Beranda / Liputan Khusus / Dialetika / Siapa Pengganti Dermawan?

Siapa Pengganti Dermawan?

Selasa, 15 Januari 2019 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Tiga besar calon Sekda Aceh. (ki-ka) Taqwallah, Kamaruddin Andalah, dan M. Jafar.

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Tugas Drs H Dermawan MM sebagai Sekretaris Daerah Aceh akan berakhir  30 Januari 2019. Dermawan dilantik oleh Zaini Abdullah menjadi Sekda pada 9 November 2013 lalu.

Dalam rangka mencari perngganti Dermawan, Pemerintah Aceh membetuk  tim seleksi untuk menjaring tiga nama aparatur sipil negara (ASN) Aceh yang nantinya diserahkan ke Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah dan diteruskan ke Kementerian Dalam Negeri.

21 Desember 2018 lalu, tim seleksi yang diketuai Prof Dr Abdi A Wahab, M. Sc. mengumumkan 10 nama pejabat yang lulus seleksi administrasi calon Sekda Aceh melalui website resmi Badan Kepegawaian Aceh.

Ke sepuluh nama tersebut meliputi Ir Razali AR, M. Si, dr Taqwallah, M. Kes, Muliyadi, S.Pd, MM, Ir Razuadi, MT, Ir Helvizar Ibrahim, M. Si, Kamaruddin Andalah, S. Sos, M. Si, Drs Safrizal ZA M. Si, Ir Zulkifli MM, Drs Reza Fahlevi, M. Si dan terakhir,. Dr M Jafar SH M. Hum.

Mereka kemudian mengikuti serangakaian tes memperebutkan posisi tiga besar, seperti Uji Kompetensi, LGD (Leadership Group Discussion) hingga pembuatan makalah.

Tepat 10 Januari 2019, Tim Penilai Calon Jabatan Pimpinan Tinggi Madya Sekretaris daerah mengumumkan tiga nama ASN yang lolos seleksi dan memiliki nilai tertinggi, mereka adalah Kamaruddin Andalah, M. Jafar, dan Taqwallah.

Pasca diumumkan tiga besar calon Sekda kemudian muncul berbagai pendapat publik tentang penilaian karakter dan rekam jejak para calon Sekda itu, seperti yang dilontarkan Koordinator Jaringan Survei Inisiatif Saddam Rassanjani.

Menurut Saddam, dua orang calon Sekda Aceh jauh dari urusan hukum, yaitu M. Jafar, M.Hum dan Kamaruddin Andalah.

"Sementara untuk Taqwallah pernah menjadi saksi selama empat kali di KPK, untuk persoalan kasus Dana Otonomi Khusus Aceh. Sementara yang dua lainnya belum pernah berurusan dengan hukum," ucapnya.

Saddam juga menambahkan, untuk M. Jafar, belum pernah mendapatkan jabatan di lingkungan pemerintahan dan belum memiliki akses ke Jakarta, terutama untuk akses ke setiap kementerian.

Namun secara pendidikan M. Jafar lebih tinggi, yaitu telah menyandang gelar doktor dan memiliki komunikasi yang bagus, sama seperti Kamaruddin Andalah juga memiliki komunikasi yang bagus.

Sementara untuk Taqwallah tidak memiliki komunikasi yang bagus, hal itu diketahui saat kami melakukan komunikasi dengan pihak legislatif," kata peneliti yang merupakan jebolan University of Glasgow ini.

Dari semua kandidat, kata Saddam, yang memiliki latar belakang pamong adalah Kamaruddin Andalah, dan hal tersebut merupakan nilai tawar lebih yang membuat Kamaruddin sedikit  diunggulkan.

Begitupun dengan GeRAK Aceh. Dilansir AJNN, Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani mengatakan ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan sosok pejabat untuk menduduki jabatan Sekda Aceh kedepan. Salah satu yang harus diperhatikan adalah memiliki integritas yang baik dan tidak mempunyai konflik kepentingan terhadap pihak manapun, selain keperluan untuk melayani rakyat.

"Orang yang dipilih menjadi Sekda Aceh harus mempunyai integritas yang bagus, dan dipastikan terbebas dari conflict of interest," kata Askhalani kepada AJNN, Sabtu (12/1).

Askhalani menyampaikan, integritas yang dimaksudnya adalah seseorang yang mampu memegang teguh nilai antikorupsi atau tidak pernah diperiksa dalam pokok-pokok perkara tindak pidana korupsi. 

Apalagi sampai berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Orang yang diusulkan jadi sekda harus bebas dari dugaan tindak pidana korupsi, tidak pernah diperiksa dalam pokok perkara tersangka kasus pidana korupsi, tidak pernah berurusan dengan KPK," ujarnya.

Berdasarkan penelusuran Dialeksis.com, Taqwallah pernah bekerja sebagai salah sati deputi di BRR NAD-Nias. Masa kepemimpinan Zaini Abdullah-Muzakir Manaf dia juga mendapat kepecayaan untuk  menduduki sebagai Kepala SKPA, salah satunya Kepala Dinas Kesehatan.

Masa Kepemimpinan Irwandi-Nova, Taqwallah menduduki jabatan sebagai kepala SKPA, Taqwallah sendiri empat kali dipanggil sebagai saksi oleh lembaga anti rasuah itu atas kasus yang menjerat Irwandi Yusuf. 

Tamatan magister kesehatan itu dikenal sebagai dokter umum yang  gesit, pekerja keras dan tegas. Dia juga memiliki kemampuan kontrol monitoring APBA yang baik. 

Sementara M Jafar merupakan akademisi Hukum Unsyiah yang memulai karirnya sebagai Ketua KIP Aceh periode 2005-2007.

Usai mengakhiri tugasnya di KIP Aceh dia dipercaya sebagai tim ahli Pemerintah Aceh yang membidangi persoalan hukum. 

Masa kepemimpinan Irwandi-Nova, M Jafar dipercaya sebagai salah satu asisten di jajaran pemerintah Aceh. Dia menguasai dengan baik administrasi pemerintah daerah dan pemahaman hukumnya sangat baik. Dari ketiga Calon, M Jafar merupakan satu-satunya yang memiliki jenjang pendidikan S3.

Namun, pengalamannya di level pemerintahan masih minim, belum pernah menjabat sebagai kepala dinas teknis sehingga tidak memiliki pengalaman tentang pengelolaan pemerintah secara kelembagaan.   

Terakhir Kamaruddin Andalah. Dia dikenal ahli dibidang pemerintahan dan pernah menempuh Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (sekarang IPDN) dan melanjutkan ke jenjang administrasi Negara. Kemudian mengambil Magister di bidang ilmu politik lokal dan otonomi daerah di UGM.

Mantan Plt Bupati Pidie Jaya ini juga memiliki kemampuan komunikasi yang baik dan memahami regulasi dan aturan terkait tata kelola pemerintahan.

Pengalamannya di pemerintahan tak diragukan lagi, dia pernah menjabat sebagai Kepala Biro Pemerintahan, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk, Kepala BKN Aceh. Dia juga mampu membangun komunikasi yang baik dengan elit politik dan punya relasi yang baik dengan legislatif dan jaringan dengan pemerintah pusat. (red)

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda