Divonis Mati, Eks Perdana Menteri Pakistan Sebut Hukumannya Bernuansa Balas Dendam
Font: Ukuran: - +
Mantan Perdana Menteri Pakistan, Pervez Musharraf. (AP Photo/Anjum Naveed)
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Mantan Panglima Angkatan Bersenjata sekaligus eks Perdana Menteri Pakistan, Pervez Musharraf, menanggapi vonis mati atas tuduhan makar yang dijatuhkan hakim pada Selasa lalu. Dia menyatakan putusan itu kental dengan nuansa balas dendam.
"Kasus ini diangkat dan diusut karena dendam pribadi sejumlah orang kepada saya," kata Musharraf dalam rekaman video yang dilansir stafnya, seperti dikutip AFP, Kamis (19/12).
Dalam video itu, Musharraf terlihat terbaring di ranjang rumah sakit dan tidak lancar berbicara. Dia saat ini dilaporkan berada di Dubai untuk berobat dan dalam keadaan sakit.
Mantan jenderal itu tidak merinci langkah apa yang bakal dia dan tim kuasa hukumnya ambil terkait vonis itu.
Putusan mati itu dijatuhkan kepada Musharraf karena menangguhkan konstitusi dan menerapkan aturan darurat pada 2007. Kebijakan itu dianggap sebagai pelanggaran pada 2014.
Musharraf menjadi mantan Panglima Angkatan Bersenjata Pakistan yang pertama dipidana dengan dakwaan makar dan dijatuhi hukuman mati. Selama Pakistan berdiri, militer selalu terlibat dalam konflik politik dan berkuasa hampir setengah dari usia negara itu yang sudah mencapai 72 tahun.
Musharraf berkuasa pada 2001 hingga 2008 setelah terlibat dalam kudeta terhadap PM Nawaz Sharif pada 1999. Ia kemudian memutuskan mundur sembilan tahun kemudian sebelum dimakzulkan.
Musharraf diduga terlibat sejumlah kasus pembunuhan. Mulai dari mantan PM Pakistan Benazir Bhutto pada 2007, pemimpin pemberontak Balluchistan Akbar Bugti pada 2006, dan pemecatan hakim secara ilegal pada 2007.
Musharraf mengeluhkan sakit yang dideritanya membuat ia tidak bisa menempuh perjalanan panjang untuk menghadapi hukuman yang dijatuhkan pengadilan. Kuasa hukum Musharraf pun mengajukan petisi yang meminta pemerintah Pakistan menghentikan sidang vonis pada 28 November lalu.
Pengadilan pun memerintahkan Mushraff untuk membuat rekaman pembelaan di hadapan Pengadilan Tinggi Islamabad.
Pakistan dan Uni Emirat Arab tidak memiliki perjanjian ekstradisi sehingga otoritas UEA kemungkinan tidak akan menangkap Musharraf atas kasus yang membelitnya. (Im/CNNIndonesia)