pemboman itu. Trump juga mendesak Kongres untuk mengesahkan undang-undang sehingga kompensasi itu dapat dicairkan.
Selain itu, pemerintahan Trump juga mendorong pemerintah transisi di Sudan yang dipimpin oleh Perdana Menteri Abdalla Hamdok untuk melakukan normalisasi hubungan dengan Israel. Langkah itu akan memberikan kemenangan dalam kebijakan luar negeri bagi Trump hanya beberapa pekan sebelum pemilihan umum AS.
Selama negosiasi dengan AS, Hamdok berkeras bahwa penghapusan negaranya dari daftar teroris tidak akan dikaitkan dengan normalisasi karena Sudan telah mematuhi semua kriteria untuk penghapusannya.
Menantu Trump, Jared Kushner, dan tim negosiator internasional dari Gedung Putih dan Kementerian Luar Negeri AS menjadi perantara kesepakatan normalisasi Israel dengan sejumlah negara termasuk Sudan, Oman, dan Maroko.
Selama kunjungan Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, ke Khartoum pada akhir Agustus, Pompeo dan Hamdok membahas pencabutan sebutan terorisme. Namun, Hamdok tampaknya menampik potensi untuk menormalisasi hubungan dengan Israel.
Dia mengatakan pemerintah transisi tidak memiliki kewenangan untuk mengejar perubahan tersebut.
Kemenlu AS menolak mengomentari pengumuman Trump meski pun diplomat tertinggi AS di Khartoum, Brian Shukan, memberikan ucapan selamat kepada pemerintah Sudan dan rakyatnya atas kabar tersebut.
"Ini akan menjadi langkah penting dalam memajukan hubungan AS-Sudan dan kami berharap akan membuka jalan bagi keterlibatan baru oleh komunitas internasional," cuit Shukan pada Senin di Twitter.
Hamdok juga menulis di Twitter terkait kabar penghapusan Sudan dari daftar hitam tersebut.
"Kami sangat menantikan pemberitahuan resmi Anda kepada Kongres yang membatalkan penunjukan Sudan sebagai negara-sponsor terorisme, yang terlalu banyak merugikan Sudan," cuitnya.
"Cuitan ini dan pemberitahuan itu adalah dukungan terkuat untuk transisi Sudan menuju demokrasi dan untuk rakyat Sudan. Karena itulah kami menyingkirkan warisan terberat dari rezim Sudan sebelumnya yang sudah mati, saya harus menegaskan kembali bahwa kami adalah orang-orang yang cinta damai dan tidak pernah mendukung terorisme," tambah Hamdok.
Sudan terdaftar sebagai negara sponsor terorisme sejak 1993. Selain itu, Iran, Korea Utara, dan Suriah juga masuk dalam daftar tersebut. Akibatnya, Sudan menghadapi serangkaian pembatasan termasuk larangan ekspor dan penjualan alat pertahanan, dan pembatasan bantuan luar negeri AS.
Pemimpin Sudan, Omar al-Bashir digulingkan dalam kudeta militer pada April 2019 setelah berkuasa selama tiga dasawarsa.
Pada 1998, lebih dari 200 orang tewas dan ribuan lainnya luka-luka ketika pengeboman kembar Al-Qaeda mengguncang Kedutaan Besar AS di Nairobi, Kenya, dan Dar es Salaam, Tanzania. Sudan di bawah kepemimpinan al-Bashir melindungi Osama bin Laden dan ditemukan membantu operasi al-Qaeda [cnnindonesia].