Sabtu, 21 Juni 2025
Beranda / Data / Inilah 10 Wilayah dengan Janda Muda Terbanyak di Indonesia, Aceh Diperingkat Berapa?

Inilah 10 Wilayah dengan Janda Muda Terbanyak di Indonesia, Aceh Diperingkat Berapa?

Jum`at, 20 Juni 2025 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Ilustrasi Janda Muda. [Foto: Screenshot akun YouTube @mukanev]


DIALEKSIS.COM | Aceh - Fenomena perceraian di Indonesia kini bukan lagi sekadar isu rumah tangga, tetapi telah menjelma menjadi persoalan sosial yang memengaruhi tatanan masyarakat. 

Data dari Pengadilan Agama dan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat peningkatan signifikan angka perceraian, khususnya di kalangan usia muda. 

Hasil analisis terbaru bahkan mengungkap daftar daerah dengan jumlah janda muda terbanyak di Indonesia. Siapa sangka, di balik angka-angka ini tersimpan kisah getir, kemandirian, dan harapan.

Berdasarkan pengelompokan data terbaru yang dihimpun hingga awal 2025, berikut ini 10 daerah dengan jumlah janda muda terbanyak. Janda muda dalam konteks ini merujuk pada perempuan yang telah bercerai dan berusia antara 20 hingga 35 tahun.

10 Besar Wilayah dengan Janda Muda Terbanyak yang dilansir media dialeksis.com, Jumat, 20 Juni 2025, dari platform youtube @muka_nev

1. Kabupaten Garut, Jawa Barat (Estimasi: 4.000 - 5.000 janda muda)

Di posisi teratas, Garut dikenal bukan hanya sebagai kota dodol, tetapi juga sebagai daerah dengan angka perceraian tertinggi. Penyebab utamanya antara lain pernikahan dini, faktor ekonomi, serta rendahnya pendidikan perempuan.

2. Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah (Estimasi: 3.800 - 4.500 janda muda)

Cilacap mencatat tren perceraian yang terus meningkat sejak tiga tahun terakhir, khususnya di kelompok usia muda. Tak sedikit dari kasus ini dipicu oleh ketimpangan peran dalam rumah tangga dan tekanan ekonomi.

3. Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah (Estimasi: 4.200 - 4.500 janda muda)

Daerah ini mengalami lonjakan kasus cerai gugat yang diajukan oleh istri muda. Fenomena ini memperlihatkan bagaimana perempuan mulai berani mengambil keputusan ketika merasa tidak nyaman dalam rumah tangga.

4. Kabupaten Brebes, Jawa Tengah (Estimasi: 4.000 - 4.200 janda muda)

Sama halnya dengan Banyumas, perceraian di Brebes juga banyak didorong oleh keberanian perempuan untuk keluar dari relasi yang dianggap tidak sehat.

5. Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur (Estimasi: 3.500 - 4.000 janda muda)

Uniknya, 70% dari kasus perceraian di Banyuwangi adalah cerai gugat. Hal ini menunjukkan perubahan signifikan dalam pola pikir perempuan terhadap pernikahan dan hak atas kebahagiaan pribadi.

6. Kabupaten Kemalang, Jawa Tengah (Estimasi: 3.400 - 3.600 janda muda)

Kawasan ini menghadapi tantangan ganda: kemiskinan dan tekanan budaya, yang menyebabkan banyaknya pernikahan usia muda dan berujung pada perceraian.

7. Kabupaten Tegal, Jawa Tengah (Estimasi: 3.200 - 3.400 janda muda)

Tegal mencatat tren meningkat sejak pandemi, di mana ketegangan ekonomi rumah tangga menjadi penyebab utama perceraian.

8. Kabupaten Serang, Banten (Estimasi: 3.000+ janda muda)

Serang menunjukkan angka perceraian cukup tinggi di kalangan pasangan muda yang menikah tanpa persiapan matang secara finansial maupun emosional.

9. Kabupaten Majalengka, Jawa Barat (Estimasi: 2.800 - 3.000 janda muda)

Kota kecil ini menjadi sorotan karena tingginya angka janda muda yang disebabkan oleh pernikahan dini dan kurangnya edukasi pranikah.

10. Kabupaten Lamongan, Jawa Timur (Estimasi: 2.700 - 2.900 janda muda)

Lamongan mencatat lonjakan perceraian pasca-pandemi, dengan banyaknya kasus cerai talak dan cerai gugat yang melibatkan pasangan usia muda.

Provinsi Aceh, meskipun dikenal dengan nuansa religius dan penerapan syariat Islam, tidak luput dari tren perceraian. Berdasarkan data resmi Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh tahun 2024, angka pernikahan tercatat sebanyak 31.740 kasus, dengan total perceraian mencapai 5.931 perkara. Rinciannya cerai talak: 1.192 kasus dan cerai gugat: 4.739 kasus

Mayoritas cerai gugat di Aceh diajukan oleh istri. Meski tidak masuk dalam 10 besar secara nasional, angka ini tetap patut menjadi perhatian, terutama jika dilihat dari potensi dampak sosial terhadap anak-anak dan stabilitas rumah tangga muda. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
dpra