Banjir dan Kebakaran Hutan: Dinamika Cuaca Ekstrem yang Melanda California
Font: Ukuran: - +
Sebuah gedung terbakar selama Kebakaran Palisades di kawasan Pacific Palisades, Los Angeles barat, California, Selasa (7/1/2025). Foto: detik
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Dalam beberapa tahun terakhir, bencana banjir dan kebakaran hutan terus menjadi momok bagi California, Amerika Serikat. Hujan deras yang sempat melanda wilayah ini pada musim dingin 2024 beralih menjadi kekeringan ekstrem, memperparah risiko kebakaran hutan yang meluas. Apa sebenarnya penyebab siklus bencana ini terus berulang?
Kurang dari setahun lalu, hujan deras membanjiri California Selatan. Dimulai pada Desember 2023, intensitas hujan mencapai puncaknya pada Februari 2024. Badai mematikan ini mengakibatkan ratusan tanah longsor, mobil-mobil hanyut di jalan raya, dan kerusakan besar lainnya. Namun, tak lama berselang, cuaca berbalik drastis.
California Selatan kini didera kekeringan parah, dipicu musim panas terpanas yang pernah tercatat, ditambah musim hujan yang paling kering. Vegetasi yang tumbuh subur akibat hujan sebelumnya berubah menjadi bahan bakar alami bagi kebakaran hutan.
Kondisi ini diperburuk oleh badai angin Santa Ana yang kuat, dengan kecepatan hingga 160 km/jam. Angin ini meniupkan api dari satu rumah ke rumah lainnya, membuat kebakaran sulit dikendalikan. Menurut Daniel Swain, ilmuwan iklim dari University of California, Los Angeles, intensitas kebakaran ini tak terlepas dari pola cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi akibat perubahan iklim.
"Jika hujan musim dingin datang lebih awal atau lebih signifikan, kita tidak akan melihat tingkat kehancuran seperti ini," ujar Swain.
Iklim Mediterania California yang secara alami ekstrem kini diperparah oleh dampak perubahan iklim. Studi terbaru di jurnal Nature mengungkapkan bahwa fenomena transisi cepat dari kondisi basah ke kering, atau "Badai Santa Ana," semakin sering terjadi seiring dengan pemanasan global akibat polusi bahan bakar fosil.
Serangkaian badai musim dingin sebelumnya telah menggandakan pertumbuhan vegetasi di wilayah ini. Ketika musim panas tiba, vegetasi yang melimpah tersebut mengering dan menjadi pemicu kebakaran.
"Vegetasi ini menjadi bahan bakar sempurna bagi kebakaran hutan yang didorong oleh badai angin," tambah Swain.