kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Dialetika / Manuver Pansus Oncology, Apakah DPRA Faham Informasi Secara Utuh?

Manuver Pansus Oncology, Apakah DPRA Faham Informasi Secara Utuh?

Sabtu, 24 Oktober 2020 12:30 WIB

Font: Ukuran: - +


DPRA sudah “menghamburkan” amunisi ke pembangunan gedung Oncology Rumah sakit Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh. Apakah sekedar menghamburkan amunisi sehingga tercipta hingar bingar, demi mendapat 'simpati’ di atas panggung? 

Pansus “mengutak-atik” pembangunan gedung Oncology sudah dibentuk wakil rakyat terhormat ini. Mereka sudah mulai memanggil dan akan memanggil semua pihak yang terlibat dalam proses tender proyek pembangunan gedung Oncology.

Pansus yang diketuai M. Rizal Fahlevi Kirani sudah meniupkan peluit. Kepada media Pansus ini menjelaskan, pihaknya akan memanggil seluruh perusahaan yang terlibat dalam proses tender, pihak ULP selaku pengguna anggaran dan akan meminta keterangan pihak lainya dalam persoalan tender proyek gedung Oncology.

Kemudian setelah ‘ramuan’ itu terkumpul, tim Pansus akan akan berkonsultasi dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), untuk kemudian tim pansus mengambil sikap.

Namun kepala RSUZA, Dr. dr. Azharuddin, SpOT, K-Spine FICS, meminta semua pihak melihat persoalan pembangunan gedung oncology secara utuh. Termasuk DPR Aceh yang memiliki kewenangan tupoksi pengawasan ke eksekutif.

Pihak RSUZA saat hingar persoalan gedung Oncology mencuat kepermukaan, sudah mendiskusikan dengan berbagai pihak, seperti Inspektorat, Aparat Pengawas Interen Pemerintah (APIP) dan Biro Hukum.

Bahkan pihaknya mendatangi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa (LKPP) untuk mencari kebenaran terkait persoalan itu. Lembaga LKPP sudah menyatakan tidak ada persoalan, karena sudah dilakukan dengan cermat.

Dilain sisi, ada upaya hukum yang dilakukan Ir. Ali Amril (Direktur PT. Energindo) dimana kasusnya kini dalam tahap banding, setelah majelis hakim di PN Banda Aceh memenangkan Ali Amril.

Kini hingar bingar itu kembali diangkat Pansus DPRA. Pansus akan memanggil dan sudah mulai memanggil semua pihak yang berhubungan dengan proyek it Oncology RSUZA. Kali ini pada tahap awal Pansus DPRA memanggil para perusahaan yang kalah tender proyek.

Pansus juga akan meminta keterangan Unit Layanan Pengadaan (ULP), Inspektorat, pihak RSUZA selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Selain itu juga akan meminta keterangan beberapa orang ahli dalam persoalan ini, serta tidak ketinggalan peserta pemenang tender proyek gedung Oncology RSUZA.

"Hal ini kami lakukan dikarenakan Pemerintah Aceh tidak koperatif. Buktinya surat yang sudah dikirim lebih dari seminggu. Pemerintah juga tidak pernah memberi data. Namun perlu diingat kita juga punya data," kata ketua Pansus.

Setelah dilakukan pemanggilan semua pihak, tambah Fahlevi, tim pansus akan berkonsultasi dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), untuk kemudian tim pansus mengambil sikap.

"Setelah terkumpulkan data lengkap dari semua pihak yang kita panggil, baru nanti kita merekomendasikan ke paripurna. Batas waktu yang diberikan tiga bulan, terhitung mulai akhir Agustus," kata fahlevi.

Menurut Fahlevi, berdasarkan penjelasan dari pihak-pihak yang sudah dipanggil, mereka menjelaskan memang ada ketidakwajaran yang terjadi dalam proses tender proyek gedung Oncology RSUZA itu.

"Yang lulus tetap digugurkan dengan alasan tidak cukup administrasi. Padahal di pengumumannya mereka lulus," sebut Fahlevi.

Fahlevi menekankan, jika persoalan harga yang membuat perusahaan-perusahaan kalah, itu tidak mungkin. Karena, harga nilai harga itu tidak pernah dibuka ke publik atau ke perusahaan-perusahaan lain.

"Ini informasi yang diperoleh pansus dari hasil pemanggilan 12 perusahaan yang kalah itu," sebut politisi dari PNA ini.  

Ada penekanan menarik yang disampaikan Fahlevi soal pencarian uang muka. Mengapa bisa dicairkan, sementara sementara proses tender belum selesai. Ini menjadi catatan kenapa itu dicairkan. 

Terjadi sangah menyanggah. Ketika melakukan sanggahan banding PT MAM Energindo melakukan sanggahan banding dengan mengajukan beberapa bukti pelanggaran dalam proses tender tersebut dan memberikan uang jaminan sebanyak Rp2,3 miliar atau sebesar satu persen dari total nilai kontrak proyek Rp237 miliar.

"Dalam proses sanggahan banding itulah, disitu keluar penandatanganan kontrak. Seharusnya kan harus tunggu dulu keluar keputusan sanggahan bandingnya," jelas Fahlevi.

Pansus DPRA kini sedang mendalami kasus itu, sedang on the track dan minta dukungan semua pihak. Pihaknya juga akan meminta meminta dokumen-dokumen yang menyangkut dengan Oncology RSUZA.

"Termasuk dokumen pelelangan, dan Detail Engeneering Design (DED) bangunan Oncology RSUZA Banda Aceh tersebut," jelasnya.

Penjelasan Direktur RSUZA

Menanggapai hingar bingar persoalan pembangunan gedung Oncology, Direktur RSUZA, Dr. dr. Azharuddin, SpOT, K-Spine FICS, kepada Dialeksis.com menjelaskan, semua pihak harus dapat melihat persoalan pembangunan gedung oncology secara utuh, termasuk DPR Aceh yang memiliki kewenangan tupoksi pengawasan ke eksekutif.

Azhar menjelaskan, persoalan awal terhambatnya pembangunan oncology, karena beberapa pihak menilai ada cacat prosedur. Mendapat tuduhan itu, pihaknya menghentikan sementara dengan pembatalan kontrak tender yang dimenangkan PT Adi Persada.

Karena dibantah ada cacad hukum, pihaknya mencoba mengobatinya dengan menyetop dahulu, artinya pihaknya tidak langsung menabrak . Distop dahulu, kemudian dilanjutkan dengan pembatalan kontrak.

“Karena ada yang mengangap bermasalah, kita stop dulu, kemudian kontraknya dibatalkan. Selanjutnya untuk mengisi kekosongan persoalan itu didiskusikan dengan berbagai pihak terkait seperti Inspektorat, Aparat Pengawas Interen Pemerintah (APIP) dan Biro Hukum,” sebut Azhar.

Kemudian pihak RSUZA mendatangi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa (LKPP) untuk mencari kebenaran terkait persoalan encology. Hal itu ia lakukan karena pihaknya merasa tidak bersalah, dengan yang dituduhkan kecurangan dan in equilty.

Azar menjelaskan, lembaga LKPP menyatakan tidak ada persoalan, karena menurut LKPP sudah dilakukan dengan cermat. LKPP pihak RSUZA tidak mengalahkan seseorang, tapi memang atas dasar penilaian yang dilakukan Pokja dan banyak pihak lainnya.

“Kami sampaikan keluhan-keluhan dari para pihak. Contohnya ada PT. MAM Energindo yang melakukan sangah banding, yang belum jatuh tempo, masih ada beberapa hari lagi di bulan Januari. Karenanya kami meminta pandangan dari LKPP,”jelasnya.

“Seperti pengalaman tahun-tahun sebelumnya, LKPP juga kami jadikan rujukan kami. LKPP yang memerintahkan batalkan kontrak dua tahun berturut-turut dan black list,” tegas Azhar.

Terkait dengan pembangunan gedung oncology, LKPP merekomendasikan untuk pembatalan kontak. Kemudian dilanjutkan membuka kontrak ulang, karena pemenang terder awal sudah dibatalkan.

“Kami sudah memenuhi kualifikasi yang ditetapkan. Pihak LKPP juga sudah menjelaskan, apa yang dilakukan tidak keliru, semua itu bisa dibuktikan dengan dalil-dalil. Yang menang ada pointnya dan yang kalah juga ada pointnya,” kata Azhar.

Menurutnya, saat dilakukan pembatalan kontrak dengan KSO Adi Persada juga tidak ada yang keberatan. Karena dianggap tidak ada yang keliru.Kekeliruan terjadi hanya pada persoalan waktu pencairan uang muka, dan itu sudah diselesaikan dan diperbaiki.

“Jadi kalau mau dipahami secara utuh, harus dilihat seluruh alur utama, bukan yang aksesorinya. Kami sadar betul, sehingga kami lakukan upaya, bagaimana gedung radio oncology itu, pusat kanker untuk Aceh yang sudah gagal berkali-kali, ini harus diwujudkan,” tegas Azhar.

Untuk mewujudkan gedung oncology, Azhar mengakui terus membangun komunikasi dengan berbagai pihak. Pasalnya apa bila terus dibiarkan pemerintah Aceh akan semakin menelan kerugian. Menurut LKPP, pihaknya sudah benar, mengacu pada aturan PP No. 16 tahun 2018 dalam kontrak selama tahun jamak.

“Upaya “upaya yang kita lakukan, agar pembangunan gedung oncology tidak lagi gagal, sudah dua tahun gagal. Kalau tahun ketiga ini gagal kita akan rugi 40 M. Kenapa, karena melihat dari apa yang terjadi dengan mangkraknya pembagunan,” sebutnya.

Gedung oncology ini semua pondasi yang terendam selama tiga tahun. Itu sudah tidak bisa dipakai lagi, kalua pembangunanya tidak bisa jalan tahun ini. Tapi itu bukan substansi, tidak usah dipersoalkan,” tambahnya.

Azhar meminta semua pihak seharusnya memahami persoalan gedung oncology secara utuh, tidak terkecuali DPRA. Namun walau demikian, pihak RSUZA mengabaikan nuansa politis terkait mandeknya pembagunan gedung oncology untuk Aceh. Azhar mengaku terus menjaga niat baik untuk mewujudkan realisasi pembangunan gedung tersebut.

“DPRA kan sudah mendapat informasi secara utuh, baik dari Inspektorat, BPK dan pihak lain. Tidak tahu saya apa ada nuansa politis atau tidak. Namanya audit kan bisa saja secara formal dan secara lembaga,” jelas Azhar.

“DPRA berhak untuk melakukan pengawasan. Mungkin DPRA dalam hal ini penglihatanya lebih komprehensif dan lebih detail, mungkin kalau dengan dibentuk pansus, DPRA bisa memangil semuanya. Kalau kami berpositif thinking aja,” pungkas Azhar.

Ranah Hukum

Kasus pembangunan gedung Oncology RSUZA ini sudah masuk dalam ranah hukum. Pihak pihak yang dirugikan dalam persoalan tender ini sudah menumpuh upaya hukum. Ir. Ali Amril sebagai Direktur PT. Energindo memenang persidangan di PN Banda Aceh.

Majlis hakim yang menggelar persidangan perselisihan tender pembangunan gedung Oncology Centre, Rumas Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUZA) sudah menjatuhkan ponis. Para tergugat dinyatakan bersalah.

Majlis hakim yang memimpin persidangan, Dr. Dahlan, S.H., M.H, dan hakim anggota Bakhtiar, S.H,. M.H. dan Muzakkir H, S.H., M.H, menerima sebagian gugatan penggugat (Ir. Ali Amril sebagai Direktur PT. Energindo).

Atas putusan itu, Pemerintah Aceh selaku pihak tergugat akan mengajukan banding, atas putusan PN Banda Aceh nomor 19/Pdt.G/2020/PN. Melalui koordinator kuasa hukum pemerintah Aceh (Mohd Jully Fuady) kepada Dialeksis.com, Jumat (18/09/2020). Pihaknya ( Biro Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ) Sekretariat Daerah Provinsi Aceh) sudah menyampaikan memori banding.

Apakah Mencari Panggung?

Menanggapi hiruk pikuknya persoalan pembangunan gedung oncology, Nasrul Rizal dari peneliti Jaringan Survey Inisiatif (JSI) menilai upaya yang dilakukan DPRA dengan membentuk Pansus sangat kental muatan politisnya.

Menurutnya, padahal pihak RSUZA dalam mengambil sikap dan memutuskan persoalan ini sudah melakukan tahapan demi tahapan, sudah berdiskusi dengan pihak Inspektorat, Biro Hukum, Aparat Pengawas Interen Pemerintah (APIP), bahkan sudah meminta petunjuk LKPP.

LKPP menjadi rujukan pihak RSUZA dan LKPP sudah menyatakan tidak ada masalah, karena semuanya dilakukan sesuai ketentuan. Bahkan pihak LKPP mengeluarkan rekomendasi untuk pembangunan gedung encology, sepeti disebutkan kepala RSUZA.

Kalau Pansus DPRA kemudian memanggil semua pihak dalam persoalan ini. Kemudian Pansus akan melanjutkan untuk berkonsultasi dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), menurut Rizal, apakah tidak menghabiskan anggaran buat Pansus.

Karena seperti yang dijelaskan pihak RSUZA, soal dilakukan tender ulang karena pemenang awal sudah dibatalkan, kan sudah mendapatkan persetujuan LKPP. Aneh rasanya kalau DPRA kembali akan berkonsultasi ke LKPP, untuk kemudian membawa ke sidang paripurna.

Pengalaman proyek multiyear, misalnya, sebut Nasrul Rizal, DPRA secara resmi mengirimkan surat kepada LKPP, namun jawaban pihak LKPP membalas surat DPRA dengan tegas menyebutkan, apa yang dilakukan Pemerintah Aceh dalam pelaksanaan proyek multiyear sudah sesuai dengan aturan. Selain itu jawaban LKPP menjelaskan, pihaknya tidak punya wewenang meninjau kebijakan pemerintah.

Pihak yang merasa dirugikan dalam pembangunan gedung oncology sudah melakukan upaya yang tepat dengan membawanya ke ranah hukum, dimana kini prosesnya sedang dalam tahap banding. Artinya upaya hukum itu lebih baik untuk adanya kepastian.

Namun, sebut Rizal, bila DPRA memanggil para pihak dalam persoalan ini dan kemudian Pansus DPRA akan berkonsultasi dengan LKPP, ini namanya buang-buang energy, karena LKPP sudah menyatakan apa yang dilakukan pihak RSUZA sudah sesuai aturan.

Nasrul Rizal mengharapkan, jangan sampai adanya unsur politis guna membangun bargaining dengan eksekutif, maupun menggiring ke pihak lain dalam pembangunan dibaca oleh publik.

Hingar bingar persoalan pembangunan gedung encology RSUZA, sampai kini masih hangat dibicarakan, apalagi Panus DPRA memiliki waktu tiga bulan terhitung dimulai ahir Agustus 2020. Bagaimana kelanjutan dari pembangunan gedung yang kehadiranya sangat diharapkan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan medis. Kita ikuti saja hiruk pikuk ini. (Bahtiar Gayo)


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda