Alasan Pemilu Malaysia Mentok hingga Tak Hasilkan Perdana Menteri Baru
Font: Ukuran: - +
Gambar ilustrasi Pemilu Malaysia. [Foto: AP/JohnShen Lee]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Pemilihan umum Malaysia akhir pekan lalu belum menghasilkan pemerintahan baru. Raja sampai-sampai turun tangan meminta koalisi menyetor nama calon perdana menteri paling lambat besok, Selasa (22/11/2022).
Pemilu Malaysia buntu setelah tak ada partai politik atau koalisi yang mencapai ambang batas perolehan kursi parlemen.
Menurut konstitusi Malaysia, untuk membentuk kabinet, partai atau koalisi perlu 112 dari total 222 kursi. Pemegang suara terbanyak ini yang berhak memberikan nama calon PM kepada raja Malaysia.
Dalam pemilu kali ini, Koalisi Pakatan Harapan (PH) pimpinan Anwar Ibrahim memenangkan suara terbanyak dengan 82 kursi.
Sementara itu, aliansi Muhyiddin Yassin, Perikatan Nasional, meraih 73 kursi. Namun kemudian, ia mengklaim dapat dukungan dua blok politik yang lebih kecil dari Sabah dan Sarawak, sehari usai pemilu.
Dengan demikian, kursi yang diperoleh aliansi Muhyiddin sebanyak 101 kursi. Namun, ini masih belum mencapai ambang batas, demikian dilaporkan Reuters.
Di tengah kebuntuan itu, Raja Malaysia Al Sultan Abdullah Ri'ayatuddin Al Mustafa Billah awalnya memerintahkan pemimpin parpol dan koalisi untuk menyerahkan nama calon PM pada hari ini.
Namun ketika masih belum ada koalisi yang terbentuk hingga Senin siang, raja akhirnya memperpanjang penyerahan nama calon PM hingga besok.
"Perintah agar proses bagi ketua-ketua partai politik menyampaikan koalisi pascapemilu ke-15 untuk pembentukan pemerintah baru dan pencalonan bakal PM Malaysia ke-10 diperpanjang hingga pukul 14.00 besok," demikian pernyataan resmi Istana Malaysia di Facebook.
Anwar dan Muhyiddin pun kembali bergerilya mengumpulkan dukungan demi mencapai koalisi dan mayoritas di parlemen.
Beberapa media melaporkan koalisi Anwar bertemu dengan petinggi koalisi Barisan Nasional (BN) di sebuah hotel pada Senin pagi. Ahmad Zahid Hamidi selaku ketua koalisi BN juga turut hadir dalam pertemuan itu.
Di sisi lain, Muhyiddin memepet salah satu partai terbesar di koalisi BN, yakni partai Organisasi Nasional Bersatu (UMNO). Muhyiddin sendiri sempat memimpin UMNO beberapa tahun lalu.
Anggota dewan tertinggi UMNO, Jalaludin Alias, pun mengutarakan koalisi BN harus membentuk pemerintah tanpa koalisi PH.
Dalam pernyataan resmi, ia mendukung Muhyiddin menjadi PM. Ia beralasan, PN mendapat banyak suara di pemilu baru-baru ini.
"Masalah ini harus menjadi tanggung jawab bersama anggota Dewan Rakyat dari BN,PN, Partai Pejuang Tanah Air, GPS [Gabungan Partai Serawak], Gabugan Rakyat Sabat [GRS], Independen, dan yang lain," kata Jalaludin, seperti dikutip MalayMail.
Jalaludin juga mengungkapkan alasan menolak PH. Menurutnya, kinerja PH buruk selama 22 bulan koalisi itu berkuasa sejak 2018.
Lebih lanjut, ia menerangkan rakyat dan negara harus tetap sejahtera. Menjadikan PN mitra, menurutnya, adalah pilihan yang tepat guna merealisasikan visi itu.
Namun, pemimpin koalisi BN yang menaungi UMNO, Ahmad Zahid Hamidi, sejak awal sudah menegaskan agar anggotanya tak melakukan negosiasi tanpa izin.(CNN Indonesia)