kip lhok
Beranda / Data / OJK: Industri Jasa Keuangan di Aceh Stabil dan Resilien

OJK: Industri Jasa Keuangan di Aceh Stabil dan Resilien

Minggu, 20 Agustus 2023 12:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh menilai kondisi Industri Jasa Keuangan di Provinsi Aceh sampai dengan Juni 2023 tetap stabil dan resilien dengan fungsi intermediasi yang baik, likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh Yusri menyebutkan, pertumbuhan ekonomi Aceh pada Q2-2023 tetap stabil dan tercatat sebesar 4,37 persen (yoy) dan sedikit lebih rendah dari periode Q1-2023 sebesar 4,63 persen (yoy) namun diikuti dengan inflasi yang terkendali di bulan Juli 2023 sebesar 2,02 persen (yoy) lebih rendah dari inflasi Juni 2023 sebesar 2,70 persen (yoy).

"Kondisi tersebut menjadi salah satu sebab Lembaga Jasa Keuangan semakin percaya diri untuk mengoptimalkan pemasaran produk dan fungsi intermediasi," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Dialeksis.com, Minggu (20/8/2023).

Di sisi lain, kata Yusri, OJK Aceh juga senantiasa menjaga aspek perlindungan konsumen serta melakukan program literasi dan inklusi keuangan melalui ekosistem keuangan inklusif di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) dan mendorong akses keuangan terhadap pelajar/santri dan pemuda di Aceh serta porsi pembiayaan UMKM relatif tumbuh dari bulan sebelumnya (Juni 2023).

"Kinerja intermediasi Bank Umum (BU) di Aceh senantiasa tumbuh, di mana pada Juni 2023 pembiayaan tumbuh 10,52 persen yoy menjadi Rp36,10 triliun dan tumbuh 1,49 persen dari Mei 2023 sebesar Rp35,57 triliun," sebutnya.

Sementara Financing to Deposit Ratio (FDR) BU di Aceh, sebut Yusri, pada Juni 2023 tercatat 92,90 persen atau lebih tinggi dari FDR BU nasional sebesar 82,75 persen selain disebabkan peningkatan pembiayaan juga karena Dana Pihak Ketiga (DPK) sedikit turun sebesar 0,31 persen (mtm) dari Rp38,98 triliun menjadi Rp38,86 triliun. 

"Rasio pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing/NPF) BU di Aceh sebesar 1,96 persen atau lebih baik dari rasio NPF BU nasional sebesar 2,44 persen. Rasio risiko atas kredit (Loan at Risk/LaR) BU di Aceh sebesar turun dari bulan sebelumnya sebesar 7,01 persen menjadi 7,00 persen dan jauh lebih baik dari LaR BU nasional sebesar 13,17 persen," sebutnya lagi.

Lanjutnya, pembiayaan kepada sektor produktif lebih baik dari bulan sebelumnya, di mana porsi pembiayaan berdasarkan jenis penggunaan untuk modal kerja sebesar 18,32 persen (Mei 2023: 18,07 persen) dan porsi pembiayaan investasi sebesar 12,63 persen (Mei 2023: 12,23 persen), sehingga porsi pembiayaan konsumsi turun menjadi 69,05 persen (Mei 2023: 69,70 persen). 

Hal yang sama pada porsi pembiayaan kepada UMKM meningkat menjadi 27,32 persen (Mei 2023: 26,67 persen). Meskipun penyaluran pembiayaan pada sektor pemilikan peralatan rumah tangga lainnya (termasuk multiguna) masih mendominasi sebesar 58,85 persen namun porsi tersebut turun dari Mei 2023 sebesar 59,50 persen. 

Sementara, porsi pembiayaan sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 14,64 persen (Mei 2023: 14,52 persen), pertanian perburuan dan kehutaanan sebesar 5,32 persen (Mei 2023: 5,11 persen) serta industri pengolahan dan jasa kemasyarakatan menjadi masing-masing 3,21 persen dan 1,68 persen (Mei 2013: 3,17 persen dan 1,61 persen).

Rentabilitas BU Juni 2023 terjaga positif tercermin dari rasio ROA sebesar 2,76 persen dari Mei 2023 sebsar 2,72 persen dengan kondisi likuiditas yang kuat tercermin dari rasio Current Account to Saving Account yang tinggi sebesar 75,28 persen turut mempengaruhi efisiensi pada BU di Aceh.

Market share Total Aset, DPK, dan Pembiayaan BU di Aceh terhadap perbankan syariah nasional masing-masing mencapai 6,57 persen (nasional: Rp801,67 triliun); 6,35 persen (nasional: Rp611,66 triliun) dan 6,87 persen (nasional: Rp525,14 triliun). Sementara, market share terhadap total perbankan (konvensional dan syariah) nasional Total Aset, DPK, dan Pembiayaan masih sebesar 0,48 persen (nasional: Rp11.047 triliun); 0,48 persen (nasional: Rp8.041 triliun) dan 0,54 persen (nasional: Rp6.654 triliun).

Menurut Yusri, potensi ekonomi di Aceh masih sangat memungkinkan bagi perbankan di Aceh untuk melakukan ekspansi pembiayaan, khususnya pembiayaan korporasi. 

"Hal ini didukung dengan selisih pembiayaan lokasi bank terhadap lokasi proyek di Aceh Desember 2022 sebesar Rp15,06 triliun (lokasi proyek Rp49,29 triliun) turun dibandingkan Juni 2023 menjadi Rp12,87 triliun (lokasi proyek Rp48,97 triliun)," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda