DIALEKSIS.COM | Dialog - Jelang memasuki bulan yang penuh pengaruh bagi Partai Golkar partai berlambang beringin bulan Juni 2025 segera menjadi momentum penting. Pada bulan ini, akan digelar perhelatan sakral untuk memilih Ketua DPD I Golkar Aceh periode 2025 - 2030 melalui Musyawarah Daerah.
Berbagai sudut pandang dan ruang kesempatan diberikan kepada siapa pun untuk menyuarakan pendapatnya, salah satunya melalui dialog bersama Teuku Alfian (Ampon T), Koordinator Forum Beringin Bersama. Sebagai kader senior Golkar Aceh sekaligus pengacara kondang, Ampon T menyampaikan banyak hal menarik kepada masyarakat Aceh terkait dinamika kelembagaan Partai Golkar selama kepemimpinan Drs. H. Teuku Muhammad Nurlif, S.E., Ketua DPD I Golkar Aceh maupun mengulas Musyawarah Daerah.
Simak hasil wawancara eksklusif Dialeksis bersama Teuku Alfian!
Terkait wacana pemberian diskresi yang diperjuangkan oleh T.M. Nurlif agar dapat ikut serta dalam bursa calon Ketua DPD I Partai Golkar Aceh, apa tanggapan Anda sebagai kader partai?
Memperjuangkan diskresi itu sah-sah saja dan manusiawi. Bukankah sudah menjadi kodrat manusia bahwa setiap orang memiliki hasrat dan ambisi?
Namun, kami berharap DPP dapat bersikap lebih cermat dan visioner berpikir strategis dan mengedepankan perbaikan menyeluruh. Jangan mempertaruhkan masa depan partai demi mempertahankan status quo yang justru cenderung merugikan semua pihak.
Ada wacana mengenai rotasi struktural, di mana T.M. Nurlif akan menjabat sebagai Dewan Pertimbangan dan Lukman C.M. menjadi Ketua DPD I Partai Golkar Aceh. Apa pendapat Anda terkait hal ini?
Ini juga merupakan ide yang tergolong wajar dalam konteks kepentingan pragmatis yang sempit dari pihak pengusulnya (jika memang benar demikian). Namun, jika ide ini benar-benar direalisasikan, di mana letak fundamental perubahan secara organisasi?
Apa konsepsi baru yang dapat terbaca, baik secara internal maupun eksternal? Sulit untuk diidentifikasi dan ditemukan, bukan?
Ada keinginan dari kader Forum Beringin Bersama untuk meminta dilakukannya audit. Namun, mengapa tidak menggunakan instrumen partai? Mengapa harus dibuka ke publik?
Audit adalah cara organisasi modern untuk membaca dan menilai dirinya sendiri. Namun, tidak semua pihak mudah menyadari betapa pentingnya melakukan evaluasi terhadap diri dan kinerja organisasinya.
Evaluasi semacam itu idealnya tidak dilakukan oleh diri sendiri, melainkan melalui mekanisme organisasi yang sah. Karena itu, kami meminta DPP sebagai pihak yang memiliki kewenangan lebih tinggi untuk menjalankannya.
Kader-kader yang tergabung dalam Forum Beringin Bersama (FBB) tengah mendorong lahirnya sebuah 'budaya baru' dalam tubuh partai. Padahal, budaya evaluatif ini sejatinya adalah hal yang standar dan wajar dalam kehidupan berorganisasi.
Kami meyakini bahwa seluruh pengurus, kader, dan mayoritas Keluarga Besar Partai Golkar di Aceh termasuk Pimpinan DPD I pada dasarnya setuju dan sepakat dengan langkah ini. Faktanya, belum ada satu pun pihak yang secara terbuka dan argumentatif menolak atau menentang wacana audit tersebut.
Mungkin saja banyak yang masih sungkan untuk menyuarakan pendapatnya. Bisa jadi karena pemahaman yang belum menyeluruh. Tapi dari 'keheningan' yang terasa, kami menangkap sinyal bahwa sebagian besar sebenarnya sepakat dan mendukung."
Apakah membuka kritik tajam terhadap partai sendiri dianggap sebagai tindakan yang merusak citra Partai Golkar?
Tuduhan merusak citra partai rasanya terlalu jauh. Justru yang lebih berpotensi merusak adalah sikap tertutup, penguasaan manajemen partai secara tunggal, serta pola pengambilan keputusan yang top-down yang tanpa disadari sedang membangun fondasi kerusakan dari dalam.
Partai politik adalah salah satu instrumen demokrasi dalam masyarakat politik. Maka, kritik dan perbedaan pendapat adalah sesuatu yang alamiah, bahkan penting. Sikap kritis harus dibudayakan dan dikelola dengan sehat, bukan justru dijadikan sumber masalah.
Organisasi yang beradab dan modern akan fokus pada substansi kritik, dan dengan terbuka mencari akar persoalannya. Bukan malah bersikap sempit, reaktif, atau anti-kritik.
Di sinilah letak perbedaan antara organisasi yang sehat dan modern, dengan sekadar kelompok yang digerakkan oleh kepentingan sesaat. Kita perlu menjaga agar logika dan nalar tetap lurus dan waras. Itu kunci menjaga kualitas demokrasi dalam tubuh partai.
Terkait rencana pelaksanaan Musda ke - 12 Partai Golkar Aceh yang dijadwalkan pada Juni 2025, siapa sosok yang dinilai paling berpotensi maju sebagai calon ketua?
Siapa pun yang tergabung, memahami, dan tidak berjarak dengan Partai Golkar memiliki peluang yang sama untuk maju selama memenuhi syarat dan menunjukkan komitmen kuat untuk membawa perubahan mendasar ke arah yang lebih progresif. Tujuannya tentu untuk menjadikan Golkar sebagai trendsetter sekaligus partai yang dicintai masyarakat.
Dari nama-nama yang disebutkan di berbagai media ada Lukman CM, Andi Harianto Sinulingga, T. Raja Keumangan, Bustami Hamzah, Mukhlis, siapa yang berpeluang mendapatkan restu DPP dan terpilih sebagai Ketua DPD I Golkar Aceh ke depannya?
Hemat kami, semua nama yang beredar di publik selama ini memiliki peluang yang sama. Namun, kapasitas dan kompetensi masing-masing tentu tidak selalu seragam.
Mengenai siapa yang dianggap lebih mampu, sebaiknya kita hindari sikap sentimental. Terlalu mengedepankan perasaan justru bisa membuat penilaian menjadi subjektif.
Pada akhirnya, kemampuan seseorang sangat dipengaruhi oleh kapasitas pribadi, kompetensi, serta rekam jejak yang dimiliki oleh masing-masing kandidat yang beredar.
Mengapa sosok tersebut dianggap berpeluang dan mampu menduduki jabatan sebagai Ketua DPD I Golkar Aceh?
Intinya, menurut kami, peluang para bakal calon yang beredar di publik sebenarnya sama saja. Semua tergantung pada sejauh mana masing-masing melihat dirinya sendiri, memahami kondisi sekitar, dan menganalisis potensi serta modalitas yang dimilikinya. Beberapa nama yang muncul antara lain Andi HS, Bustami Hamzah, Teuku Raja Keumangan (TRK), dan Haji Mukhlis.
Andi HS tergolong sangat berpeluang karena kiprah kepartaian yang sudah lama serta perannya yang sangat interaktif dalam hubungan antara pusat dan daerah. TRK dan Haji Mukhlis juga memiliki peluang besar berkat pengabdian, konsistensi, dan kontribusi mereka di tingkat lokal.
Sementara itu, Bustami Hamzah menyimpan peluang karena memiliki riwayat interaksi dan hubungan kultural yang baik dengan keluarga besar Golkar sejak lama, meskipun masih membutuhkan persetujuan khusus dari DPP.
Namun, pada dasarnya semua kandidat memiliki peluang yang sama. Adanya kelebihan sedikit di antara satu atau dua nama adalah hal yang wajar, karena itulah modalitas dari rekam jejak dan kompetensi masing-masing.
Bagaimana penilaian terhadap kepemimpinan T.M. Nurlif akan berakhir sebagai Ketua DPD I Golkar Aceh, baik dari sisi positif maupun negatif?
Kepemimpinan beliau selama 10 tahun menjadi sesuatu yang tak terelakkan, karena memang sudah terjadi dan berjalan hingga tahap akhir. Secara umum, tidak ada hal yang luar biasa semuanya berjalan seperti fungsi mekanis pada umumnya.
Namun, yang kami khawatirkan adalah gaya kepemimpinan yang cenderung “one man show”, dengan pola pengambilan keputusan yang top - down dan terkadang dilakukan secara diam - diam. Manajemen organisasi pun terkesan tertutup, banyak ruang abu-abu yang hanya melibatkan beberapa orang saja, serta banyak proses yang terpusat dengan pola otoritarian.
Oleh karena itu, kami mengusulkan kepada DPP perlunya audit menyeluruh agar semua pihak bisa terbebaskan tanpa kecuali.
Di sini saya sengaja menghindari untuk langsung mengatakan “positif” atau “negatif”. Dari pertanyaan ini, saya memilih menjawab dengan uraian agar setiap orang dapat menarik kesimpulan sendiri sesuai pemikiran masing-masing.
Menghindari menghakimi seseorang di ranah publik rasanya memang lebih bijak. Bagaimanapun juga, beliau tetap saya hormati sebagai pribadi dan sebagai bagian dari hablum minan naas.
Apa saran dan masukan dari masyarakat Aceh terkait eksistensi Golkar Aceh selama ini?
Forum Beringin berharap publik tetap setia dan konsisten ‘memiliki’ serta peduli terhadap Partai Golkar. Sebagai organisasi politik sekaligus organisasi publik, Golkar juga merupakan milik masyarakat. Semakin banyak perhatian, kecermatan, bahkan kritik yang deras terhadap partai, justru akan semakin “menyehatkan” Golkar.
Dengan demikian, Golkar akan tetap berada di jalur yang benar dan normal. Para pemimpin partai pun dapat menjalankan tata kelola dan tata cara kehidupan politik yang saling menyehatkan dalam masyarakat.
Sederhananya, saling kontrol itu penting agar kita semua bisa saling menjaga agar tetap waras dan berjalan secara normal.