kip lhok
Beranda / Dialog / Dyah Erti Idawati Wakil Ketua TP-PKK Aceh: Tindakan Nyata Melawan Covid-19

Dyah Erti Idawati Wakil Ketua TP-PKK Aceh: Tindakan Nyata Melawan Covid-19

Kamis, 19 Maret 2020 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Wakil Ketua TP-PKK Aceh Dyah Erti Idawati. [Foto: IST/Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Wabah virus corona (Covid-19) telah sampai ke wilayah Indonesia. Data per 18 Maret 2020, sebanyak 227 pasien positif corona, 19 orang meninggal, serta 11 pasien dinyatakan sembuh. 

Merespon kondisi tersebut, Dialeksis.com berdialog dengan Wakil Ketua Tim Penggerak (TP) PKK Provinsi Aceh sekaligus istri dari Plt Gubernur Aceh, Dyah Erti Idawati pada Rabu (18/3/2020). Berikut petikan wawancaranya.

Bagaimana menyikapi secara cepat dan tepat terkait penanganan Covid-19 ini di masyarakat?

Ya, kondisi seperti ini memang belum pernah kita bayangkan sebelumnya. Kita mengalami musibah tsunami tapi itu sangat berbeda konteksnya.

Saat ditimpa musibah tsunami 2004 lalu, kita banyak dibantu oleh pihak-pihak luar. Nah sekarang, kondisinya musibah internasional, semua negara kena. Negara maju pun terdampak seperti Amerika Serikat, Italia dan lain-lain, mereka masih bertempur dan belum selesai dengan masalah ini.

Menyikapi hal itu, kita tidak boleh lagi ngeyel bahwa Covid-19 tidak akan mungkin masuk ke Aceh, sebagaimana dulu anggapan kita bahwa virus ini tidak akan mungkin masuk ke Indonesia. Kita masyarakat Aceh bukan pengecualian, sebab kita semua manusia biasa yang berpotensi kena.

Sebagai Wakil Ketua TP-PKK sekaligus istri Plt Gubernur Aceh, apa yang coba dilakukan merespon kondisi ini?

Tim penggerak PKK sebagai mitra pemerintah tentunya kita sangat support terhadap persoalan itu. Kita lihat ini sudah masuk kondisi darurat. TP-PKK Aceh berupaya mencegah sebesar-besarnya dan sekuat tenaga kita terhadap penyebaran Covid-19, itu prinsip saya.

Karena kalau penyakit itu sudah masuk, persoalan mengobati itu sudah lain masalah lagi.

Kita tahu sendiri bagaimana penyebaran untuk Covid-19 ini sangat cepat. Jadi yang kita perlukan adalah sense of crisis atau perasaan sudah berada dalam krisis oleh semua pihak.

Bagaimana aktualisasi di masyarakat menghadapi Covid-19, agar kondisi ini juga tidak menciptakan kepanikan?

Bukan maksudnya panik atau tidak karu-karuan begitu ya, tapi memasang kewaspadaan itu penting sekali. Sehingga tingkah laku kita tidak lagi seperti hari-hari biasa yang tidak ada apa-apa.

Jika kita lalai dalam hal penanganan kasus ini, maka kita akan terlambat mengambil langkah-langkah selanjutnya. Apalagi kalau itu memang sudah masuk, penyebaran sudah tinggi. Kalau sudah begitu, penyesalan pun tidak ada lagi gunanya.

Itu yang selalu kami sampaikan ke kawan-kawan. Karena dengan memproteksi diri sendiri ini, berarti kita sudah ikut memproteksi keluarga, tetangga dan masyarakat yang tinggal di sekitar kita. Itu semua tanggung jawab kita.

Ibu tadi menyinggung tentang sense of crisis, tapi masih ada masyarakat kita yang ngopi di warung kopi, bagaimana ibu menyikapi ini?

