Inong Balee: Armada Perkasa Para Janda Pejuang
Font: Ukuran: - +
Begini Penampakan Inong Balee Versi AI,Pasukan Elite Wanita Janda Aceh Ditakuti Eropa. Foto: Merdeka.com/tiktok.com/ainusantara
DIALEKSIS.COM | Nasional - Mungkin Anda pernah mendengar tentang pasukan Inong Balee, yang meninggalkan peninggalan berupa benteng Inong Balee di Aceh. Namun, ternyata Inong Balee adalah pasukan perempuan yang berhasil mengalahkan penjajah pada masa itu.
Benar, Inong Balee merupakan pasukan yang terdiri dari prajurit perempuan dari rakyat Aceh pada masa penjajahan Belanda dan Portugis. Pasukan ini menjadi simbol keberanian dan kekuatan perempuan Aceh, yang pada saat itu berhasil mengalahkan pasukan Belanda.
Secara harfiah, nama 'Inong Balee' memiliki arti 'Pasukan Armada Janda'. Inong dalam Bahasa Aceh berarti perempuan, dan balee berarti janda, menurut penjelasan yang terdapat di situs jurnal Unpad.
Meskipun demikian, sebagian besar anggotanya adalah perempuan muda dan lajang yang berusia awal dua puluhan, bahkan ada yang masih remaja belasan tahun, berdasarkan informasi yang dikutip dari buku berjudul "Post-War Security Transitions: Participatory Peacebuilding After Asymmetric Conflicts".
Mengutip laman resmi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemdikbud RI, pasukan Inong Balee terbentuk pada masa pemerintahan Sultan Alaydin Ali Riayat Syah IV Saydil Muqammil, yang memerintah Kerajaan Aceh pada tahun 997 hingga 1011 M (1589-1604).
Pasukan ini dibentuk atas permintaan Laksamana Malahayati dan dikomandoi langsung olehnya. Laksamana Malahayati adalah seorang wanita bangsawan Aceh yang terkenal dengan keberaniannya.
Nama asli Malahayati adalah Keumalahayati. Ia merupakan putri dari Laksamana Mahmud Syah, seorang panglima perang kesultanan Aceh.
Setelah suaminya, Sultan Mahmud Syah, gugur dalam pertempuran melawan Portugis, Malahayati mengambil alih komando pasukan dan membentuk Pasukan Inong Balee. Dengan kemampuan yang diperoleh ketika menimba ilmu di Mahad Baitul Maqdis, Malahayati melatih Inong Balee menjadi pasukan tempur yang tangguh.
Pasukan Inong Balee yang berjumlah mencapai 2.000 orang pun ditakuti oleh musuh di perairan pesisir Aceh Besar serta Selat Malaka.
Sultan Aceh mengangkatnya sebagai panglima armada laut alias laksamana, menjadikannya perempuan pertama di dunia yang menyandang jabatan tersebut.
Sultan juga membekali pasukan Inong Balee dengan 100 unit kapal perang berukuran besar yang masing-masing berkapasitas 400 pasukan. Pasukan Inong Balee mulai dilibatkan dalam beberapa peperangan melawan Portugis dan Belanda.
Di kemudian hari, atas jasanya sebagai tokoh sejarah bangsa Indonesia dan merupakan laksamana laut wanita pertama di dunia, Laksamana Malahayati mendapat gelar sebagai Pahlawan Nasional pada 6 November 2017.
Penganugerahan ini disahkan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 115/TK/Tahun 2017 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.
Mengutip dari indonesia.go.id, salah satu pertempuran terkenal yang melibatkan Pasukan Inong Balee adalah pertempuran di Teluk Haru pada tahun 1599. Inong Balee berhasil mengalahkan armada Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman.
Pada saat itu, pasukan Inong Balee berhasil menghancurkan dua kapal dagang Belanda. Dalam sebuah duel satu lawan satu di atas kapal musuh pada 11 September 1599, Laksamana Malahayati berhadapan dengan Cornelis de Houtman, penjelajah dan penjajah Belanda. Nyawa Cornelis pun melayang akibat pertempuran dengan Keumalahayati.
Keberhasilan ini tidak hanya menunjukkan kemampuan militer mereka, tetapi juga mengukuhkan posisi Aceh sebagai kekuatan maritim yang disegani pada masa itu. Pasukan Inong Balee turut serta dalam beberapa perang melawan Portugis dan Belanda.
Wilayah pertempuran mereka tidak hanya terbatas di Selat Malaka, tetapi juga meluas hingga pantai timur Sumatera dan Malaya. Mereka pun membangun Benteng Inong Balee di atas bukit tak jauh dari pesisir Teluk Ramleh di Kluen Raya, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar.
Jejak peninggalan armada pasukan Inong Balee dapat ditemukan di Desa Lamreh, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, berupa Benteng Inong Balee.
Benteng ini membentang dari ujung barat Teluk Krueng Rata hingga jauh ke pesisir timur Aceh Besar. Ini menggambarkan bahwa lokasi benteng tersebut strategis untuk mendukung perang pada masa itu.
Saat ini, kondisi benteng ini tidak lagi utuh, hanya tersisa puing-puing saja. Faktor alam telah memengaruhi kondisi benteng Inong Balee. Dinding barat yang berbatasan dengan jurang rawan mengalami longsor.
Selain itu, hampir semua bagian benteng juga ditumbuhi pepohonan. Hal ini disebabkan oleh ombak di Teluk Krueng Raya yang sering menghempaskan batuan penyusun benteng ke dalam lautan. [Detik]