kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Dialetika / Tgk Munirwan “Melawan Hukum” dan Senyuman Petani

Tgk Munirwan "Melawan Hukum" dan Senyuman Petani

Minggu, 28 Juli 2019 14:53 WIB

Font: Ukuran: - +

 Tgk Munirwan dan ilustrasi padi jenis IF8 (Foto istimewa/dok)

Dalam sepekan terakhir, publik Aceh dihebohkan dengan berita Tgk Munirwan, Keuchik Gampong Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam, Aceh Utara. Sosok kepala desa ini menjadi fenomenal, untuk sementara "persoalanya" mampu meredam 'memanasnya' hubungan legislatif dan eksekutif dalam permasalahan anggaran hibah Rp 2 trilyun pada APBA 2019.

Kasus Tgk Munirwan diawali penahanan dirinya oleh Polda Aceh. Tgk Munirwan ditetapkan sebagai tersangka, Selasa (23/7/2019), atas dugaan tindak pidana memproduksi dan mengedarkan (memperdagangkan) secara komersil benih padi jenis IF8. Benih padi ini belum mendapatkan sertifikasi (label).

Penahanan dan penetapan Tgk. Munir sebagai tersangka membuat publick bereaksi. Dukungan solidaritas dari berbagai unsur masyarakat, hingga 'jamaah' medsos mengalir bak air bah yang tak bisa dibendung.

Berbagai macam status, postingan, cuitan, dan komentar, muncul silih berganti mengecam penangkapan Tgk Munirwan. Khalayak menilai, penangkapan petani yang dianggap tokoh inovasi pertanian Aceh, adalah sesuatu yang diluar batas. Apalagi nama Tgk Munirwan pernah mengharumkan nama Serambi Mekah dilevel nasional.

Kasus ini membuat orang no satu di Aceh, Nova Iriansyah untuk bersuara. Demikian dengan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Eko P Sandjojo juga menangapi persoalan yang terjadi di Aceh. Luar biasa.

"Pak Gubernur Aceh, Pak Kapolda Aceh tolong bantu Kades Aceh yang inovatif ini, agar bisa terus berinovasi dan merangsang warga Aceh lainnya, untuk tidak takut berinovasi. Kalau dia melakukan kesalahan admin, tolong dibina dan jangan ditangkap," cuit Eko di akun twitternya, Jumat, (26/7/2019).

Rakyat bangkit. Ratusan warga Aceh yang dikoordinir oleh sejumlah aktifis LSM berduyun-duyun mendatangi Mapolda Aceh, Kamis, (25/7/2019). Mereka menyerahkan KTP sebagai penjamin bagi penangguhan tahanan Tgk Munirwan.

Tidak ketinggalan, Kadistanbun Aceh, A Hanan, pihak yang selama ini yang diduga melaporkan Tgk Munirwan ke aparat penegak hukum, juga turut menjaminkan penangguhan tahanan untuk keuchik berprestasi ini.

"Dua ribuan KTP terkumpul pada aksi menjaminkan diri untuk penangguhan tahanan Munirwan," ungkap Khairil, salah satu kuasa hukum Tgk Munirwan paska tangguhan tahanan Tgk Munirwan dikabulkan Polda Aceh, Jumat, (26/7/2019).

Tidak menunggu lama, desakan publik atas pembebasan Tgk Munirwan (penangguhan tahanan) yang kian menguat, membuat Polda Aceh 'harus' membuka gembok terali besi itu. Dijemput sejumlah kuasa hukumnya, Jumat, (26/7/2019), Tgk Munir keluar dari sel tahanan Polda Aceh. Ada selembar kertas yang menarik saat Tgk Munir "dibebaskan". Kertas yang terpampang di dada itu bertuliskan 'hanya tubuh saya yang ditahan, tapi inovasi jangan berhenti mengembara'.

Siapa Tgk Munirwan? Apa yang dilakukannya sehingga ia ditangkap? Dosa apa yang diperbuat hingga dia harus meringkuk di jeruji?

Penangkapan Tgk Munirwan diawali oleh 'secarik kertas' yang dilayangkan Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh ke Polda Aceh pada tanggal 28 Juni 2019 lalu. Dalam surat berperihal penyaluran benih tanpa label itu disebutkan, Distanbun Aceh menemukan peredaran benih di Kecamatan Jambo Aye, Seunedon, dan Langkahan, serta telah beredar di Kabupaten Aceh Jaya, dan Aceh Timur dengan perkiraan 60 ton.

