DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dinas Kesehatan Aceh melalui Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Aceh, dr. Iman Murahman, mencatat 2.085 kasus HIV sejak pelaporan dimulai pada 2004 hingga Oktober 2025.
Dari jumlah tersebut, 285 kasus tercatat hanya untuk tahun ini. Seluruh data telah terdokumentasi lengkap beserta identitas by name by address.
Yang paling mengkhawatirkan, kata Iman, adalah pergeseran kelompok usia penderita HIV. Kelompok usia 21-30 tahun masih menjadi yang tertinggi dengan 45 persen dari total kasus.
Namun tren baru menunjukkan peningkatan signifikan pada kelompok remaja usia 11-20 tahun, yang kini mencapai 12 persen, meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.
“Kita tidak bisa menutup mata bahwa perilaku berisiko kini banyak terjadi di kelompok remaja. Ini alarm keras bagi keluarga dan lingkungan terdekat,” kata Iman kepada awak media di Banda Aceh, Senin, 1 Desember 2025.
Iman menilai salah satu penyebab meningkatnya kasus HIV pada remaja adalah lemahnya edukasi seksual dalam keluarga. Ia menyoroti fenomena fatherless kurangnya peran ayah dalam pengasuhan dan ketidaktahuan anak tentang fungsi organ reproduksi.
“Banyak anak laki-laki dan perempuan tidak mendapatkan penjelasan yang benar tentang fungsi reproduksi. Akhirnya terjadi perilaku seksual yang tidak semestinya, termasuk hubungan seksual laki-laki dengan laki-laki, yang menjadi jalur penularan HIV pada remaja,” katanya.
Ia menegaskan bahwa edukasi harus dimulai dari rumah, bukan hanya sekolah. “Orangtua harus menjelaskan fungsi organ reproduksi, bagaimana hubungan seksual yang benar antara laki-laki dan perempuan, dan apa bahayanya hubungan seksual sesama jenis. Ini bukan tabu, ini soal kesehatan,” tegasnya.
Dinkes Aceh memastikan layanan pemeriksaan HIV dapat diakses dengan mudah. Seluruh puskesmas dan rumah sakit rujukan di Aceh telah menyediakan Rapid Diagnostic Test (RDT) sebagai pemeriksaan awal.
Pemeriksaan ini juga menjadi standar bagi sejumlah kelompok rentan, seperti, Ibu hamil, Pasien TBC, Laki-laki dengan perilaku seksual berisiko, Waria, Pengguna Napza suntik, Warga binaan pemasyarakatan dan Calon pengantin (catin).
“Jadi hampir semua jalur pelayanan sudah menyediakan pemeriksaan ini. Kita ingin sedini mungkin menemukan kasus agar bisa segera ditangani,” jelas Iman.
Terkait wacana penyediaan rumah singgah HIV, Iman mengakui fasilitas tersebut belum berjalan. Dinkes Aceh masih berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota.
“Kita ingin rumah singgah yang bukan hanya tempat menetap sementara, tapi juga pusat edukasi dan pendampingan. Namun harus ada kolaborasi lintas sektor,” pungkasnya.