DIALEKSIS.COM | Dialektika - Kabupaten Nagan Raya kini mengusung visi ambisius: membangun pelabuhan laut bertaraf internasional di pesisir Samudra Hindia. Bupati Teuku Raja Keumangan (TRK) menegaskan bahwa posisi Nagan Raya di barat daya Aceh adalah “aset strategis yang belum dimanfaatkan optimal.”
Ia membayangkan pelabuhan baru ini sebagai pintu gerbang ekspor-impor langsung ke pasar global “ Asia Selatan, Asia Tenggara, bahkan ke Afrika dan Australia.
“Pembangunan pelabuhan laut internasional di Nagan Raya bukan hanya kebutuhan daerah, tapi juga langkah maju Indonesia dalam mengukuhkan perannya di jalur pelayaran global,” ujar TRK.
Pelabuhan ini diharapkan mendiversifikasi rute ekspor, melepaskan ketergantungan pada satu atau dua pasar. Letaknya yang berdekatan dengan Selat Malaka dan perairan Andaman memperkuat prospek strategisnya. Dengan konektivitas baru lintas-benua, Nagan Raya disiapkan menjadi simpul logistik utama di pantai barat Indonesia.
Dampak Ekonomi
Pemerataan ekonomi lokal dan peningkatan pendapatan daerah menjadi sorotan utama proyeksi manfaat pelabuhan ini. Teuku Raja Keumangan optimis biaya logistik pengiriman barang akan tertekan drastis, sehingga produk unggulan lokal; seperti kelapa sawit, kopi, nilam, dan emas menjadi lebih kompetitif di pasar ekspor.
“Jika logistik kita efisien, maka ekspor kita makin kompetitif. Ini akan berdampak langsung pada peningkatan pendapatan daerah dan devisa negara,” jelas TRK.
Tokoh Aceh lain sepemikiran anggota DPRA Nurchalis memperkirakan jika Aceh memiliki dua pelabuhan representatif (misalnya Nagan Raya dan Sabang), pendapatan daerah bisa mencapai hampir Rp 500 miliar per tahun estimasi umum.
Menurut Nurchalis, pengaktifan pelabuhan laut tidak hanya menaikkan pendapatan, tetapi membuka lapangan kerja baru dan menstimulasi kenaikan harga komoditas petani setempat. Angka - angka ini menegaskan potensi ekonomi besar di balik proyek pelabuhan internasional Nagan Raya.
Manfaat Sosial bagi Masyarakat
Pembangunan pelabuhan juga ditargetkan mendongkrak kesejahteraan masyarakat lokal. Rencana ini diyakini menghidupkan sektor maritim dan perikanan di Barsela (Barat Selatan Aceh), serta mendorong pertumbuhan subsektor pertanian dan perkebunan. “Pelabuhan ini bisa menjadi lokomotif pembangunan baru yang menghidupkan potensi daerah, mulai dari sektor maritim, perikanan, pertanian, hingga perdagangan lintas negara,” kata Nurchalis.
Komitmen pemberdayaan masyarakat juga ditekankan pemerintah daerah. Menurut TRK, program pelatihan kerja dan alokasi tenaga lokal akan dibangun sejak dini. “Kami ingin pembangunan ini dirasakan secara adil dan merata. Masyarakat lokal harus menjadi bagian dari ekosistem ekonomi baru ini, bukan sekadar penonton,” ujarnya.
Dengan demikian, diharapkan warga setempat mendapat akses langsung ke peluang kerja dan pendapatan yang tercipta dari aktivitas pelabuhan.
Komparasi dengan Pelabuhan Lain di Barat Indonesia
Pelabuhan Teluk Bayur di Padang, Sumatera Barat, sudah lama menjadi gerbang ekspor-impor utama Sumbar. Pelabuhan ini menangani sekitar 2.000 kapal per tahun, menghubungkan Sumbar dengan pasar India, Korea, China, dan AS.
Contoh keberhasilan pelabuhan regional dapat dilihat di Teluk Bayur (Sumbar) dan Kuala Tanjung (Sumut). Teluk Bayur telah dirombak total sejak 2013 melalui investasi ~Rp1,76 triliun untuk infrastruktur modern.
Pembangunan Terminal Peti Kemas pertama di Sumbar meningkatkan arus barang, mengoptimalkan komoditas unggulan seperti CPO, batu bara, pupuk, dan semen. Hasilnya, antrean kapal yang sempat berminggu-minggu tertangani lebih efisien “ ujungnya mempercepat laju ekonomi regional.
Pelabuhan Kuala Tanjung di Sumatera Utara adalah pelabuhan baru dengan kawasan industri terintegrasi seluas 3.400 hektar. Proyek ini mendapat perhatian pelaku global (Zhejiang, Port of Rotterdam). Kuala Tanjung di Sumatera Utara adalah contoh lain. Area seluas 3.400 ha dibangun sebagai port dan industrial estate terintegrasi.
Hingga Rp12 triliun investasi dialokasikan untuk mengembangkan fasilitas dengan kapasitas hingga 7,5 juta TEUs. Pelindo I sudah menjalin kerja sama dengan dua investor asing besar (Zhejiang Seaport Group dan Port of Rotterdam) dalam proyek ini.
Keberadaan Kuala Tanjung diharapkan menggerakkan ekonomi Sumut menarik industri pengolahan dan memperpendek jalur ekspor impor. Sementara itu, di Aceh sendiri Pelabuhan Sabang dicanangkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Kebijakan bebas cukai dan bea masuk untuk barang impor di Sabang bertujuan menarik investasi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi Aceh. Letak Sabang di ujung Selat Malaka sangat strategis untuk perhubungan regional.
Pemerintah Aceh bahkan menjajaki investasi asing (misalnya kerja sama dengan perusahaan UEA) untuk mengembangkan fasilitas logistik di Sabang. Semua contoh ini menunjukkan bagaimana pelabuhan“pelabuhan serupa menggerakkan ekonomi lokal dan memperkuat posisi Indonesia di peta perdagangan global.
Komitmen Keberlanjutan
Pembangunan pelabuhan Nagan Raya dirancang dengan memperhatikan lingkungan dan sosial. TRK menegaskan semua tahapan proyek akan berlandaskan prinsip pembangunan berkelanjutan. Misalnya, program rehabilitasi hutan mangrove dan pengelolaan pesisir berkelanjutan sudah dipersiapkan paralel dengan pembangunan fisik pelabuhan.
Keanekaragaman hayati laut - darat juga akan dijaga agar ekosistem pesisir sebagai penyangga kehidupan masyarakat tidak terganggu. Dari sisi sosial, pemerintah daerah akan memastikan transfer keahlian dan pelatihan vokasi bagi warga setempat sebelum lapangan kerja pelabuhan hadir.
TRK menegaskan, “membangun ekonomi baru ini harus dirasakan secara adil”; masyarakat lokal harus menjadi pelaku aktif, bukan penonton. Bupati bahkan mengusulkan agar proyek ini menjadi prioritas strategis nasional, sehingga dukungan regulasi dan pendanaan pusat bisa mengalir.
Dengan pendekatan ini, pelabuhan internasional Nagan Raya diharapkan tumbuh selaras dengan kepentingan ekologi dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Dukungan Politik dan Masyarakat
Rencana besar ini mendapat dukungan luas baik di pemerintahan maupun dari tokoh masyarakat. Teuku Raja Keumangan telah menjadwalkan pertemuan khusus dengan Gubernur Aceh untuk membahas pengembangan pelabuhan.
Di parlemen provinsi, tokoh Barsela seperti Nurchalis Ketua Fraksi NasDem DPRA menyambut gagasan Bupati dengan antusias. Nurchalis menyebut ide pelabuhan ini “cemerlang” dan memuji visinya yang dinamis.
Ia menegaskan manfaatnya tak hanya bagi Nagan Raya, tetapi seluruh kawasan Barat Selatan Aceh yang selama ini sering ketinggalan. “Dengan pelabuhan internasional, Nagan Raya akan menjadi simpul logistik dan kawasan industri strategis di wilayah barat Indonesia,” imbuhnya.
Dukungan semacam ini memperkuat harapan bahwa pelabuhan Nagan Raya dapat direalisasi. Seluruh elemen lokal berharap proyek ini didukung pemerintah pusat sebagai program nasional, agar manfaatnya dirasakan lebih luas. Jika terwujud, pelabuhan internasional Nagan Raya diharapkan menjadi katalisator baru yang menghidupkan ekonomi daerah, membuka lapangan kerja, sekaligus memperkokoh posisi Indonesia dalam perdagangan global.
Pendapat lain disampaikan Dr. Rustam Effendi, S.E., M.Econ, pengamat ekonomi dari Universitas Syiah Kuala. Menurut Rustam Effendi, wacana pembangunan pelabuhan internasional di Aceh khususnya di wilayah Barsela (Barat Selatan Aceh) sangat positif karena menjadi “mesin pertumbuhan ekonomi” Aceh.
Ia berpendapat pelabuhan baru dapat menopang ekspor-impor komoditas unggulan (misalnya hasil pertanian, perkebunan, dan perikanan Aceh) ke pasar global. Rustam mencontohkan bahwa dengan adanya pelabuhan, komoditas seperti pertanian dan perikanan Aceh dapat diekspor, misalnya memasok kebutuhan pasar Timur Tengah secara bertahap. Pada awalnya berupa bahan mentah (raw materials) dan berkembang menjadi produk olahan. Keberadaan pelabuhan ini diyakininya akan menjadi pendorong bagi percepatan program hilirisasi, terutama di kawasan Barsela.
Untuk itu, ia juga menekankan perlunya kepastian hukum dan kolaborasi pemerintah pusat-daerah agar proyek berjalan lancar. Menurut Rustam, keberadaan pelabuhan bertaraf internasional pasti akan berefek ganda (multiplier effects). Menumbuhkan ekonomi wilayah pedalaman (termasuk Nagan Raya) dan membuka banyak lapangan kerja bagi masyarakat lokal.
Hal serupa disampaikan Muhammad Iqbal alias Iqbal Piyeung Ketua Kadin Aceh. Menurutnya melihat pantai barat selatan Aceh benar - benar “emas tertidur” karena kaya migas dan pertambangan. Ia menekankan pentingnya konektivitas antar-daerah untuk mengembangkan wilayah ini.
Menurut Iqbal, Nagan Raya berpotensi menjadi sentral ekonomi wilayah karena sudah memiliki sarana pelabuhan, lahan luas, dan sumber daya manusia yang siap memanfaatkan peluang. Ia mendorong kolaborasi lintas kabupaten, agar kekayaan alam Barsela (migas, tambang, perkebunan, perikanan) dapat diolah bersama demi kemajuan ekonomi Aceh. Dengan sudut pandangnya, pengembangan pelabuhan di Nagan Raya menjadi salah satu kunci membuka potensi besar tersebut.
Hasil dari pencermatan Kadin Aceh pelabuhan laut baru berstandar internasional di Nagan Raya diperkirakan menumbuhkan ekonomi lokal dan regional. Pelabuhan ini akan mempermudah ekspor komoditas unggulan Aceh (misalnya kelapa sawit, kopi, nilam, karet, emas, giok) ke pasar internasional. Akses langsung ini menekan biaya logistik dan meningkatkan daya saing produk Aceh di pasar dunia. Dengan logistik lebih efisien, ekspor Aceh diharapkan meningkat, berdampak pada pertumbuhan pendapatan daerah dan devisa negara.
“Selain itu, pembangunan pelabuhan dan industri hilir (pertambangan, perkebunan) di sekitarnya akan menciptakan banyak lapangan kerja baru bagi masyarakat lokal,” pungkas Ketua Kadin Aceh.