Makanya, kita kadang-kadang, kalau belum merasakan, memang seakan-akan bahaya itu tidak ada. Seolah-olah barangnya masih jauh. Padahal mobilisasi kita kan tinggi, Jakarta sudah kena. Orang keluar masuk. Tentu kita tidak bisa steril dari Covid-19 ini. Dan kita pun tidak tahu, mungkin sudah ada di kampung-kampung atau di tempat lain. Sebab tidak terdeteksi.

Dalam rangka meningkatkan sense of crisis ini, tidak bisa dilakukan dengan sendiri-sendiri.

Bagaimana cara menyatukan sense of crisis ini kepada semua pihak?

Kalau dari pemerintah (Aceh), mulai dari kasus di Wuhan sendiri, saat itu kita sudah memantau sejak awal hingga menjemput mahasiswa dari sana. Artinya pemerintah sudah peduli terhadap kasus ini.

Pemerintah Aceh juga sudah menyiapkan rumah sakit dan sebagainya jauh sebelum jatuh korban di Jakarta. Namun kita harus tetap siaga karena negara maju saja bisa collapse (jatuh), kita tidak bisa meramalkan seberapa besar masyarakat kita bisa terkena dampaknya.

Bagaimana gambaran aware-nya pemerintah terhadap kasus ini?

Intinya pemerintah sudah aware sejak awal ya. Mereka tidak tidur-tidur menyiapkan hingga tengah malam, rapat dengan Forkopimda dan sebagainya menghadapi penanganan virus ini. Masih banyak yang perlu dipersiapkan, terutama bagaimana cara semua pihak sepakat bahwa ini kondisi darurat dan kepatuhan terhadap berbagai imbauan perlu hadir di masyarakat.

Artinya tidak ada yang imun (terlindungi) dari virus ini, mau dia gubernur, DPR, TNI, semua bisa kena. Untuk itu, harapannya imbauan ini bisa dipatuhi masyarakat dan kita harus lebih agresif lagi mensosialisasikan ini ke semua pihak.

Terkait ASN bekerja di rumah, sejauh ini bagaimana pandangan ibu?

Ini juga sudah banyak laporan bahwa PNS masih banyak yang berkeliaran saat diberlakukannya sistem kerja di rumah. Padahal bayangkan jika dinas kesehatan misalnya, sebagai leading sektor penanganan virus ini, mereka harus kerja lembur-lembur.

Untuk itu, harusnya para ASN menghargai sekaligus mematuhi imbauan ini. Satpol PP juga sudah dikerahkan mengamankan sekaligus memberikan pemahaman-pemahaman kepada ASN di lapangan.

Kita juga akan kerahkan ke pasar-pasar, sebab di sana banyak masyarakat kita yang belum aware. Bukan tidak boleh berjualan, tapi bagaimana tetap menjaga kebersihan, cuci tangan, jaga jarak dan sebagainya. Sehingga tidak terjadi kerentanan penularan terhadap Covid-19 ini.

Apa saran sekaligus pesan-pesan untuk masyarakat Aceh, menghadapi kasus Covid-19 ini?

Permasalahan Covid-19 ini bukan hanya permasalahan pemerintah ya. Ini menjadi masalah kita semua. Dan oleh karena itu perlu partisipasi semua pihak. Tentu kita tidak ingin ada anggota keluarga kita yang kena, ada tetangga kita yang kena, apalagi kemudian orang-orang yang kita sayangi.

Untuk itu, perlu memang komitmen bersama, yang paling penting adalah kepatuhan. Karena sudah menjadi pengetahuan bersama bahwa karantina mandiri atau pembatasan ruang gerak, menjadi satu-satunya alat untuk tidak menularkan virus itu menjadi lebih meluas penyebarannya.

Akhir kata, mari bersama-sama melawan Covid-19 ini, insya Allah dengan komitmen yang kuat dari kita bersama, kita bisa menyelesaikan krisis ini dengan happy ending. (AHN/SM)

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda