Rencana Revisi UUPA, Ketua Komisi V DPRA M.Rizal Falevi Kirani: Jangan Jalan Sendiri-sendiri
Font: Ukuran: - +
Reporter : Indra Wijaya
M. Rizal Fahlevi Kirani Ketua Komisi V DPRA
DPR RI berencana merevisi Undang-undang No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) setelah 15 tahun perdamaian Aceh dengan RI. Wacana ini semakin kuat menjelang berakhirnya Dana Otonomi Khusus pada 2027 mendatang.
Para elit politik berharap Dana Otsus harus abadi, tidak ada batas waktu. Berbagai alasan muncul, diantaranya pembangunan dan perekonomian Aceh masih tergantung pada Dana Otsus, bila Pemerintah Pusat tetap ngotot Dana Otsus Aceh harus berakhir 2027 dikhawatir akan muncul lagi gejolak di Provinsi Aceh.
Politisi Aceh mendukung dilakukan revisi UUPA, tapi hasilnya harus lebih maju dan mengakomodir aspirasi masyarakat Aceh, bukan justru lebih mundur.
Menurut Ketua Komisi V DPRA M. Rizal Falevi Kirani, Dana Otsus itu satu-satunya sumber untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan pembangunan Aceh. Berbeda dengan provinsi lain tidak pernah berkonflik oertumbuhan ekonomi bisa stabil.
Berikut petikan wawancara langsung M. Rizal Fahlevi Kirani yang juga kader Partai Nanggroe Aceh (PNA) bersama Indra Wijaya wartawan Dialeksis.com
Apa tanggapan Anda rencana revisi UUPA yang diusulkan DPR RI dan DPD?
Pertama sekali memang revisi UUPA ini sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020. Dalam revisi ini pasti ada Panitia Khusus (Pansus) yang akan melibatkan pemerintah nantinya.
Kemarin dalam rapat dengar pendapat dengan anggota DPR RI asal Aceh, kita mendorong perlu Pansus khusus dari Pemerintah Aceh secara bersama-sama merespon hal tersebut.
Maksud kata “Bersama” itu seperti apa?
Anggota DPR RI bersamaan dengan DPRA dalam mengawal revisi UUPA. Artinya, jangan DPRA membuat tim Pansus sendiri dan DPR RI juga membuat Pansus sendiri, dan kita harap ada koordinasi bersama nantinya.
Kemudian, dalam revisi ini memang ada banyak pasal yang sudah tidak kompatibel lagi dengan zamannnya. Misalnya, ada beberapa pasal itu yang memang sudah selayaknya untuk direvisi. Nah, dengan adanya momentum seperti ini, kami pikir sudah selayaknya untuk direvisi.
Kemudian, yang paling penting adalah dalam mengakomodir semua aspirasi dari berbagai komponen yang di Aceh, kita harap rakyat Aceh dan stakeholder yang ada kita libatkan dalam Pansus itu. Dengan melibatkan komponen masyarakat dan para stakeholder, sehingga masukan dari mereka dapat ditampung semuamya. Jadi Aceh keluar satu draft atau satu suara saar revisi UUPA.
Berarti para pelaku sejarah juga turut dilibatkan?
Semua stakeholder yang ada itu kita libatkan sehingga Aceh keluar satu draft dan tidak ada lagi yang namanya draft sipil, draft kombatan, satu draft itu tertampung semua aspirasi rakyat Aceh. Ini loh kemauan rakyat Aceh dalam konteks mendorong UUPA ini menjadi Basic Low-nya Aceh.
Jadi menurut kami, dalam revisi ini harus benar menunjukkan kualitas dan kuantitas dalam UUPA, harus betul-betul kuat dan mengakomodir semangat dari pada MoU Helsinki yang hari ini tidak terakomodir.
Apanya yang tidak terakomodir itu?
Ada beberapa pasal yang memang tidak termaktub dalam UUPA. Apa yang telah tuntas dibicarakan di MoU Helsinki tapi tidak dalam UUPA, agak susah seluruh klausul MoU masuk ke UUPA.
Seperti apa yang agak susah itu?
Misalnya soal Kewenangan, ada enam kewenangan Pemerintah Pusat di Aceh, dan itu harus detil, jangan nanti di MoU Helsinki jelas kewenangannya tapi di UUPA tidak detail.
Kalau saya melihat, secara kewenangan hukum lebih kepada subtansinya. Artinya, bahwa kewenangan Pemerintah Aceh itu betul-betul seperti apa yang disampaikan di MoU Helsinki. Kita mendorong, Aceh itu dapat menjadi model bagi daerah lain, UUPA ini untuk menjamin kesejahteraan rakyat Aceh.
Dalam UUPA ada tercantum Dana Otsus dan Kekhususan Aceh. Nah, jika nanti setelah revisi Dana Otsus dan Kekhususan Aceh dicabut apa tanggapan Anda?
Kita berharap revisi ini bukan lebih mundur. Tapi kita berharap revisi UUPA ini lebih maju dan lebih progresif. Artinya, mengenai Dana Otsus itu harus untuk selama-lamanya, menurut kami, itu salah satu yang bisa mendongkrak pembangunan Aceh, yang harus kita pahami saat ini ialah Aceh sudah larut dalam konflik selama 30 tahun. Nah selama masa konflik itu, daerah provinsi lain itu sudah membangun. Nah, kenapa Papua bisa dan Aceh tidak bisa. Saya yakin dan percaya bahwa Pemerintah Pusat sangat mengerti akan hal ini.
Menurut Anda dana Otsus itu sudah berdampak kepada masyarakat dan pertumbuhan ekonomi Aceh? Sementara jika kita lihat angkat kemiskinan di Aceh terus meningkat?
Ada dampaknya walaupun tidak 100 persen, tapi bagaimana ini menjadi tugas kita bersama, bagaimana memodifikasi atau menyusun formulasi ulang sehingga Dana Otsus itu betul-betul berdampak langsung kepada masyarakat.
Saya sering menyampaikan, kalau Pemerintah Aceh serius mengelola Dana Otsus, kemudian bagaimana skema pembangunannya secara komperhensif. Ayo kita diskusi bagaimana mengatur formulasi yang lebih bagus, misalnya Dana Otsus digunakan untuk infrastruktur itu secara terintegrasi. Artinya jika membangun sebuah transmigrasi lokal, bukan hanya transmigrasinya saja, tapi juga didukung dengan pembangunan jalan, saluran dan infrastruktur lainnya, yang kemudian seluruh dinas lain juga mendukung pengerjaanya. Jadi kelihatan pembangunan infrastruktur yang menggunakan Dana Otsus itu bisa jalan semua, jangan masing-masing daerah itu jalan sendiri-sendiri.
Masih berjalan sendiri-sendiri bagaimana?
Pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten itu belum sinkron, Dalam hal regulasi, ada kewenangan pemerintah provinsi ada kewenangan pemerintah kabupaten/kota, kemudian ada kewenangan Pemerintah Pusat, ini harus sinkron semuanya, sehingga pembangunan itu betul-betul kelihatan, selama ini menurut saya pembangunan di Aceh tidak begitu terlihat.
Yakinkanlah kalau misalnya Aceh tidak ada Dana Otsus angka kemiskinan di Aceh bisa lebih tinggi, di Aceh saat ini tidak ada investasi jangka panjang, investasi yang ada di Aceh dapat kita hitung dengan jari, kalau kita bandingkan dengan provinsi lain, kita jauh tertinggal. Aceh tergantung dari Dana Otsus. Jika dana Otsus tidak ada lagi maka siap-siap kelaparan dan kerusuhan akan terjadi.
Nah kalau merujuk pada kekhususan Aceh dalam UUPA, menurut Anda seberapa khusus Aceh sehingga perlu diantur kekhususan dalam UUPA?
Kekhususan Aceh sangat penting sesuai dalam MoU Helsinki bahwa Aceh itu memiliki keistimewan tersendiri. Artinya ada yang memang beberapa subtansi Aceh itu memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki daerah lain. Misalnya kebijakan syariat Islam, Baitul Mal dan itu hanya ada di Aceh dan tidak ada di daerah lain.
Jika Aceh kekhususan Aceh dicabut saat revisi UUPA ini maka Aceh itu tidak ada lagi keistimewaan, jadinya sama dengan daerah lainnya. Aceh juga jangan hanya dilihat pada masa konflik dan perdamaian saja. Namun, Aceh juga harus dilihat dari sisi history dan sejarah, bagaimana Aceh turut ambil bagian dalam memerdekakan Indonesia.
Terakhir apa pesan Anda?
Pesan yang pertama dalam kontek revisi UUPA ini kita berharap agar lebih maju, kemudian bagaimana revisi UUPA ini bisa lebih bagus kedepannya dengan melibatkan komponen masyarakat dan stakeholder yang ada, kita juga berharap UUPA ini dapat menjadi Basic Law-nya Aceh.