Beranda / Liputan Khusus / Dialetika / Palu Belum Diketuk, Putusan Sudah Membuat Gaduh

Palu Belum Diketuk, Putusan Sudah Membuat Gaduh

Selasa, 30 Mei 2023 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo

DIALEKSIS.COM | Dialektika - Majelis hakim belum mengetuk palu, memutuskan sebuah perkara. Namun negeri ini sudah dibuat gaduh, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) sudah viral.

Tidak terima dengan kegaduhan itu, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengeluarkan “jurus”, meminta aparat kepolisian memeriksa Denny Indrayana yang sudah menyebarkan “putusan” MK.

Mahfud MD menilai ini sudah membocorkan rahasia negara. Sementara di lain sisi, pihak MK sendiri tidak mau ambil pusing soal ini, karena pihaknya baru 31 Mei 2023 mengumpulkan kesimpulan persidangan, baru kemudian diputuskan.

Pemicu kegaduhan di Bumi Pertiwi ini juga bukan orang sembarangan, Mantan Wamenkumham, Denny Indrayana telah memantik api, dia menyebutkan Mahkamah Konstitusi (MK) bakal memutuskan Pemilu kembali menggunakan sistem proporsional tertutup.

Bagaimana akhir dari kegaduhan ini, Mahfud MD meminta Polisi mengusut kasus ini. Kapolri juga memberikan reaksi, bagaimana keseriusan pihak kepolisian dalam mengusut kasus ini? Mengapa Denny berani menyampaikan ke publik tentang bocoran putusan MK, lantas bagaimana tangapan pihak MK dalam persoalan ini? Dialeksis.com merangkumnya.

Menjadi pembahasan hangat soal putusan MK yang akan kembali memberlakukan pemilihan umum (Pemilu) dengan mencoblos partai seperti pada masa Orba. Hembusan angin itu sudah ditebarkan Denny Indrayana.

Seperti dilansir Viva.com, mantan Wamenkumham, Denny Indrayana menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) bakal memutuskan Pemilu kembali menggunakan sistem proporsional tertutup.

Hal tersebut diungkap oleh Denny melalui akun sosial media Instagram pribadinya @dennyindrayana99 pada Minggu, 28 Mei 2023. Denny juga mengaku mendapat sumber informasi dari orang terpercaya.

"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting," kata Denny.

"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," sambungnya.

Denny juga membuat pernyataan yang panas, dia menyebutkan, Indonesia kembali ke dalam sistem Pemilu Orba dengan otoritarian dan koruptif. Denny menyebut pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bermasalah dan dihadiahi perpanjangan jabatan selama satu tahun.

"KPK dikuasai, pimpinan cenderung bermasalah yang dihadiahi gratifikasi perpanjangan jabatan 1 tahun," katanya.

"PK Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, atas Partai Demokrat, diduga ditukarguling dengan kasus korupsi mafia peradilan di MA. Jika Demokrat berhasil "dicopet", istilah Gus Romi PPP, maka pencapresan Anies Baswedan hampir pasti gagal. Masihkah ada harapan? Yang pasti terus ikhtiar berjuang, sambil menanti kemukjizatan," sambungnya.

Pernyataan yang mengejutkan, benarkah? Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono mengaku belum mengetahui informasi hasil keputusan soal Pemilu 2024. "Saya belum tahu," ujarnya.

Adapun, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah mengumumkan sidang pemeriksaan JR soal sistem pemilu telah selesai dilaksanakan.

Dalam waktu dekat, MK rencananya akan memutuskan nasib sistem Pemilu 2024, apakah menggunakan tetap proporsional terbuka atau kembali proporsional tertutup.

“Ini adalah sidang terakhir,” kata Wakil Ketua MK, Saldi Isra dalam sidang terbuka yang disiarkan chanel YouTube MK.

Juru bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono enggan menangapi lebih jauh soal pernyataan Denny Indrayana yang membocorkan putusan terkait gugatan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sistem Proporsional Terbuka.

Fajar enggan mengonfirmasi pernyataan Denny yang menyebut MK akan mengabulkan sistem Pemilu kembali menjadi proporsional tertutup alias coblos partai. Fajar menyebut kebenaran dari informasi itu harus dipertanyakan kepada Denny.

Menurutnya, MK baru akan menerima kesimpulan dari berbagai pihak pada 31 Mei mendatang. Setelah itu, MK akan membahasnya untuk kemudian mengambil keputusan.

"Yang pasti, tanggal 31 Mei mendatang baru penyerahan kesimpulan para pihak, setelah itu, perkara dibahas dan pengambilan keputusan oleh Majelis Hakim," jelasnya.

Artinya belum ada keputusan, baru pada 31 Mei ini penyerahan kesimpulan, namun Denny sudah membuat publik geger, dia mengakui putusan MK akan kembali ke masa Orba, hal itu sesuai dengan indformasi yang didapatnya.

Gugatan atas beberapa pasal di UU 7/2017 tentang Pemilu yang saat ini masih diuji di MK, dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022. Gugatan itu diajukan oleh enam orang, yakni Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono mengajukan uji materi UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka.

Jika gugatan uji materi tersebut dikabulkan oleh MK, maka sistem Pemilu 2024 mendatang akan beralih kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. Dengan sistem ini para pemilih hanya akan disajikan logo parpol pada surat suara, bukan nama kader partai yang mengikuti Pileg.

Dari sembilan partai di parlemen, hanya PDIP yang mendukung diterapkan sistem coblos partai. Sedangkan delapan fraksi lainnya mulai dari Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PAN, PKS, Demokrat, dan PPP menolak wacana tersebut.

Pernyataan Denny telah membuat Mahfud MD, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD tidak terima dengan pernyataan itu. Mahfud MD meminta aparat kepolisian menyelidiki Denny Indrayana yang sudah menyebarkan “putusan” MK.

Mahfud MD melalui akun Twitter @mohmahfudmd menanggapi pernyataan eks wakil menteri hukum dan hak asasi manusia (wamenkumham).

"Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah," kata Mahfud, Senin (29/5/2023).

Mahfud menyebutkan, putusan MK sedianya tidak boleh dibocorkan sebelum dibacakan. Putusan MK tersebut menjadi rahasia ketat sebelum dibacakan.

"Putusan MK itu menjadi rahasia ketat sebelum dibacakan, tapi harus terbuka luas setetalah diputuskan dengan pengetokan palu vonis di sidang resmi dan terbuka," kata Mahfud.

Sebagai Menko PolhukamMahfud mengakui tidak berani meminta isyarat apalagi bertanya tentang vonis selama menjabat. Dia juga mendesak MK dapat menyelidiki sumber informasi dari Denny Indrayana tersebut.

"Saya yang mantan ketua MK saja tak berani meminta isyarat apalagi bertanya tentang vonis MK yang belum dibacakan sebagai vonis resmi. MK harus selidiki sumber informasinya," ujar Mahfud.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mendapat instruksi langsung dari Menko Polhukam, menentukan sikap dalam mengendus persoalan ini.

“Sesuai dengan arahan beliau (Mahfud MD), untuk melakukan langkah-langkah penyelidikan, untuk membuat terang tentang peristiwa yang terjadi,” ujar Kapolri kepada wartawan di Hotel Westin, Kuningan, Jakarta Selatan,Senin (29/5).

Menanggapi instruksi Mahfud MD, Kapolri bersama jajarannya saat ini sedang berkoordinasi untuk menentukan rencana tindak lanjut kasus tersebut.

“Kami saat ini sedang merapatkan untuk langkah-langkah yang bisa kita laksanakan untuk membuat semuanya menjadi jelas,” tuturnya.

Menurut Kapolri, pihaknya saat ini sedang mengkaji apakah ada atau tidaknya unsur pidana dalam dugaan pembocoran putusan MK tersebut.

Apakah keputusan MK akan menetapkan proporsional terbuka atau kembali pada masa lalu dengan system tertutup? Apakah tetap berbasis daerah pemilihan (dapil) dan suara terbanyak seperti Pemilu 2019, ataukah nomor urut seperti sistem pemilu Orde Baru hingga awal reformasi dulu.

Para kontestan Pemilu 2024 nanti susah menyerahkan daftar nama para bakal calon legislatif (Bacaleg). Nama-nama Bacaleg mengacu sistem terbuka. Bagaimana kalau putusan MK nantinya menjadikan Pemilu 2024 dengan system tertutup, akan berdampak besar bagi peserta Pemilu.

Partai akan merombak daftar nama bacaleg yang sudah diserahkan. Akan membuat suasana di Parpol “panas dingin”. Bagaimana system Pemilu 2024 ini, kita tunggu saja apa yang akan diputuskan MK. [**]


Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda