kip lhok
Beranda / Berita / Dunia / Aktivis Myanmar Desak Junta Militer Bebaskan Tahanan

Aktivis Myanmar Desak Junta Militer Bebaskan Tahanan

Kamis, 22 April 2021 23:50 WIB

Font: Ukuran: - +

Demonstrasi anti-kudeta militer Myanmar. (Foto: AP)


DIALEKSIS.COM | Dunia - Para aktivis anti kudeta militer Myanmar menggelar protes dengan mengenakan baju biru untuk menyerukan pembebasan orang-orang yang ditahan junta militer, Rabu (21/4).

Di hari itu, warga Myanmar ramai-ramai membagikan fotonya di media sosial dengan pakaian birunya dan mengangkat tangan yang tertulis nama orang-orang yang ditangkap junta sejak kudeta.

"Silakan angkat suara Anda dan minta pembebasan semua orang yang ditahan secara tidak adil di bawah pemerintahan junta," kata pemimpin protes Ei Thinzar Maung di Facebook.

Mengutip Reuters, kaus tersebut merupakan penghormatan kepada aktivis pro-demokrasi Win Tin yang meninggal pada 21 April 2014. Ia telah dipenjara militer selama 19 tahun.

Jika dibebaskan, Win Tin berjanji akan mengenakan kemeja biru hingga semua tahanan politik dibebaskan.

Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), mencatat sebanyak 739 orang telah dibunuh dan 3.331 orang ditahan oleh junta militer Myanmar sejak kudeta berlangsung.

Dari jumlah tersebut 20 orang lainnya telah dijatuhi hukuman mati. Anggota parlemen yang digulingkan juga telah membentuk pemerintahan tandingan, Pemerintah Persatuan Nasional (NUG).

Namun, Kementerian Dalam Negeri Mynamar telah menyatakan NUG melanggar hukum. NUG bersikukuh hal tersebut sah di Myanmar. Mereka juga telah meminta pengakuan internasional dan diundang dalam pertemuan khusus ASEAN di Jakarta.

"ASEAN tidak dapat menjadi wadah diskusi mengenai situasi di Myanmar tanpa mendengar dan berbicara dengan Pemerintah Persatuan Nasional," kata Anggota Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia dalam sebuah pernyataan.

Sementara itu, Pemimpin Kudeta Jenderal Min Aung Hlaing telah mengkonfirmasi kehadirannya di Jakarta. Kehadiran Aung Hlaing di Jakarta, dikecam salah satu kelompok hak asasi manusia, Human Rights Watch.

"Min Aung Hlaing, yang menghadapi sanksi internasional atas perannya dalam kekejaman militer dan penumpasan brutal terhadap pengunjuk rasa pro-demokrasi, seharusnya tidak disambut pada pertemuan antar pemerintah untuk mengatasi krisis yang ia ciptakan," kata Direktur Human Rights Watch untuk Asia Brad Adams [cnnindonesia].

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda