Jumlah Perkawinan Usia di Bawah 18 Tahun di Aceh Mencapai 4.319 Orang
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Jumlah perkawinan di bawah usia 18 tahun di Aceh mencapai angka yang mengkhawatirkan, yaitu 4.319 orang berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2023 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Berdasarkan sebaran di 23 kabupaten/kota, remaja di Kota Subulussalam paling banyak menikah di bawah usia 18 tahun, yakni sebanyak 248 orang. Diikuti oleh Aceh Utara dengan 231 orang, Aceh Timur sebanyak 228 orang, Aceh Barat 221 orang, dan Gayo Lues 218 orang.
Sebaliknya, Kota Banda Aceh mencatat jumlah perkawinan di bawah usia 18 tahun paling sedikit, yaitu hanya 79 orang. Selanjutnya, Sabang dengan 108 orang, Langsa 130 orang, Aceh Tenggara 154 orang, dan Aceh Tengah 157 orang.
Upaya Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Anak
Plt Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Dinas Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (DP3A) Aceh, Tiara Sutari menyebutkan dalam UU Nomor 16 Tahun 2019 diatur minimal usia perkawinan adalah 19 tahun bagi perempuan dan laki-laki. Namun, praktik perkawinan anak dan usia perkawinan ≤19 tahun terus terjadi.
Untuk mengatasi masalah kawin anak, kata Tiara, Pemerintah Aceh telah menyusun Strategi Daerah Pencegahan Perkawinan Anak (STRADA PPA) yang akan segera ditetapkan melalui Peraturan Gubernur (PERGUB).
"Langkah ini diharapkan dapat menjadi pedoman dalam mengurangi angka perkawinan anak di Aceh," katanya dalam diskusi dengan mencegah perkawinan anak dan perkawinan usia ≤ 19 tahun, di Sekretariat Aceh Bergerak Banda Aceh, Jumat (24/5/2024).
Selain itu, peran dan fungsi Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) akan dioptimalkan dalam merekomendasikan kelayakan pemohon dispensasi kawin pada Mahkamah Syar’iyah Aceh. PUSPAGA diharapkan dapat memberikan pendampingan dan edukasi yang tepat kepada keluarga dan anak-anak yang rentan terhadap praktek perkawinan di bawah umur.
Pemerintah juga berupaya membangun kolaborasi dan sinergi antara Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA), instansi vertikal, lembaga, organisasi masyarakat sipil (CSO), dunia usaha, akademisi, dan stakeholder lainnya. Sinergi ini penting untuk memastikan bahwa upaya pencegahan dan penanganan perkawinan anak dapat berjalan efektif dan menyentuh seluruh lapisan masyarakat.
Dengan adanya berbagai upaya ini, diharapkan angka perkawinan di bawah usia 18 tahun di Aceh dapat menurun secara signifikan, memberikan masa depan yang lebih baik bagi generasi muda Aceh. [NR]