Beranda / Berita / Dunia / Akankah Perang Dingin AS-Rusia berlanjut?

Akankah Perang Dingin AS-Rusia berlanjut?

Jum`at, 19 Maret 2021 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM - Rusia resmi memanggil pulang duta besarnya untuk Amerika Serikat, menyusul komentar Presiden AS Joe Biden tentang Presiden Rusia Vladimir Putin. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan, pemanggilan itu dimaksudkan untuk membahas hubungan lebih lanjut Moskow dengan Washington.

Namun, ia tidak menyebutkan pernyataan "pembunuh" atau alasan spesifik lainnya untuk penarikan duta besar tersebut.

"Duta Besar Rusia untuk Amerika Serikat Anatoly Antonov telah dipanggil ke Moskow untuk berkonsultasi guna menganalisis apa yang perlu dilakukan dalam konteks hubungan dengan Amerika Serikat," katanya dikutip USA Today, Rabu (17/3/2021)..

Zakharova mengatakan pemerintahan Biden membuat hubungan AS-Rusia masuk jalan buntu. "Yang paling penting bagi kami adalah mengidentifikasi cara-cara untuk memperbaiki hubungan Rusia-AS, yang telah melalui masa-masa sulit karena Washington, pada kenyataannya, membawanya ke jalan buntu. Kami tertarik untuk mencegah kerusakan yang tidak dapat diubah dalam hubungan, jika Amerika menyadari risiko yang terkait dengan ini," katanya.

Sebelumnya, Presiden Joe Biden mengatakan Putin akan "membayar harga" atas campur tangan Moskow dalam Pemilihan Presiden AS 2020 lalu. Dalam wawancara dengan ABC News, Biden juga ditanya apakah menurutnya Putin adalah pembunuh. "Ya," jawab Biden. Namun, pengganti Donald Trump itu tidak merinci lebih jauh pertanyaan tentang pembunuh itu, Juga tidak menjelaskan biaya apa yang mungkin dikenakan AS pada Rusia atas campur tangannya pada pemilu.

Ketegangan diplomatik terjadi menyusul laporan intelijen AS yang menyimpulkan bahwa Rusia mencoba menyabotase pencalonan Biden dalam Pemilu 2020. Dalamn laporan yang terbit Selasa itu, disebutkan bahwa Putin mengizinkan campur tangan pemilihan, yang berusaha membantu terpilihnya kembali mantan presiden Donald Trump.

“Operasi Putin yang ditujukan untuk mengganggu pencalonan Presiden Biden dan Partai Demokrat, mendukung mantan Presiden Trump, merusak kepercayaan publik dalam proses pemilihan, dan memperburuk perpecahan sosio-politik di AS," laporan itu menyimpulkan.

Gedung putih meremehkan

Menyikapi penarikan kembali Antonov ke Rusia, Gedung Putih tampaknya masih menganggap remeh. Mereka juga menolak berkomentar, apakah AS juga akan membawa pulang duta besarnya dari Moskow.

“Biden tidak akan menahan diri dalam komunikasi langsungnya, juga tidak akan menahan diri secara terbuka," kata Jen Psaki, sekretaris pers Gedung Putih, kepada Reuters, Rabu.

Menurut Psaki, Gedung Putih masih menemukan cara untuk bekerja sama dengan Rusia di bidang-bidang lain, di mana kedua negara memiliki kepentingan bersama, termasuk perpanjangan START baru selama lima tahun.

Psaki mengatakan tidak ada rencana untuk membalas tindakan Rusia itu dengan memanggil kembali John Sullivan, duta besar AS untuk Rusia. “Pekerjaan yang dia dan diplomat AS lainnya di Rusia lakukan setiap hari sangat penting untuk memajukan kepentingan Amerika dan hubungan bilateral kami,” kata dia kepada Financial Times.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan mereka mengetahui keputusan Moskow dan mencatatnya untuk menambahi komentar Biden. "Kami tetap waspada tentang tantangan yang ditimbulkan Rusia, dan bahkan saat kami bekerja dengan Rusia untuk memajukan kepentingan AS, kami juga akan bekerja untuk meminta pertanggungjawaban mereka," kata Jalina Porter, wakil juru bicara utama Departemen Luar Negeri. "Jika menyangkut penarikan kembali dari kami, kami tidak punya komentar tentang itu."

Sanksi ekspor

Pemerintahan Biden baru-baru ini juga telah menjatuhkan sanksi kepada Rusia atas keracunan dan penahanan lanjutan yang dialami pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny. Sanksi diberlakukan sebagai tanggapan atas keracunan pada Maret 2018 terhadap mantan perwira intelijen militer Rusia Sergei Skripal dan putrinya di Salisbury, Inggris, dengan agen saraf tingkat militer. Namun Moskow telah membantah bertanggung jawa dalam kedua kasus tersebut.

Sanksi tersebut adalah langkah pertama dari beberapa langkah yang akan diambil oleh pemerintahan Biden untuk menghadapi agresi Rusia. "Satu-satunya metode (Putin) adalah membunuh orang," kata Navalny. "Dia akan tercatat dalam sejarah sebagai peracun."

Sekarang, seperti dikutip France 24, pemerintah AS mengumumkan bahwa mereka akan memperluas pembatasan ekspor itu. Langkah dan sanksi baru itu akan mulai efektif pada Kamis (18/3/2021). Departemen Perdagangan AS memastikan, mereka akan mencegah ekspor ke Rusia lebih banyak barang yang dikendalikan untuk alasan keamanan nasional, termasuk beberapa teknologi, perangkat lunak dan suku cadang.

“Kami berkomitmen untuk mencegah Rusia mengakses teknologi sensitif AS yang mungkin dialihkan ke aktivitas senjata kimianya yang berbahaya," kata juru bicara Departemen Perdagangan AS, kepada Reuters.

Hubungan dagang

Di tengah perang dingin di bidang politik dan sanksi ekspor yang diberikan kepada Rusia, Perwakilan Perdagangan Amerika Serikat (United States Trade Representative/ USTR) mencatat bahwa Rusia adalah mitra dagang barang terbesar ke-26 untuk AS. Total perdagangan barang kedua negara (dua arah) AS$28 miliar selama 2019. Amerika Serikat memiliki surplus perdagangan jasa sekitar AS$3,4 miliar dengan Rusia pada 2019, naik 6,3 persen dari 2018.

Data USTR, Rusia adalah pasar ekspor barang terbesar ke-40 Amerika Serikat pada tahun 2019. Total ekspor produk pertanian AS ke Rusia mencapai AS$193 juta pada tahun 2019. Sementara ekspor jasa AS ke Rusia diperkirakan senilai AS$ 5,1 miliar pada 2019. Ekspor jasa terbesar dari AS ke Rusia adalah di sektor jasa keuangan, perjalanan, dan kekayaan intelektual (merek dagang).

Dari sisi impor, Rusia adalah pemasok impor barang terbesar ke-20 Amerika Serikat pada tahun 2019. Kategori impor teratas adalah bahan bakar mineral (AS$13 miliar), logam mulia dan batu (platinum) (ASS$ 2,2 miliar), besi dan baja (AS$1,4 miliar), pupuk (AS$963 juta), dan bahan kimia anorganik (AS$763 juta).

Adapun data Census.gov, pada Januari 2021, ekspor AS ke Rusia mencapai AS$390 juta sedangkan impornya sebesar AS$1,965 miliar. Akibatnya, AS masih mengalami defisit perdagangan senilai AS$1,575 miliar.[Lokadata.id]

Keyword:


Editor :
M. Agam Khalilullah

riset-JSI
Komentar Anda