Beranda / Liputan Khusus / Dialetika / TPU Susah, Warga Banda Aceh Meninggal Dibawa Kemana?

TPU Susah, Warga Banda Aceh Meninggal Dibawa Kemana?

Minggu, 23 Oktober 2022 13:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Baga

Ilustrasi TPU di kota Semarang. Foto: Humas Pemkot Semarang


DIALEKSIS.COM | Dialektika - Setiap manusia berkeinginan mendapatkan tempat yang layak ketika meninggalkan alam fana ini. Setiap orang punya keinginan, ketika meninggal dunia tidak membuat mereka yang masih hidup mendapatkan kesusahan dalam mengurus tempat peristirahatan terahir.

Namun bagaimana kalau tempat “istana” terahir untuk mendapatkanya sudah susah, khususnya mereka yang harus dikuburkan, dikembalikan ke bumi. Lahan semakin menyempit, kemana akan dikuburkan?

Inilah persoalan yang melanda Banda Aceh, ibukota provinsi di ujung barat pulau Sumatera, untuk menempatkan jenazah diperistirahatan terahir kini sudah sangat sulit. Hanya segelintir orang yang punya perkuburan keluarga.

Selebihnya, masyarakat yang meninggal dunia harus diantar ke Tempat Pemakaman Umum (TPU). Namun seiring dengan perkembangan dinamika untuk mendapatkan TPU di Banda Aceh sudah sangat susah.

Dampaknya, warga Banda Aceh “menguber” lahan TPU dikawasan Aceh Besar. Kepadatan penduduk di Kuta Raja ini telah mengharus warga disana menggeser lahan TPU ke Aceh Besar. Warga di perkampungan Banda Aceh juga akan protes bila di kawasan kampungnya dijadikan lahan TPU.

Digeser ke Aceh Besar yang masih memiliki lahan yang masih terbilang luas, apakah menyelesaikan persoalan tempat peristirahatan terahir ini? Tidak, warga di Aceh Besar juga banyak yang menolak ketika ada yang membeli lahan untuk TPU.

Walau warga Banda Aceh sudah mengumpulkan uang untuk mendapatkan TPU, ternyata mendapatkan lokasi tempat peristirahatan terahir itu sudah. Lantas mau dikemanakan mayat yang harus dikuburkan, bila lahan TPU tidak ada?

Inilah persoalan yang kini melanda Banda Aceh. Sementara warga Banda Aceh sesuai dengan hasil riset Nubuwat Farhan yang dilansir Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah,Volume 1 Nomor 1, Agustus 2016, menyebutkan, mereka ingin dimakamkan di Banda Aceh.

Kini persoalan sulitnya TPU untuk warga Banda Aceh menjadi pembahasan hangat. Karena, setiap manusia akan mengalami kematian, untuk tempat istirahat ini dibutuhkan persiapakan oleh semua pihak, agar ketika meninggalkan alam pana ini memiliki tempat yang layak.

Bagaimana sikap mereka pengambil kebijakan untuk persoalan ini, serta pihak yang menaruh perhatian terhadap persoalan kematian ini? Dialeksis.com mengurainya, betapa peliknya persoalan kuburan di negeri yang berpenduduk padat ini.

Menanggapi hal itu Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK3) Kota Banda Aceh, Hamdani misalnya, menjawab Dialeksis.com mengakui, padatnya penduduk di Banda Aceh mengakibatkan lahan TPU harus bergeser ke Aceh Besar.

Di Banda Aceh, jika TPU ditempatkan di dalam kampung, maka warga akan Komplain. Seperti di Neusu, TPU sudah bergeser ke Daerah Mane, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar. Harga tanah mulai naik, di Neusu misalnya mencapai Rp 1 juta sampai Rp 1,5 juta permeter.

Hamdani menyebutkan, sebaiknya TPU dikelola Pemerintah Gampong, emosionalnya erat. Namun mencari lokasinya sulit. Hanya tinggal beberapa pemakaman keluarga yang untuk keluarganya.

“Sampai saat ini, Pemko Banda Aceh belum mengalokasikan anggaran dalam pembelian tanah baru untuk pembangunan TPU,” sebutnya.

Namun secara personal banyak aparat kampung sudah melakukan pergerakan untuk mendapatkan TPU, bahkan ada yang mengumpulkan uang dari masyarakat untuk mendapatkan tempat peristirahatan terahir.

Namun dilapangan ada kendala, baik di Banda Aceh dan Aceh Besar ada masyarakat yang menolak kawasan pemukiman mereka dijadikan TPU.

Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRK Banda Aceh Royes Ruslan, SH mengakui soal peliknya urusan mendapatkan TPU ini. Ada inisiatif dari masing-masing desa untuk beli lahan diluar Kota Banda Aceh yakni Kabupaten Aceh Besar.

Namun, sebut Roy sapaan akrabnya, tetap saja masih memiliki problem klasik. Tidak semua daerah di Aceh Besar bisa menerima pembelian lahan untuk pekuburan atau TPU.

“Walaupun masyarakat sudah kumpulkan dana untuk beli lahan pekuburan diluar kota Banda Aceh, tetapi dalam prakteknya, di daerah tertentu di Aceh Besar tidak mau lahan mereka dijadikan lahan kuburan (TPU),” ungkapnya.

Menyinggung soal rumitnya masalah TPU, Roy mengakui, sebenarnya persoalan itu sudah sering disampaikanya kepada pemerintah agar bisa melahirkan sebuah Dinas atau Badan/Lembaga yang mengatur lahan pekuburan.

“Misalnya seperti Dinas Pekuburan atau sejenisnya. Atau bisa juga pemerintah Kota Banda Aceh mendiskusikan hal ini dengan Pemerintah Provinsi Aceh. Mungkin kalau dibuatkan Dinasnya terlalu besar, bisa saja masuk dalam kedinasan terkait untuk TPU ini,” sebutnya.

Soal lahan TPU Roy mengatakan, kalau di Banda Aceh dipastikan sudah tidak ada lagi lahan kosong yang bisa dijadikan area TPU. Namun bisa saja, kalau pemerintah Kota Banda Aceh punya dana, namun pertimbangannya lahan-lahan yang ada di Banda Aceh sudah pasti mahal. Namun, kalau di Aceh Besar masih banyak sekali pilihannya,” sebutnya.

Demikian dengan Tuanku Muhammad, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK) Banda Aceh lainya, dia khawatir terhadap terbatasnya lahan Tempat Pemakaman Umum (TPU) di Kota Banda Aceh.

"Pada dasarnya TPU itu harus ada, karena digunakan oleh setiap masyarakat, namun yang menjadi persoalan pertumbuhan penduduk terus bertambah sedangkan lahan semakin berkurang," ucapnya kepada Dialeksis.com.

Oleh karena itu, katanya, wacana pemerintah untuk membangun lahan untuk TPU harus segera direalisasikan. Menurutnya, masih banyak warga yang tidak memiliki lahan untuk kuburan mereka sendiri.

Pada saat Covid-19, Tuanku menjelaskan, pemerintah pernah menyediakan lahan TPU untuk warga yang meninggal karena kasus tersebut. Menurutnya, lahan tersebut bisa dijadikan lahan untuk bersama.

"Untuk di Banda Aceh, lahan yang tersedia sudah terlalu sulit, walaupun ada pastinya akan sangat mahal untuk dibeli. Namun di Aceh Besar masih banyak lahan yang tersedia untuk dijadikan TPU,” sebutnya.

Menurutnya, sejauh ini DPRK Banda Aceh belum membahas soal penyediaan lahan untuk pembangunan TPU. Walaupun bukan menjadi kebutuhan yang mendesak, tetapi persiapan dalam membangun lahan ini sudah harus disiapkan secepatnya, sebutnya.

Bagaimana pendapat Penjabat (Pj) Walikota Banda Aceh, Bakri Siddiq? Dia mengakui keterbatasan lahan di Kota Banda Aceh memang sangatlah kronis dan menjadi perhatian khusus baginya.

Hal itu disampaikanya ketika menjamu para awak media di Pendopo Walikota Banda Aceh. Memang keterbatasan lahan di Banda Aceh untuk TPU menjadi fokus pihaknya, karena di Banda Aceh semuanya sudah bernilai ekonomis, ucapnya ketika diwawancara oleh Dialeksis.com, Senin (17/10/2022).

Bakri Siddiq menyebutkan, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan Kabupaten tetangga (Aceh Besar) soal lahan pemakaman. Namun, jika memang ada lahan yang sudah milik individual, kalau memang bisa digunakan untuk lahan pemakaman di Banda Aceh maka itu akan lebih baik dan bagus.

“Kita akan coba lakukan pendekatan secara syariat Islam agar lahan yang ada dapat digunakan untuk pemakaman. Karena kalau sudah milik individual itukan sudah tidak bisa diganggu lagi, apalagi kalau sudah punya sertifikat tanah,” ujarnya.

Namun bila diizinkan untuk pemakaman akan lebih baik lagi, untuk itu pihaknya akan melakukan pendekatan keagamaan dan akan melakukan koordinasi dengan pemerintah Aceh Besar.

Banda Aceh sudah memiliki Qanun yang di dalamnya juga ada persoalan TPU. Peraturan itu tertuang dalam Qanun Kota Banda Aceh Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Qanun Kota Banda Aceh Nomor 4 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029.

Luas Lahan Pemakaman

Soal lahan perkuburan dan bagaimana sikap warga Banda Aceh, kemana mereka akan dikuburkan bila menghembuskan nafas terahir, Nubuwat Farhan, Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, menuliskan hasil risetnya.

Penulusuranya dimuat di Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM),Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah, Volume 1 Nomor 1, Agustus 2016.

Penelitianya bertujuan untuk mengestimasi kebutuhan lahan pemakaman, faktor yang mempengaruhi kebutuhan lahan, berupa jumlah penduduk, angka kematian dan pertumbuhan ekonomi.

Penelitian ini menggunakan data primer dari hasil wawancara dan data sekunder. Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 100 responden berdasarkan 9 kecamatan Kota Banda Aceh. Model analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif.

Hasil analisis menunjukkan bahwa 57 persen diantaranya memilih untuk dimakamkan di Banda Aceh. 23 persen memiliki lahan pemakaman pribadi dan 20 persen memilih untuk dimakamkan di daerah asal.

Data yang digunakanya cross section tahun 2015, yaitu untuk luas Kota Banda Aceh, luas wilayah menurut penggunaan lahan, jumlah penduduk Kota Banda Aceh, angka kematian Kota Banda Aceh. Sedangkan data sekunder digunakan sejak tahun 2009 “ 2014 (runtun waktu).

Dari hasil analisis datanya, Nubuwat menyebutkan, pada tahun 2014 jumlah penduduk Kota Banda Aceh 249.499 jiwa. Jika responden memilih untuk dimakamkan di Banda Aceh berdasarkan penelitian mencapai 57 persen, maka jumlahnya mencapai 142.214 jiwa.

Luas lahan yang dibutuhkan untuk pemakaman 3 M2, maka lahan yang dibutuhkan mencapai 426.643 M2 atau lebih kurang 0.42663 km2, kebutuhan lahan pemakaman jangka panjang dengan asumsi jumlah penduduk tidak meningkat.

Apabila pertumbuhan penduduk meningkat setiap tahunnya mencapai 2.56 persen atau penambahan penduduk 6.387 jiwa setiap tahunnya, maka dapat diasumsikan kebutuhan lahan pemakaman 19.161 M2 atau mencapai 0.19161 Km2.

Jika diasumsikan setiap 2.56 persen laju pertumbuhan penduduk Kota Banda Aceh, maka 57 persen memilih untuk dimakam di Banda Aceh yaitu mencapai 3.640 jiwa, maka kebutuhan pada lahan 10.922 M2 atau 0.01092 Km2.Maka lahan yang dibutuhkan untuk jangka pendek 437.565 M2 atau 0.437565 Km2 per tahun.

Jumlah penduduk yang meninggal setiap tahunnya di Kota Banda Aceh mencapai 0.18 persen dari jumlah penduduk tahun 2014. Rata-rata angka kematian 453 jiwa, maka jumlah lahan pemakaman yang dibutuhkan mencapai 1.359 M2 atau 0.001359 Km2 pertahun.

Dengan asumsi apabila angka kematian 453 jiwa yang memilih untuk dimakamkan di Banda Aceh 57 persen yaitu 258 jiwa, maka lahan yang dibutuhkan 774.63 M2 atau 0.77463 Km2 per tahun.

Menurut Nubuwat, jika dihitung berdasarkan laju pertumbuhan penduduk kota Banda Aceh yang ingin dimakamkan di Banda Aceh mencapai 3.640 jiwa, maka angka kematian mencapai 6.55 jiwa atau dapat digenapkan menjadi 7 jiwa, tambahan yang memilih untuk dimakamkan di Banda Aceh. Luas lahanya mencapai 21 M2 per tahun.

Kebutuhan lahan pemakaman setiap tahunnya dalam jangka pendek 795,63 M2 atau 0.79563 Km2. Pertambahan penduduk tahun 2030 mencapai 373.867 jiwa dengan asumsi angka kematian 0.18 persen dengan selisih 16 tahun jika dihitung dengan tahun dasar 2014, maka didapatkan 2,88 persen angka kematian hingga tahun 2030.Hasilnya mencapai 10.767 jiwa perkiraan angka kematian kota Banda Aceh.

Jika diasumsikan 57 persen maka perkiraan angka kematian mencapai 10,767 jiwa, 57persen mencapai 5598 jiwa yang memilih untuk dimakamkan di Banda Aceh, sehingga perkiraan lahan yang dibutuhkan untuk lahan pemakaman mencapai 16.794 M2 untuk tahun 2030. Jika dihitung dalam Ha mencapai 1,68 Ha atau 0,02 Km2 kebutuhan lahan untuk tahun 2030, demikian hasil penelitian Nubuwat.

Otomatis setiap tahunya lahan untuk pemakaman akan terus bertambah, karena setiap manusia yang hidup akan mengalami kematian, meninggalkan alam pana ini. Sementara lahan yang tersedia akan terus berkurang, karena lebih dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomis.

Lantas bila warga Banda Aceh meninggal dunia, mereka akan dimakamkan dimana, untuk sekarang saja warga Banda Aceh sudah menguber lahan di Aceh Besar, dimana lahan itu juga untuk mendapatkanya sulit, karena diperuntukan buat pemakaman.

Solusi Kebutuhan TPU

Kajian dari lingkar sindikasi diidentifikasikan solusi atasi kebutuhan TPU di Banda Aceh meliputi, pertama; Pemko Banda Aceh sebagai penentu Kebijakan pemerintah harus mampu membuat kebijakan yang dapat menjadi patokan dalam meningkatkan atau mengoptimalkan pengelolaan penertiban lahan pemakaman umum di setiap wilayah Kota Banda Aceh.

 kedua; Identifikasi kepemilikan lahan pribadi di Banda Aceh yang luas selanjutnya Pemko Banda Aceh membelinya untuk dijadikan TPU, ketiga; membolehkan masyarakat lintas kecamatan dapat dikubur di tempat tempat yang memiliki TPU di Banda Aceh, terakhir keempat tawaran solusi Lingkar Sindikasi;  Pemko Banda Aceh membeli lahan di Aceh Besar sebagai TPU Kota Banda Aceh.

Bagaimana jadinya bila persoalan ini terus dibiarkan berlarut-larut, sementara yang meningal terus bertambah. Persoalan ini harus dijawab, karena kita semuanya akan meningal, jangan karena kematian kita menyusahkan orang yang masih hidup untuk mendapatkan tempat istirahat terahir kita. **** Bahtiar Gayo

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI