Memperjuangkan Nasib Pamhut Menjaga Hutan Aceh
Font: Ukuran: - +
Reporter : Baga
Ilustrasi petugas hutan (pamhut). Foto: Serambinews.com/Zubir
DIALEKSIS.COM| Dilalektika - Hutan Aceh sumber paru-paru dunia, sangat menentukan kelangsungan hidup manusia. Namun menjaganya sangat sulit, masih ada tangan-tangan jahil yang merusaknya, menciptakan kehancuran demi kepentingan pribadi.
Saat ada petugas yang melakukan pengamanan dan pengawasan di lapangan, hutan Aceh masih ada pihak yang “membantainya”. Apalagi ketika petugas pengaman hutan diperkecil, akan dipangkas, bukankah aksi pembantaian akan merajalela?
Hutan di Aceh harus diselamatkan, nasib Petugas Hutan (Pamhut) harus diperjuangkan. Pemda Aceh berwacana pada November tahun ini akan mengeluarkan kebijakan untuk pengurangan Pamhut. Bagaimana masa depan hutan Aceh dan Pamhut bila hal ini diberlakukan?
Banyak pihak yang menaruh perhatian besar terhadap nasib pejuang lingkungan hidup ini yang berjibaku di lapangan. Bagaimana perhatian mereka terhadap masa depan Aceh dan nasib Pamhut? Dialeksis.com merangkumnya.
Tim Pengamanan Hutan (Pamhut) di Provinsi Aceh memberikan kontribusi cukup baik dalam melindungi dan memelihara keberlanjutan hutan Aceh. Ada 1.687 anggota Pamhut yang tersebar di seluruh Aceh, mereka menjaga dan mengamankan lahan hutan seluas 3,5 hektar dengan penuh dedikasi dan keberanian.
Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh, Prof. Dr. Abubakar mengatakan, penting peran Pamhut dalam ekosistem Aceh. Ia menekankan perlunya perhatian serius dari pemerintah terhadap Pamhut, serta potensi besar yang dapat dihasilkan oleh tenaga mereka dalam menjaga kelestarian hutan-hutan Aceh.
"Pemerintah perlu memberikan perhatian yang lebih besar dan memaksimalkan tenaga Pamhut ini, karena kontribusi yang mereka berikan sangat berdampak pada keamanan dan kelangsungan hutan di Aceh. Hutan-hutan kita bukan hanya sumber kekayaan alam, tetapi juga habitat bagi beragam flora dan fauna yang perlu dilindungi,” kata pria yang akrab disapa Prof Abu ini.
Menurutnya Pamhut telah menjadi garda terdepan dalam melawan ancaman kerusakan hutan yang dapat merusak lingkungan dan dampaknya terhadap iklim global.
Dengan memiliki anggota yang tersebar di seluruh wilayah Aceh, Pamhut mampu mendeteksi, mengatasi, dan mencegah kegiatan ilegal seperti illegal logging, perburuan liar, dan aktivitas merusak lainnya yang dapat mengancam ekosistem hutan.
Dalam menghadapi berbagai tantangan yang terus berkembang, pemerintah Aceh diharapkan untuk terus berinvestasi dalam peningkatan kualitas anggota Pamhut melalui pelatihan, peralatan yang memadai, serta dukungan finansial yang memadai.
“Keberhasilan Pamhut dalam menjaga kelestarian hutan Aceh memiliki implikasi positif yang melampaui batas wilayah, berkontribusi pada upaya pelestarian bumi secara keseluruhan,” katanya.
Lebih lanjut Prof Abu mengatakan, dalam rangka mencapai tujuan tersebut, peran serta masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dan para pemangku kepentingan lainnya juga menjadi kunci.
“Pentingnya Pamhut dalam menjaga hutan Aceh tidak bisa diabaikan. Dengan kesadaran akan keberhargaan lingkungan alam dan ekosistem yang ada, pemerintah dan masyarakat Aceh dapat bersama-sama mewujudkan visi keberlanjutan yang lebih baik bagi wilayah ini,” sebut Prof. Abubakar.
Apa yang dikatakan Prof Abubakar, bagaikan diamini oleh petugas hutan. Menurut Achmad Zaki atau sering disapa Jack, salah seorang Pamhut mengungkapkan kondisi miris menjadi pejuang penyelamatan hutan.
Jack mengatakan, Pamhut memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga kelestarian hutan dan lingkungan di Aceh. Pamhut bertanggung jawab atas pengawasan, pengamanan, dan pemantauan terhadap aktivitas ilegal yang berpotensi merusak alam.
Menurut Jack, dalam kondisi saat ini dengan tanggung jawab besar tersebut hanya diberi upah sebesar Rp2,3 juta rasanya masih belum memadai.
“Karena risiko di lapangan banyak, belum lagi petugas dikejar hewan seperti harimau, buaya dan binatang buas lainnya. Bahkan ada yang sudah terluka belum pulih, tentu perlu biaya lebih untuk pengobatan,” ungkapnya kepada Dialeksis.com, Kamis (10/8/2023).
Jack menyampaikan keinginan para Pamhut untuk diangkat sebagai Aparatur Sipil Negara dengan jabatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Saat ini, sebanyak 1.687 anggota Pamhut tersebar di seluruh wilayah Aceh, dan mereka status sebagai honorer provinsi.
“Kawan-kawan sangat berharap adanya PPPK ini, karena nasib mereka akan terbantu dengan perubahan status kami dari kontrak menjadi PPPK,” ucapnya.
Di samping itu, Jack meminta agar Pamhut diberikan kewenangan lebih tidak hanya sekedar pengamanan, setidaknya bisa menjadi asisten penyidik Polhut. Selanjutnya untuk sarana dan pra sarana di lapangan juga perlu diperbaharui dan dimobilisasikan,” pintanya.
Menanggapi akan adanya pemangkasan petugas Pamhut, penggiat lingkungan sekaligus Dosen Hukum Universitas Syiah Kuala (USK), Bakti Siahaan, SH, M.Hum memberikan pendapat. Menurutnya, pada dasarnya keberadaan Pamhut untuk membackup kerja-kerja Polhut.
“Dulu berawal dari bantuan World Bank waktu itu untuk pengawas hutan rektrutmen sampai 3000 anggota Pamhut, alokasi anggaran terbatas pada kegiatan honarium dan patroli,” jelasnya kepada Dialeksis.com, Rabu (9/8/2023).
Lalu jika saat ini ada wacana pengurangan anggota Pamhut, kata Bakti, tentu menjadi sebuah prolema baru karena selama ini saat masih adanya mereka kondisi hutan Aceh sudah terancam.
Jika dikurangi, menurutnya, pihak DLHK harus melakukan kajian terhadap maksimalisasi fungsi dan peran Pamhut tersebut. Kalau Pemerintah Aceh sudah paham betul berapa luas, potensi dan ancaman hutan Aceh maka peran Pamhut itu bisa dimaksimalisasikan,” ujarnya.
Menurutnya, DLHK sudah bisa mencari alternatif lain peran dari Pamhut tidak hanya sekedar pengamanan, tetapi juga mencari potensi dan memediasi persoalan yang muncul di masyarakat tentang pontensi kehutanan yang digarap oleh pemerintah bersama pengusaha.
“Misalnya, mereka melakukan pemetaan lahan yang bisa difungsikan untuk apa. Jadi mereka bisa menjadi fasilitator untuk mengajak masyarakat menjadi kelompok tani hutan untuk menggarap potensi yang ada, jadi ada peran lain tidak hanya sekedar pengamanan,” jelasnya.
Di samping itu, kata dia, Pamhut ini bisa fasilitator/mediator untuk mencari potensi dan peluang hutan, jadi fungsinya tidak hanya semata-mata pada pengamanan karena kalau pengamanan saja biayanya besar apalagi terjebak pada tugas patroli.
Diperjuangkan
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh, A. Hanan, meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, untuk mengangkat Tim Pengamanan Hutan (Pamhut) sebagai Aparatur Sipil Negara dengan jabatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Saat ini, sebanyak 1.687 anggota Pamhut tersebar di seluruh wilayah Aceh, status mereka sebagai honorer provinsi.
Dalam upayanya untuk meningkatkan efisiensi dan profesionalisme dalam pengamanan hutan, pengangkatan Pamhut sebagai ASN PPPK akan memberikan banyak manfaat bagi keberlanjutan pelestarian lingkungan dan hutan di wilayah Aceh.
“Kita sudah melakukan upaya, ada skema khusus untuk kehutanan, Pamhut diangkat sebagai PPPK, kami sudah membicarakan dengan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Dirjen KSDAE) KLHK dan DPR,” kata A. Hanan kepada DIALEKSIS.COM, Selasa (8/8/2023).
“Pemerintah Aceh saat ini berkontribusi untuk menjaga hutan Aceh mencapai Rp 50 miliar per tahun untuk mendanai honor Pamhut, maka kita butuh dukungan dari Pemerintah Aceh agar hutan Aceh terjaga dengan baik,” kata A. Hanan.
Menurut A. Hanan, Pamhut memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga kelestarian hutan dan lingkungan di Aceh. Mereka bertanggung jawab atas pengawasan, pengamanan, dan pemantauan terhadap aktivitas ilegal yang berpotensi merusak alam.
“Dengan menjadikan mereka sebagai ASN PPPK, diharapkan mereka akan memiliki akses ke berbagai fasilitas, pelatihan, dan sumber daya yang mendukung kinerja optimal mereka,” katanya.
Provinsi Aceh memiliki luas hutan 3,5 juta hektar. Data ini menunjukkan pentingnya pelestarian lingkungan dan konservasi. Sekitar 1 juta hektar dari luas hutan Aceh ditetapkan sebagai kawasan konservasi yang dikendalikan oleh kementerian terkait.
Sementara itu, lebih dari dua pertiga dari luas hutan Aceh, yaitu sekitar 2,5 juta hektar, diawasi dan dikelola oleh pemerintah Aceh sendiri.
Bagaimana dengan Wakil Rakyat?
Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Nurdiansyah Alasta, menyatakan berkomitmenya memperjuangkan nasib Tim Pamhut Aceh untuk diangkat menjadi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan Jabatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
"Petugas Pamhut terus kita pertahankan. Saat ini kami sedang membangun komunikasi dengan anggota DPR RI yang membidangi kehutanan maupun dengan Kementerian terkait mendorong pengangkatan Pamhut menjadi Pegawai PPPK," ucap Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR Aceh Nurdiansyah Alasta, Selasa (8/8/2023) kepada Dialeksis.com.
Bendahara DPD Partai Demokrat Aceh ini menjelaskan pihaknya menyadari, Aceh salah satu provinsi yang masih memiliki potensi hutan yang luas menjadi paru-paru dunia, tentu tak akan tinggal diam untuk memperkuat Petugas Pamhut supaya tetap hadir menjaga kelestarian hutan Aceh.
"Aceh yang masih memiliki hutan yang luas. Tentu peran Pamhut masih kita butuhkan. Semoga apa yang kami perjuangkan tercapai sesuai keinginan," katanya.
Anggota DPR RI asal Aceh, TA. Khalid, menjawab Dialeksis.com terhadap persoalan ini menjelaskan, pada prinsipnya , pihaknya terus mengupayakan yang terbaik buat Pamhut Aceh.
“Kita juga telah melakukan advokasi-advokasi terhadap status mereka, namun pada prinsipnya kewenangan kami Komisi IV DPR RI untuk Polhut , sementara Pamhut sendiri merupakan kewenangan pemerintah Aceh, Jadi perlu adanya solusi dari pemerintah Aceh sendiri terhadap mereka,” sebut praktisi Gerindra ini.
“Kami siap menjembatani permasalahan status mereka jika ada kendala ditingkatkan pusat,” jelasnya menanggapi adanya wacana pemangkasan petugas Pamhut.
Jika Pemerintah Aceh melakukan pemangkasan Pamhut, bagaimana kelangsungan masa depan hutan Aceh. Ketika petugas Pamhut ada dilapangan saja, aksi perusakan hutan di Aceh masih terjadi, apalagi ketika nantinya dilakukan pemangkasan.
Bagaimana nasib petugas Pamhut di Aceh, seriuskah pihak yang ingin memperjuangkan harapan mereka menjadi ASN melalui P3K? Ataukah mereka akan dilakukan perampingan seperti yang diwacanakan?
Memperjuangkan nasib Pamhut berarti mempertaruhkan masa depan hutan Aceh. Akankah hutan Aceh mampu dijaga kelestarianya? Kita ikuti saja apa yang mampu dilakukan oleh mereka yang punya kekuatan dalam menentukan kebijakan menyelamatkan hutan Aceh. * Bahtiar Gayo