Berbalas Pantun Menkopolhukam dengan Denny Indrayana
Font: Ukuran: - +
Reporter : Bahtiar Gayo
DIALEKSIS.COM | Feature - Soal “bocoran” rahasia negara menjelang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan system pemilu di tanah air, sudah mulai berbalas pantun. Denny Indrayana guru besar hukum tata negara tidak terima dia disebutkan Mahfud MD, Menkopolhukam membocorkan rahasia negara.
Sebelumnya, Mahfud MD, Menkpolhukam menyebutkan Denny Indrayana sudah membocorkan rahasia negara. Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) belum memutuskan perkara terkait gugatan pemilu, namun Denny sudah mengumbarnya ke publik.
Bahkan Mahfud MD meminta aparat kepolisian untuk mengusutnya. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menanggapi, pihaknya bersama jajarannya saat ini sedang berkoordinasi untuk menentukan rencana tindak lanjut kasus tersebut.
Tidak terima tudingan itu disebut membocorkan rahasia negara, giliran guru besar hukum tata negara, Denny Indrayana membantah. Denny merespon pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang telah memerintahkan kepolisian untuk mengusut informasi yang didapat Denny Indrayana.
Bahkan Denny mengakui informasi yang disampaikanya itu dalam keadaan sadar, dia juga mengingatkan agar MK hati-hati dalam memutus perkara yang sangat penting dan strategis tersebut.
Dalam keteranganya kepada media Selasa (30/05/2023), Eks Wamenkumham, menjelaskan soal dugaan MK bakal memutus pemilu dengan sistem proporsional tertutup atau coblos partai, bukan caleg.
Denny mengatakan dia hanya mendapat informasi dari orang kredibel. Oleh sebab itu, dirinya merasa tak masuk ke dalam delik pidana atau pelanggaran etika. Sebab, tak ada rahasia negara yang dibocorkan.
"Insya Allah saya paham betul untuk tidak masuk ke dalam wilayah delik hukum pidana ataupun pelanggaran etika. Saya bisa tegaskan: Tidak ada pembocoran rahasia negara, dalam pesan yang saya sampaikan kepada publik," kata Denny dalam klarifikasi tertulisnya, Selasa (30/5), seperti dilansir cnnindonesia.com.
"Silakan disimak dengan hati-hati, saya sudah secara cermat memilih frasa, '... mendapatkan informasi', bukan '... mendapatkan bocoran'," lanjutnya.
Dia mengakui, MK juga belum mengeluarkan putusan. Dalam informasi tertulis yang dia sebar sebelumnya, Denny menulis 'MK akan memutuskan'.
"Tidak ada pula putusan yang bocor, karena kita semua tahu, memang belum ada putusannya. Saya menulis, '... MK akan memutuskan'. Masih akan, belum diputuskan," ujarnya.
Denny menyebut rahasia putusan Mahkamah Konstitusi tentu ada di MK. Sedangkan, informasi yang dia dapat, bukan dari lingkungan MK, bukan dari hakim konstitusi, ataupun elemen lain di MK.
"Ini perlu saya tegaskan, supaya tidak ada langkah mubazir melakukan pemeriksaan di lingkungan MK, padahal informasi yang saya dapat bukan dari pihak-pihak di MK," jelasnya.
Denny mengaku secara sadar tidak menggunakan istilah 'informasi dari A1' sebagaimana frasa yang digunakan dalam twit Menkopolhukam Mahfud MD.
"Karena, info A1 mengandung makna informasi rahasia, seringkali dari intelijen. Saya menggunakan frasa informasi dari 'orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya'," ujarnya.
Menurutnya, informasi yang diterimanya sangat kredibel dan patut dipercaya. Oleh sebab itu, dia memutuskan untuk melanjutkannya kepada khalayak luas sebagai bentuk public control (pengawasan publik).
"Agar MK hati-hati dalam memutus perkara yang sangat penting dan strategis tersebut. Putusan MK bersifat langsung mengikat dan tidak ada upaya hukum lain sama sekali (final and binding),” katanya.
Dia menilai ruang untuk menjaga MK, agar memutus dengan cermat, tepat dan bijak, hanyalah sebelum putusan dibacakan di hadapan sidang terbuka Mahkamah. Meskipun mengaku informasi yang didapat kredibel, Denny berharap berharap pada ujungnya putusan MK tidaklah mengembalikan sistem proporsional tertutup.
Dia mendorong agar putusannya berubah ataupun berbeda. Sebab, pilihan sistem pemilu legislatif bukan wewenang proses ajudikasi di MK, tetapi ranah proses legislasi di parlemen (open legal policy).
Dia juga mengungkapkan alasan lain menyebarkan informasi itu ke publik. Dia berharap putusan yang berpotensi mengubah sistem pemilu di tengah jalan itu, tidak menimbulkan kekacauan persiapan pemilu.
"Karena banyak partai yang harus mengubah daftar bakal calegnya, ataupun karena banyak bakal caleg yang mundur karena tidak mendapatkan nomor urut jadi," ucap dia.
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mengusut dugaan bocor putusan soal gugatan sistem pemilu.
"Kalau betul itu bocor, itu salah, yang salah, satu yang membocorkannya di dalam. Saya tadi sudah ke MK supaya diusut siapa di dalam yang suka bicara itu, kalau memang sudah diputuskan, kalau memang bocor, tapi bisa jadi tidak bocor juga. Denny juga supaya menjelaskan bahwa itu benar," kata Mahfud usai Rapat Koordinasi di salah satu hotel di Jakarta Selatan, Senin (29/5).
Sebelumnya Mahfud MD juga menyebutkan, info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah," kata Mahfud, Senin (29/5/2023).
Mahfud menyebutkan, putusan MK sedianya tidak boleh dibocorkan sebelum dibacakan. Putusan MK tersebut menjadi rahasia ketat sebelum dibacakan.
"Putusan MK itu menjadi rahasia ketat sebelum dibacakan, tapi harus terbuka luas setelah diputuskan dengan pengetokan palu vonis di sidang resmi dan terbuka," kata Mahfud.
Sebagai Menko PolhukamMahfud mengakui tidak berani meminta isyarat apalagi bertanya tentang vonis selama menjabat. Dia juga mendesak MK dapat menyelidiki sumber informasi dari Denny Indrayana tersebut.
"Saya yang mantan ketua MK saja tak berani meminta isyarat apalagi bertanya tentang vonis MK yang belum dibacakan sebagai vonis resmi. MK harus selidiki sumber informasinya," ujar Mahfud.
Berbalas pantun membuat suasana di negeri ini semakin hangat. Kali ini soal dugaan pembocoran rahasia negara. Benarkah rahasia negara dibocorkan? Kita tunggu saja kinerja pihak Kepolisian yang sedang mendalami persoalan ini.
Sekedar catatan, siapa Denny Indrayana? Guru Besar ini lahir pada 11 Desember 1972 di Pulau Laut, Kalimantan Selatan. Di tanah kelahirannya dia menamatkan Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).
Kemudian Denny melanjutkan pendidikannya di Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan mengambil ilmu hukum (1995). Dilanjutkan studinya di University of Minnesota dan lulus pada 1995. Studi S3 ia tempuh di University of Melbourne pada 2002.
Denny lulus dan meraih gelar PhD pada 2005. Pada 2010, kembali UGM dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara. Denny sempat menjadi profesor tamu di University of Melbourne. Pada periode ini pula, Denny mendirikan Indrayana Centre for Goverment Constitution and Society (INTEGRITY) Law Firm.
Pada 2008-2011, Denny dipercaya menjadi Penasihat Khusus Presiden SBY untuk bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), dan antikorupsi. Setelah itu, Denny juga dipercaya menjadi Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) pada 2011-2014. Atas dedikasi dia penghargaan Bintang Mahaputra Utama dari SBY pada 2014.