Refleksi Akhir Tahun JSI
Font: Ukuran: - +
Reporter : Tim JSI
DIALEKSIS.COM | Data - Tahun 2024 bisa dibilang sebagai tahun politik. Pasalnya, tahun 2024 untuk pertama kali Indonesia melaksanakan pemilihan serentak presiden (Pilpres) dan pemilihan legislatif (Pileg) yang hari pemungutan suaranya jatuh pada 14 Februari 2024. Lalu dilanjutkan dengan pilkada serentak 27 november 2024.
Praktis sepanjang tahun 2024 masyarakat Indonesia melalui hari dengan diskusi bertema politik. Acara televisi, panggung hiburan, warung kopi bahkan kegiatan keagamaan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas politik Indonesia. diskusi dan perdebatan semakin intens menjelang momen krusial seperti pencoblosan, perhitungan dan penetapan hasil.
Pilpres 2024
Sebagai sebuah Lembaga yang cukup berpengalaman, Jaringan Survey Inisiatif(JSI) jauh hari sudah memiliki prediksi bahwa Pilpres 2024 akan mengulangi kisah-kisah Pilpres 2014 dan 2019. Dalam dua kontestasi tersebut, pilihan mayoritas rakyat Aceh tidak selaras dengan pilihan mayoritas rakyat Indonesia.
Sejarah Panjang buruknya hubungan rakyat Aceh dengan trah Soekarno yang masih berlanjut pada hubungan Megawati dan PDIP, membuat rakyat Aceh dan trah Soekarno/PDIP seperti air dan minyak, sama-sama cair namun tidak bisa disatukan. Tidak heran Jika pada Pilpres 2014 dan Pilpres 2019 Jokowi yang menjadi jagoan PDIP menang secara nasional namun kalah di Aceh.
Demikian juga saat PDIP dan Jokowi berpisah jalan, baik pasangan yang didukung oleh Jokowi pada Pilpres 2024 maupun jagoan PDIP juga akan kalah. Prediksi ini sesuai, dan pasangan Prabowo - Gibran dan Ganjar Mahfud kalah dari pasangan Anies dan Muhaimin di Aceh. Padahal, sebelumnya Prabowo selalu menang di Aceh.
Pileg 2024
Bagi masyarakat Aceh, akan sangat sulit bagi masyarakat Aceh untuk memberi suara kepada PDIP dan Jokowi (yang dipandang sebagai bagian dari PDIP) atau pasangan yang ikut di endorse oleh Jokowi. Bisa jadi Bagi rakyat Aceh, PDI-P masih dilihat sebagai partai yang membuat Aceh menderita oleh kebijakan darurat militer, plus jejak “pengkhianatan” Soekarno.
Terbukti, dibanyak daerah di Aceh, calon anggota legislatif dari PDI-P dari dapil Aceh sangat minim yang lolos ke DPR RI. Begitu juga di DPR Aceh jarang sekali ada wakil dari PDI-P lebih dari satu orang. Posisi legislator PDI-P baru ada di DPRD di daerah-daerah yang minus gejolak perlawanannya kepada Pemerintah. Pada Pileg 2024, beberapa calon legislator yang direkrut dari mantan kombatan juga gagal lolos. Yang sukses menembus DPR RI justru calon legislator dengan latar bisnis.
Di tingkat lokal ada hal menarik yang membalikkan prediksi banyak pengamat namun selaras dengan prediksi dan kajian kepemiluan JSI, yaitu kebangkitan kembali Partai Aceh. Hasil kajian JSI terbukti sesuai, Partai Aceh kembali reborn dengan menambah jumlah perolehan kursi di DPR Aceh, dari 18 menjadi 20 kursi.
Sebelumnya, dengan 18 kursi berarti Partai Acah kehilangan 11 kursi dibanding kursi pada Pileg 2014 yang mencapai 29 kursi. Meski kenaikan hanya dua kursi namun pertambahan kursi itu membuat Partai Aceh kembali dapat mengusung calon gubernur dan wakil gubernur Aceh tanpa syarat koalisi.
Pilkada 2024
Dengan posisi 20 kursi di DPR Aceh Muzakir Manaf menjadi calon gubernur primadona dan nyaris melawan kotak kosong. Pasalnya, hampir semua partai politik memilih bersanding dengan Partai Aceh, dan sejumlah elit utama partai politik menawarkan diri untuk menjadi calon wakil gubernur mendampingi sosok yang akrab disapa Mualem.
Posisi primadona Mualem ini juga terbaca dalam pemetaan JSI dan bahkan sejumlah survey yang dilakukan JSI menunjukkan potensi kemenangan Mualem dengan siapapun mantan Panglima GAM itu berpasangan.
Pilkada Aceh menjadi memanas ketika Bustami Hamzah melakukan munuver politik yang dibaca akan mencalonkan diri sebagai gubernur untuk menjadi pesaing Mualem. Hal ini bisa dimaklumi mengingat jasa Mualem kepada Bustami yang kembali bersinar begitu Ahmad Marzuki ditunjuk sebagai Pj Gubernur Aceh. Dengan “bantuan” Mualem, Bustami akhirnya kembali reborn bahkan menjadi Sekda Aceh padahal sedang tidak menjabat sebagai kepala dinas setelah mengundurkan diri paska berseteru dengan Gubernur Nova Iriansyah.
Ahmad Marzuki dengan dukungan DPR Aceh yang secara mayoritas dipegang oleh kader Partai Aceh menyuarakan pelengseran Sekda Taqwallah yang akhirnya dipenuhi oleh Ahmad Marzuki. Bahkan, Ahmad Marzuki ikut menyakinkan pilihannya terhadap sosok Bustami untuk menjadi Sekda Aceh mengantikan Taqwallah.
Dan, jasa Mualem melalui DPR Aceh kembali diberikan kepada Bustami yang akhirnya diputuskan untuk menggantikan Ahmad Marzuki dan jadilah Bustami Hamzah sebagai Pj Gubernur Aceh. Dan, ketika semakin terang dan akhirnya Bustami terbukti mencalonkan diri apalagi dengan mengandeng Tu Sop meledaklah kekecewaan di pihak Mualem dan pendukung. Ungkapan pengkhianat pun terlontar dan menjadi penambah panasnya Pilgub Aceh.
Meski Mualem mendapat lawan tanding yang memiliki dukungan finansial besar namun dalam survey JSI terbaca bahwa Mualem akan tetap keluar sebagai pemenang. Yang menjadi misteri saat itu adalah persentase kemenangan. JSI memperkirakan kemenangan tipis akan terjadi manakala Bustami berpasangan dengan Tu Sop.
Namun, sebelum memasuki tahapan kampanye terjadi perubahan peta politik akibat meninggalnya Tu Sop. Pergantian calon wakil ke Syech Fadhil memungkinkan Mualem dan Dek Fadh akan meraih kemenangan dengan persentase yang menutup jalan untuk dibawa ke Mahkamah Konstitusi. Dan itu terbukti adanya.
Polarisasi Politik di Elit Ulama
JSI juga memprediksi akan terjadinya polarisasi yang tajam dikalangan elit agama akibat perbedaan pilihan. Hal ini sangat mungkin terjadi akibat banyaknya ulama dayah yang mendukung Bustami karena berpasangan dengan Tu Sop. Namun, polarisasi ini berkurang begitu digantikan oleh Syech Fadil. Beberapa ulama yang awalnya sudah berpisah dengan Mualem kembali bersatu, seperti Abu Paya Pasi.
Namun, karena ini adalah pertarungan elektoral maka mau tidak mau Mualem dan kekuatan Partai Aceh termasuk KPA juga harus memperluas dukungan ke ulama lainnnya dalam rangka mengantisipasi kekuatan Tastafi yang ikut didukung oleh generasi muda. Akhirnya, Mualem ikut menjalin hubungan politik dengan MPTT dibawah binaan Abuya Amran Waly Al Khalidy. Pengaruh Abuya di daerah Barat Selatan dan Gayo, Aceh akan sangat menentukan langkah meraih kemenangan.
Dan terbukti, Mualem - Dek Fadh meraih kemenangan dihampir semua daerah yang dahulu dikenali dengan daerah ALA dan ABAS, yang secara spiritual memiliki hubungan dengan pengajian tauhid tasauf Abuya Amran kecuali Bener Meriah.
Outlook 2025
Demokrasi paska reformasi 1998 adalah demokrasi yang bersahabat dekat dengan kegiatan survei. Perjalanan politik yang menjadi bagian penting dari demokrasi yang seiring sejalan dengan kebebasan berekpresi ikut menyertakan kegiatan survei.
Adanya Indeks Demokrasi Indonesia adalah bukti pentingnya melihat perkembangan melalui kegiatan yang berbasis ilmu pengetahuan. IDI menjadi salah satu parameter asesmen kondisi demokrasi di provinsi, baik dari sisi sistem, mekanisme, dan prosedur (aspek prosedural demokrasi), maupun persoalan-persoalan yang bersifat substantif seperti kebebasan, keadilan, dan perilaku demokratik atau adab bernegara masyarakat (substantive democracy).
IDI Aceh tahun 2023 mencapai 77,53 dalam skala indeks 0 sampai 100. Hal ini berarti demokrasi Aceh masuk dalam katagori “kinerja demokrasi sedang.” Nilai IDI Aceh ini menempati peringkat 18 nasional dari 34 provinsi di Indonesia.
Capaian Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) tahun 2023 itu lebih rendah dibanding tahun 2022 yang mencapai 80,82 dan IDI Tahun 2021 Provinsi Aceh mencapai 80,92 . Tahun ini demokrasi Aceh menempati peringkat enam Nasional dan peringkat tertinggi di pulau Sumatera.
Untuk itu, Pemerintah Aceh dan berbagai pihak berkepentingan lainnya penting bersahabat dengan lembaga survey yang ada dan tumbuh di Aceh.
JSI sendiri akan terus melakukan berbagai macam survey yang dapat memberi sumbangan bagi penguatan politik, pengembangan demokrasi, dan survey yang meneropong kepuasan publik baik terhadap kebijakan dan ketokohan atau kepemimpinan.
Dengan survey itu JSI berharap ada pergerakan signifikan dari semua komponen strategis di Aceh untuk fokus bagi kerja pembenahan, penguatan dan pemajuan pembangunan di Aceh sehingga rakyat Aceh lebih cepat lagi dapat merasakan manfaat dari demokrasi bagi kehidupan mereka.
Berikut jenis-jenis survey yang sangat mungkin dilakukan oleh JSI yaitu:
- Survei kepuasan publik terhadap kinerja Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
- Survei persepsi publik terhadap pemberantasan korupsi di Aceh.
- Survey persepsi publik terhadap peran partai politik dalam mendorong kinerja wakil rakyat di DPRA atau DPRK.
- Survei kepuasan publik terhadap kinerja DPRA atau DPRK dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat.
- Survei Persepsi Publik terhadap lembaga publik yang paling bersih dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.
- Survei Persepsi Publik Terhadap Kinerja BPMA, PEMA dan BPKS.
- Survei Kepuasan Publik Terhadap Kinerja Lembaga Penegakan Hukum di Aceh.