100 Ribu Lebih Warga Hong Kong Berdemo Saat Hujan Lebat dan Tekanan China
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Lebih dari 100.000 warga Hong Kong kembali berdemontrasi pada Minggu (18/08) di tengah hujan lebat dan peringatan keras dari China.
Demonstrasi telah memasuki pekan ke-10 yang sempat diwarnai bentrokan, tetapi pawai akbar pada akhir pekan ini berjalan damai.
Protes semula dipicu kemarahan atas rancangan undang-undang ekstradisi yang sebenarnya telah ditangguhkan tanpa batas waktu.
RUU dikhawatirkan akan menggerus kebebasan-kebebasan khusus yang dinikmati warga Hong Kong selama ini.
Belakangan tuntutan dan keprihatinan masyarakat Hong Kong meluas, termasuk tuntutan reformasi demokrasi dan politik.
Penyelenggara aksi Civil Rights Human Front, hari Minggu (18/8/2019) kemarin, tidak diberi izin untuk mengadakan pawai di jalan-jalan, tetapi mereka diberi izin untuk menyelenggarakan acara tersebut di Victoria Park.
"Kami telah berjuang selama lebih dari dua bulan, tetapi pemerintah sama sekali tidak memberikan tanggapan. Kami bisa turun ke jalan lagi dan turun ke jalan lagi," kata seorang peserta aksi, Wong, kepada BBC di taman yang terkenal itu.
Selain di Victoria Park, massa juga berkumpul di kawasan Admiralty, Causeway Bay dan Wan Chai meskipun polisi melarang mereka menggelar pawai di tempat-tempat itu.
Wartawan BBC Stephen McDonell melaporkan hujan lebat tidak menjadi penghalang bagi warga untuk turut serta dalam aksi. Mereka memadati Victoria Park dan bahkan meluber ke jalan-jalan di semua jurusan.
"Stasiun-stasiun kereta bawah tanah terpaksa ditutup karena dipadati penumpang yang hendak menuju lokasi pawai," imbuhnya, seperti dilansir BBC Indonesia, Minggu (18/8/2019) malam.
Pemerintah China belakangan mengeluarkan pernyataan lebih keras menyusul kekacauan yang timbul di bandar udara Hong Kong pekan lalu.
Apa yang terjadi di Hong Kong, yang merupakan bagian dari China, oleh otorita Beijing disebut sebagai "tingkah laku yang mirip dengan terorisme".
Aksi demo di Victoria Park, Hong Kong, Minggu (18/8/2019). [FOTO: Getty Images]Sinyal Intervensi Beijing'
Itulah pernyataan keras kedua dalam tempo satu pekan yang dikeluarkan oleh China dengan membandingkan aksi protes dengan kegiatan teroris.
Beberapa pengamat mengatakan pengulangan kata-kata seperti itu menunjukkan bahwa China kehilangan kesebaran dengan pemrotes. Peringatan itu sekaligus diyakini sebagai sinyal bahwa semakin besar pula kemungkinan intervensi dari Beijing.
Ribuan polisi bersenjata telah dikirim ke perbatasan antara China dan Hong Kong di Shenzhen.
"Jika situasi di Hong Kong memburuk sampai pada titik yang tidak mampu dikendalikan oleh pemerintah Hong Kong, pemerintah pusat tidak akan tinggal diam," tegas Chen Wen, kuasa usaha Kedutaan Besar China di London kepada BBC Radio 4.
"Kami mempunyai wewenang dan mempunyai cukup solusi untuk mengatasi kekacauan dalam koridor hukum dasar," tambahnya.
Inggris menyerahkan Hong Kong kembali ke China pada 1997 berdasarkan prinsip "satu negara, dua sistem".
Dengan demikian, meskipun menjadi bagian dari China, Hong Kong memiliki "otonomi luas, kecuali terkait kebijakan luar negeri dan pertahanan".
Hong Kong memiliki sistem hukum sendiri, perbatasan, dan berbagai hak termasuk perlindungan kebebasan berkumpul dan berpendapat.(me/BBCIndonesia)