Pada poin berikutnya, procesing benih ditemukan di Desa Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam, Aceh Utara.Diperkiraan calon benih sebesar 150 ton. Berdasarkan ketentuan UU No 12 Tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman dan peraturan pemerintah Republik Indonesia No 44 Tahun 1995 tentang pembenihan tanaman yang melarang peredaran benih tanpa label.

"Untuk maksud tersebut, kami laporkan kepada bapak agar dapat mengambil langkah-langkah penertiban sesuai dengan ketentuan yang berlaku," tulis poin akhir dari surat itu.

Berdasarkan informasi yang tercantum dalam surat tersebut, polisi pun bergerak. Hasilnya?

Menurut penuturan Direskrimsus Polda Aceh, Kombes Saladin, dalam konferensi pers di Mapolda Aceh, Jumat (26/7/2019), Tgk Munirwan ditangkap bukan dalam kapasitasnya sebagai petani atau keuchik. Namun terkait dengan statusnya sebagai Direktur PT Bumides Nisami. Penjelasan Saladin bertujuan agar publik tidak keliru memahami kapasitas tersangka dalam kasus tersebut.

"Jadi kami tekankan dalam hal ini, yang diproses hukum itu Direktur PT Bumides Nisami, bukan dalam kapasitas geuchik Gampong Meunasah Rayuek," ungkap Saladin dihadapan awak media.

Menurut Saladin, PT Bumides Nisami, merupakan perusahaan milik tersangka bersama sejumlah rekannya. Dalam perusahaan itu, sebut Saladin, Tgk Munirwan bertindak sebagai direktur utama. Berbekal perusahaan itu, ia dan beberapa rekannya memperdagangkan benih padi IF8 yang belum tersertifikasi.

'Perbuatan ini diduga melanggar Pasal 12 ayat 2 junto Pasal 60 ayat 1 huruf d UU Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman," sebut Saladin.

Berdasarkan penelusuran pihaknya, lanjut Saladin, perusahan ini telah mencatat transaksi penjualan senilai Rp 2 miliar lebih, dan sudah mulai bagi hasil.

"Yang sudah dipasarkan di masyakarat itu senilai Rp 2 miliar, dan Rp 1 miliar di antaranya sudah masuk rekening PT Bumides Nisami. Jadi ini bukan untuk kas desa, bukan PAD desa, murni bisnis milik pribadi," tambah Saladin.

Milik pribadi? Sampai disini, Dialeksis.com mulai mencium 'aroma tak sedap'. Apa benar?

Kuasa hukum Tgk Munirwan, Zulfikar, membantah ada kepentingan bisnis dalam kasus tersebut. Menurutnya, logika hukum yang disangkakan terhadap kliennya adalah tidak tepat. Seakan-akan, tujuan Tgk Munirwan meraup keuntungan pribadi. Padahal, keuntungan yang didapat itu justru memberikan efek positif bagi kemaslahatan masyarakat setempat dan dibenarkan UU.

"Berkelit soal tidak ada label, kemudian masyarakat memberikan label karena bayangan mereka label itu merek, diberilah label IF8. Bibit itu boleh ditangkarkan dan didistribusikan karena ada tulis ABTI (sesuai aturan)," jelas Zulfikar, seperti dikutip dari portal Gatra.com, Kamis, (25/7/2019).

Jika 'ABTI' yang dimaksud Zulfikar adalah Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), maka penalaran 'sesuai aturan' yang disampaikan Direktur Koalisi NGO HAM itu menjadi bias, alias tidak tepat.

Tgk Munirwan memperjualbelikan benih padi IF 8 bukan atas nama institusi AB2TI, tapi menggunakan PT Bumides Nisami, seperti yang disampaikan oleh Direskrimsus Polda Aceh, Kombes Saladin, dalam konferensi pers nya.

Fakta ini diperkuat oleh keterangan Koordinator Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Provinsi Aceh, Gumarni, Sabtu, (27/7/2019). Kepada Dialeksis.com, dia menjelaskan, AB2TI adalah organisasi bagi kelompok tani yang memiliki struktur diseluruh provinsi di Indonesia. Tgk Munirwan sendiri, diakui Gumarni merupakan Ketua AB2TI Aceh Utara.

"Kalau dia menggunakan organisasi AB2TI, tidak masalah, meskipun tanpa label. Karena organisasi ini hanya memberikan kepada masyarakat untuk kelompok tani, tidak diperjualbelikan di luar masyarakat kelompok tani," tegas Gumarni, Sabtu, (27/7/2019).

Namun, sambungnya, Tgk Munirwan memproduksi dan menjual benih padi IF8 atas nama perusahaan (bukan dalam kapasitas sebagai anggota AB2TI), maka, tegas Gumarni, benih tersebut harus ada label dari pemerintah.

"Padahal kalau menggunakan AB2TI tidak masalah, karena dibenih tersebut tertulis 'khusus untuk kelompok tani'. Tidak masalah secara hukum," ujarnya.

"Sebab, semua jenis bibit tanaman, untuk kalangan sendiri itu tidak masalah. Hal itu termaktub dalam Putusan MK No 99/PUU-X2012. Kalau untuk diperjualbelikan secara bebas atas nama perusahaan, itu tidak boleh. Itu payung hukumnya UU No 12 tahun 1992," tambah Gumarni.

Ia menambahkan, sepengetahuan dirinya, penggunaan PT Bumides Nisami merupakan kesepakatan hasil rapat gampong. Keuntungan dari PT Bumides Nisami, hasilnya akan menjadi pendapatan gampong.

"Pernah Munirwan menyampaikan hal itu ke saya, tapi tidak melakukan transaksi (jual-beli) IF 8. Kalau dia bilang seperti itu, sudah saya larang. Tujuan awal dibuat perusahaan untuk keuntungan BUMG gampong, tapi tidak menceritakan soal benih IF 8," ujarnya.

Benih padi IF 8 ditemukan ditemukan oleh petani Karanganyar, Jawa Tengah, tahun 2012 lalu. Oleh Ketua Umum AB2TI, Prof Dwi Andreas Santosa, mendorong petani Karanganyar untuk di ujicoba varietas baru benih padi itu di sejumlah daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

"Saya ini bukan penemu benih itu. Saya hanya mendorong saja kawan-kawan petani di Karanganyar. Diujicoba sampai 13 kabupaten/kota di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur," kata Prof Dwi, seperti yang dilansir Kompas.com, Jumat, (28/6/2019).

Dia menyebutkan, benih padi IF 8 masuk ke Aceh tahun 2017 dan diterima oleh Gubernur Aceh Irwandi Yusuf bersama jajaran dinas pertanian.

"Saat itu tahun 2017. Ada 400 hektar lahan mau ditanami padi. AB2TI Aceh mengontak saya, menanyakan apa benih yang bagus. Saya bilang 200 hektar coba IF8 dan sisanya Ciherang. Waktu terima bibit itu ada Gubernur Aceh lo, Pak Irwandi saat itu," tambah Prof Dwi.

Saat dikonfirmasi Dialeksis.com melalui sambungan langsung, Minggu, (28/7/2019), Ketua Umum AB2TI Pusat Prof Dwi Andreas Santosa, membenarkan keterangan Ketua AB2TI Aceh Gumarni, bahwa dalam organisasi AB2TI tidak dibenarkan menjual benih diluar komunitas atau anggota organisasi kelompok tani itu.

"Ya sudah barang tentu itu diluar mekanisme AB2TI. Biasanya, anggota tersebut meminta petani yang mengakses benih AB2TI menandatangani pernyataan masuk sebagai anggota AB2TI," tegas Prof Dwi.

Ia menyebutkan, apa yang dilakukan Tgk Munirwan sebenarnya tidak bermasalah secara hukum. Menurutnya, keputusan MK No 99/PUU-X2012 telah memberikan aspek legal pada tindakan Tgk Munirwan.

"Kalau keputusan MK itu bisa dilakukan secara personal. Barang yang diproduksi petani tersebut, secara legal sama dengan barang yang diproduksi perusahaan yang sudah dilepaskan pemerintah. Ada penyebutan 'dikecualikan bagi petani kecil' dalam putusan MK itu. Ketika itu dikecualikan, itu sah dan legal bagi siapapun," ujarnya.

Polemik tentang kasus ini terus mengalir. Namun terlepas dengan segala polemik hukum yang menjerat Tgk Munirwan, sejatinya dia telah bertindak melakukan sesuatu hal yang bermanfaat untuk masyarakat luas, khususnya di desanya sendiri.

Inovasinya dalam mengembangkan benih padi IF 8 (bukan penemu) telah meningkatkan produktifitas hasil panen. Mengurangi biaya produksi, dan bermuara bagi kesejahteraan petani. Layaknya tokoh hero 'Robin Hood' yang membagikan hasil dari tindakan ilegalnya untuk kesejahteraan rakyat miskin.

Tgk Munirwan 'hanya merugikan negara' karena telah melanggar aturan. Namun bagi kalangan petani, banyak bersuka cita. Ketika padi yang mereka tanam menguning dan menuai hasil, kegembiraan itu muncul. Pada jenis IF8 memang "unggul". ** Im Dalisah


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda