kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Dialetika / Pilkada Aceh Diujung Keputusan Pusat

Pilkada Aceh Diujung Keputusan Pusat

Sabtu, 23 Januari 2021 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Ilustrasi Pilkada Serentak [Dok. Liputan6/Yoshiro]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pada hari Senin, 18 Januari 2021, Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh mengeluarkan surat edaran yang ditunjukkan untuk KIP Kabupaten/Kota se-Aceh. Lampiran surat tersebut berisi himbauan untuk menggelar rapat koordinasi finalisasi penetapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Aceh serentak tahun 2022.

Rapat tersebut digelar di aula Kantor KIP Aceh, pada hari Selasa (19/1/2021). Penggelaran rapat dipimpin oleh Ketua KIP Aceh, Samsul Bahri bersama komisioner lainnya, Tharmizi, Munawarsyah, Akmal Abzal, Ranisah, Muhammad, dan Agusni AH. Rapat tersebut berlangsung tertutup dan dimulai dari pukul 14.00 WIB.

Kabarnya, setelah melakukan rapat finalisasi, KIP Aceh bersama KIP Kabupaten/Kota langsung menetapkan tahapan Pilkada Aceh yang berlangsung tahun 2022.

"Insya Allah tidak ada persoalan, tinggal disinergikan dengan pusat nantinya. Itulah permintaan Mendagri kepada Pemerintah Aceh dan DPRA, untuk berkoordinasi agar Pilkada di Aceh tahun 2022 bisa kita jalankan," kata Samsul Bahri sebagaimana dilansir dari Serambi Indonesia, Selasa (19/1/2021).

Keputusan itu diambil KIP Aceh, di tengah belum adanya keputusan dari pemerintah pusat.

Keputusan itu diambil dengan menjadikan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Aceh dan Qanun Aceh Nomor 12 tahun 2016 sebagai alasan. Karena UUPA tersebut merupakan salah satu bentuk keistimewaan yang dimiliki Aceh dalam mengelola sendiri wilayahnya termasuk dalam urusan Pilkada.

Keputusan Pilkada Aceh 2022 mulai berlaku pada tanggal 19 Januari 2021 yang ditandatangani oleh Ketua KIP Aceh, Syamsul Bahri. Adapun pemungutan dan perhitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada 17 Februari 2022. Kemudian perencanaan program dan anggaran ditetapkan pada 16 Juni 2020 - 1 April 2021.  

Laporan tersebut sebagaimana terlampirkan dalam Surat Keputusan Komisi Independen Pemilihan Aceh Nomor: 1/PP.01.2-Kpt/Prov/1/2021. 

Setelah, ketuk palu Pilkada Aceh tahun 2022 disepakati bersama oleh KIP se-Aceh, komentar demi komentar pun berseliweran. Salah satunya datang dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI. Kemendagri dalam hal ini membalas surat yang sebelumnya pernah dikirim Gubernur Aceh ke pemerintah pusat, Rabu (20/1/2021).

Surat tersebut berisi jawaban Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dari surat yang sebelumnya pernah dikirim Pemerintah Aceh pada tanggal 1 Juli 2020 yang lalu.

Dalam surat itu dijelaskan bahwa untuk memberi jaminan pelaksanaan Pilkada Aceh yang aman dan sesuai dengan amanah dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka dipandang perlu untuk melakukan koordinasi lebih lanjut antara pemerintah Aceh, Komisi II DPR RI, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sebagai penyelenggara Pilkada, terkait kebijakan pemerintah untuk pelaksanaan Pilkada Aceh tahun 2022.

Pernyataan itu tertuang dalam surat Kemendagri bernomor 270/6321/SJ yang ditandatangani langsung oleh Mendagri, Muhammad Tito Karnavian. 

Sebelum penggelaran rapat KIP se-Aceh dan ketuk palu Pilkada Aceh 2022, Plt (Pelaksana Tugas) Ketua KPU, Ilham Saputra mengingatkan agar KIP Aceh wajib berkoordinasi dengan KPU RI terkait penyelenggaraan Pilkada Aceh. Hal itu ia ungkapkan saat Dialeksis.com meminta konfirmasi ke Plt Ketua KPU tersebut, Senin (18/1/2021).

"KPU sudah menyampaikan kepada KIP Aceh untuk menunggu proses setelah berkoordinasi dengan DPR RI dan Mendagri," katanya.

Selang sehari setelah KIP Aceh menetapkan jadwal Pilkada Aceh, Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Muhammad Yunus M. Yusuf mengatakan Pilkada Aceh tahun 2022 merupakan harga mati bagi DPRA.

Hal itu ia sampaikan karena ini menyangkut marwah rakyat Aceh sebagaimana termaktub dalam UUPA. 

"Itu harga mati dari DPRA. Bukan cuma masalah gubernur dan wakil gubernurnya, ini masalah kekhususan Aceh. Kan jelas dalam UUPA, Pilkada Aceh lima tahun sekali," kata Yunus kepada Dialeksis.com, Rabu (20/1/2021).

Saat ditanya dari mana sumber anggaran Pilkada, ia menegaskan persiapan anggaran akan disiapkan oleh pihak yang bersangkutan. 

"Pokoknya ada lah. Begitu ada persiapan tahapan kan, orang ini sudah sedia anggaran. Ini masalah rumah tangga orang," ungkap Yunus. 

Sebelumnya, Anggota Komisi II DPR RI, Nasir Djamil kepada awak media pernah menyampaikan agar KIP Aceh berkoordinasi dengan pemerintah pusat, sedangkan Kemendagri sendiri juga telah mengirimkan surat ke Gubernur Aceh dengan nada kurang lebih sama dengan apa yang disampaikan Nasir. 

Terkait hal itu, Yunus menegaskan, itu hak Nasir bicara sesuka hati. Untuk masalah bicara, kata Yunus, silahkan saja.

Akan tetapi, Yunus menegaskan, Aceh tidak wajib menunggu arahan dari pemerintah pusat terkait Pilkada 2022. Yang tertulis dalam surat Kemendagri, kata dia, adalah meminta Aceh berkoordinasi dengan pemerintah pusat.

Ia mengabarkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan pemerintah pusat setelah urusan tahapan Pilkada Aceh selesai. Adapun koordinasi yang ia maksud adalah memberitahu pihak pusat bahwa Aceh menjalankan Pilkada sesuai amanat UUPA. 

"Kita akan tetap koordinasi dengan Mendagri, akan Koordinasi dengan KPU, kita juga akan Koordinasi dengan DPR RI. Tapi, kita koordinasi setelah urusan tahapan selesai. Kita langsung jalan, koordinasi kita itu memberi tahu mereka kalau Aceh menjalankan sesuai amanat UUPA," katanya. 

Ia juga menegaskan, kekhususan wilayah Aceh harus diakui NKRI, apapun ceritanya. 

Selain itu, Yunus juga meminta anggota DPR RI perwakilan Aceh, Nasir Djamil supaya berargumen lebih menjurus ke Aceh. 

"Beliau kan memberi istilah KIP Aceh seolah-olah kucing nggak mungkin jadi harimau. Sejarah kan mencatat, duluan ada KIP Aceh ketimbang ada KPU," katanya. 

"Kalau pun nggak ada kucing kan harimau itu kan nggak bisa manjat pohon, yang mengajari harimau manjat pohon itu kan kucing. Cuman kucing tau harimau itu ganas, dia lupa sama orang yang mengajarinya. Makanya dia nggak mengajari cara turunnya, hati-hati tuh," tambahnya. 

Ketua Komisi I DPRA itu berpesan kepada semua komponen masyarakat berserta para awak media untuk bersatu dan pro pada masalah kekhususan Aceh. 

"Kita jangan ngomong suka-suka kita lah. Kita harus ingat, 2027 itu dana otsus mau dipangkas, akan habis kita. APBA Aceh nanti akan ke 8 T atau 6 T. Bayangkan itu.16 T saja sudah begini hancur ekonomi rakyat Aceh, bayangkan nanti 8 T atau 6 T," katanya.

Jika pemerintah pusat menolak usulan Aceh Pilkada tahun 2022, Yunus dengan tegas menjawab, masyarakat jangan berandai-andai. 

"Kita jangan berandai-andai KPU nggak mau atau apalah. Belum tentu, kami aja DPRA belum berkoordinasi dengan mereka. Dan kita kesana bukan meminta izin, tapi kita memberi tahu mereka," ujarnya.

Andai kata pemberitahuan Aceh Pilkada tahun 2022 ditolak pemerintah pusat, kata dia, pemilihan sikap Pilkada Aceh akan dikembalikan kepada rakyat Aceh. 

"Kami ini perwakilan rakyat Aceh. Kami bekerja sesuai tupoksi kami. Jika, nanti kami kembalikan kepada rakyat, ya terserah rakyat. Kami kan sudah berjuang," jelasnya. 

Ia menegaskan, kekhususan wilayah Aceh bukan hadiah dari NKRI tetapi itu perjuangan rakyat Aceh, maka harus dihormati oleh semua pihak. 

"Kami rakyat Aceh, masalah kekhususan Aceh itu harga mati. Bukan cuma Pilkada masalah lain juga sama, tolong dihargai semua pihak," ujarnya. 

"Lahirnya MoU Helsinki dalam UUPA harus dipahami semua orang bahwa itu bukan hadiah, itu perjuangan. Yang diperjuangkan oleh orang-orang Aceh, berdarah-darah masalahnya," tambahnya. 

Yunus berharap, agar seluruh elemen masyarakat bersatu padu pada kekhususan Aceh dan apa yang telah menjadi hak rakyat. 

"Kita berharap semoga rakyat selalu bersama kita memperjuangkan apa yang jadi hak rakyat Aceh," pungkasnya.

Pada hari yang sama setelah Dialeksis.com menghubungi Ketua Komisi I DPRA, KIP Aceh dan Komisi I DPRA juga menggelar rapat koordinasi terkait Hasil Pleno penetapan tahapan Pilkada Aceh serentak tahun 2022.

Dalam rapat itu, Ketua KIP Aceh, Dr Samsul Bahri mengatakan bahwa KIP Aceh tak punya cukup anggaran. Oleh karena itu, ia memohon dukungan dari DPRA. 

"Tugas kami adalah menjalankan perintah UU, kami KIP Aceh yang menetapkan Pilkada di Aceh dan perintah inilah yang harus kami jalankan, tanpa diundang pun kami juga akan hadir untuk menyerahkan Hasil Pleno. Kepada bapak pimpinan DPRA, bantu kami agar apa yang kami lakukan ini tidak berhenti sampai di sini," kata Samsul dalam rapat koordinasi Hasil Pleno penetapan tahapan Pilkada Aceh serentak tahun 2022 di ruang rapat Komisi I DPRA, Rabu (20/1/2021).

Merespon permintaan KIP Aceh terhadap biaya operasional Pilkada Aceh tahun 2022, Wakil Ketua DPRA, Hendra Budian dalam rapat yang sama mengatakan, DPRA telah berkomunikasi dengan Pemerintah Aceh. Anggaran Pilkada disimpan di Belanja Tak Terduga (BTT) dalam Kas Daerah. 

"Nilai yang diusulkan KIP Aceh untuk penyelenggaraan adalah sekitar 216 Milyar, sedangkan kita ada BTT sebesar 300 Milyar dan ada juga Kas Daerah karena kepentingan ini amanat UU, saya rasa tidak ada masalah," kata Hendra.

Akan tetapi, penggunaan dana BTT untuk biaya operasional Pilkada Aceh mendapat kontra dari salah seorang akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Syiah Kuala (USK), Dr Syukriy Abdullah.

Ia menyebutkan anggaran untuk Pilkada Aceh boleh di plot dari dana BTT asalkan diubah nama atau direvisi di Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) menjadi dana Hibah.  

"Kalau misalnya mereka mau ngasih ke KIP Aceh 216 M, berarti anggaran untuk BTT di revisi dulu. Kurangi anggaran di BTT 216 M, tambah ke Hibah 216 M," sebut Syukriy saat dihubungi Dialeksis.com, Kamis (21/1/2021).

Ia berujar, DPRA tidak boleh mengalokasikan anggaran untuk biaya operasional atas nama dana BTT. 

Syukriy menjelaskan, dana untuk Pilkada bentuknya dana Hibah. Oleh karena itu, lanjut dia, jika DPRA mau mengalokasikan anggaran BTT untuk KIP Aceh sebagai biaya operasional Pilkada, maka BTT harus dikurangi jumlahnya dan dana Hibah ditambah.

Ia juga mengatakan, KIP Aceh tak bisa mengintervensi dengan jumlah dana yang mereka dapatkan untuk proses pelaksanaan Pilkada, karena dalam hal ini posisi KIP Aceh pada anggaran Pilkada adalah sebagai pengusul atau peminta anggaran. 

Merujuk pada kondisi saat ini, jajaran Legislatif, Eksekutif, dan KIP masing-masing daerah sangat antusias dan semangat menjalankan Pilkada Aceh secara serentak tahun 2022. Akan tetapi, kobaran semangat yang membara itu dinilai akan padam dengan terhambatnya anggaran dana Pilkada sendiri.

Karena sebelumnya, Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani telah meminta kepada seluruh Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp 15 Triliun secara nasional. Anggaran tersebut diminta untuk menjalankan program vaksinasi Covid-19 yang diperkirakan mencapai Rp 74 Triliun.

Dalam artian plot anggaran untuk Pilkada Aceh sudah tersedot habis untuk penanganan vaksinasi Covid-19. Akan tetapi, ketersediaan anggaran Pilkada sangat bergantung pada daerahnya. banyak cara lain agar KIP Aceh mendapatkan dana operasional Pilkada. Tapi sangat tergantung kesepakatan Legislatif dan Eksekutif.

Selain itu, ada juga masalah seperti banyak kabupaten/kota yang belum plot anggaran dana Pilkada seperti Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie Jaya, Aceh Tenggara, Aceh Singkil, Bireuen, Aceh Timur, Langsa, dan beberapa kabupaten/kota lainnya. 

Ada juga beberapa daerah yang sudah menganggarkan dana untuk Pilkada, tapi jumlahnya belum memadai. Hanya beberapa kabupaten/kota yang sudah menyediakan anggaran yang relatif besar. Padahal, sesuai dengan Keputusan KIP Aceh bahwa tahapan Pilkada serentak di Aceh akan dimulai pada 1 April mendatang.

Dialeksis.com kemudian mencoba menghimpun beberapa perkembangan KIP kabupaten/kota terkait alokasi dana untuk Pilkada serentak. 

Salah satunya adalah Kabupaten Aceh Jaya. Di kabupaten tersebut, Ketua KIP Aceh Jaya, Iswar mengatakan Pemkab Aceh Jaya telah mengalokasikan dana Pilkada akan tetapi ia tidak tahu pasti berapa nominal angka yang dianggarkan oleh Pemkab tersebut ke KIP setempat.

Ia mengaku akan melakukan koordinasi dan pertemuan dengan pemerintah setempat guna membahas anggaran yang dibutuhkan dan yang dikucurkan daerah untuk menyukseskan pilkada serentak itu.

Sementara di Aceh Timur, Pemkab Aceh Timur belum mengalokasikan dana untuk KIP Aceh Timur. Hal itu sebagaimana telah dikonfirmasi langsung dengan Ketua KIP Aceh Timur, Nurmi.

Sejauh ini, jelas Nurmi, KIP Aceh Timur, belum memiliki dana untuk melaksanakan tahapan Pilkada. Karena Pemkab Aceh Timur belum bisa menganggarkan dana tanpa ada dasar hukum yang jelas.

“Karena itu, setelah jadwal tahapan Pilkada nantinya kami tetapkan. Selanjutnya, nanti kami akan menyerahkannya kepada Pemkab Aceh Timur, sekaligus inilah dasar awal Pemkab mengalokasikan anggaran untuk tahapan Pilkada di Aceh Timur, karena secara peraturan dana Pilkada menjadi beban daerah masing-masing,” ungkap Nurmi sebagaimana dilansir dari Serambinews.com, Rabu (20/1/2021).

Sedangkan di wilayah Kabupaten Bener Meriah, Ketua KIP Bener Meriah, Khairul Akhyar mengatakan, dalam waktu dekat ini KIP Bener Meriah akan melaksanakan rapat pleno penetapan tahapan dan jadwal penyelenggaraan pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati tahun 2022.

"Mengenai anggaran Pilkada, kami selaku penyelenggara menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah dan DPRK," kata Khairul Akhyar sebagaimana dilansir dari Serambienews.com, Rabu (20/1/2021).

Lalu, di Pidie, Ketua KIP Pidie, Fuadi mengaku akan segera menyerahkan Surat Keputusan (SK) tahapan pilkada kepada pemerintah dan DPRK setempat.

"Mudah-mudahan setelah SK tahapan diserahkan pemerintah bisa mengalokasikan dananya untuk Pilkada 2022. Kita berharap ini cepat tertangani," kata Fuadi sebagaimana dilansir dari metropolis.id, Rabu (20/1/2021).

Masih tersendatnya anggaran dana Pilkada untuk beberapa KIP kabupaten/kota akan berdampak pada terhambatnya pelaksanaan Pilkada serentak di Aceh tahun 2022.

Alasan kenapa minimnya pemerintah kabupaten/kota menganggarkan dana ialah karena hingga APBK 2021 disahkan, tak ada kepastian hukum dan keputusan tentang jadwal Pilkada. 

Penganggaran yang tak mencakup usulan KIP Aceh bisa berdampak buruk pada proses perjalanan tahapan Pilkada Aceh ke depan. 

Namun, seperti kata pepatah, "masih banyak jalan menuju Roma" dalam artian ada beragam cara agar anggaran dana ke KIP Aceh tetap teralokasikan secara sempurna.

Diantara cara yang bisa ditawarkan ialah dengan pemakaian dana BTT yang dirubah sifat ke dalam bentuk dana Hibah sebagaimana yang dijelaskan oleh akademisi FEB USK tadi.

Akan tetapi, hal itu akan beresiko pada penyiapan dana daerah ketika terjadi peristiwa tak terduga di Aceh seperti bencana alam, konflik keamanan dan sebagainya. 

Jadi, jika tetap ingin memakai dana tersebut, Pemerintah Aceh harus menyewa seorang peramal yang mampu memprediksi bahwa Aceh ke depan akan aman sentausa dan tak akan terjadi peristiwa-peristiwa tak terduga.

Kemudian, tawaran lainnya ialah dengan pemangkasan gaji DPRA untuk dialokasikan ke KIP Aceh agar pelaksanaan Pilkada Aceh secara serentak tahun 2022 terlaksana secara, aman, damai dan tak terhambat.

Namun, yang menjadi pertanyaannya, apakah DPRA mau gajinya dipangkas? Hmm... besok kita tanya! (Akhyar)

Keyword:


Editor :
Fira

riset-JSI
Komentar Anda