DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, Tasdik Ilhamuddin menjelaskan meningkatnya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) lulusan pendidikan tinggi di Aceh periode Februari 2023-2025 berkaitan dengan belum optimalnya penciptaan lapangan kerja yang relevan.
Meski jumlah lulusan pendidikan tinggi yang terserap ke dunia kerja bertambah sekitar 112 ribu orang (Februari 2023-Februari 2025), namun daya serap pasar kerja Aceh belum mampu mengimbangi laju peningkatan lulusan baru tiap tahunnya.
“Salah satunya begitu. Tapi yang jelas ketersediaan [lapangan usaha] tidak cukup menampung lulusan perguruan tinggi yang sesuai dengan keahliannya atau minatnya,” ujar Tasdik saat disambangi Dialeksis, pada Selasa (11/6/2025), di Kantor BPS Aceh, Kota Banda Aceh.
Dilansir dari laporan BPS, TPT kategori lulusan diploma empat hingga strata tiga tercatat sebesar 7,05 persen pada Februari 2025. Angka ini meningkat dari 6,26 persen pada Februari 2024 dan 5,68 persen pada Februari 2023.
Dalam laporan tersebut, ada tiga sektor lapangan usaha di Aceh yang dominan menyerap tenaga kerja, diantaranya adalah: pertanian, kehutanan dan perikanan (40,02 persen); perdagangan (14,23 persen); dan pendidikan (7,55 persen).
Selanjutnya berturut-turut diikuti oleh industri pengolahan (7,40 persen); konstruksi (6,05 persen); penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum (6,05 persen); serta administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib sebesar (5,92 persen).
Selain itu, adanya kriteria tersendiri yang dimiliki tiap-tiap sektor lapangan usaha, tambahnya, juga ikut menyumbang kontribusi. Kriteria spesifik itu kadangkala membuat profil tenaga kerja terdidik menjadi kurang relevan dengan lapangan usaha yang tersedia.
Misalnya, lapangan usaha pertambangan dan penggalian. Meski berstatus sebagai sektor dengan laju pertumbuhan ekonomi tertinggi-sebesar 19,02 persen-pada triwulan I-2025 (y-on-y), namun mayoritas pekerjanya didominasi oleh lulusan SMA dan SLTP.
Melansir laporan BPS Aceh lain berjudul “Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Aceh Agustus 2024” yang dirilis pada 25 April 2025 lalu, dari 25.771 tenaga kerja yang terserap ke lapangan usaha pertambangan dan penggalian, sebanyak 9.597 adalah para lulusan SMA dan 6.450 pekerja merupakan lulusan SLTP. Sementara, lulusan berpendidikan tinggi yang terserap ke sektor tersebut hanya 1.193 pekerja.
“Barangkali lebih banyak pekerja kasar atau pekerja yang hanya terampil, bukan terdidik,” tambah Tasdik.
Lebih lanjut, ia turut memaparkan bahwa indikator TPT dihitung berdasarkan persentase jumlah penganggur terhadap angkatan kerja aktif. Pengukuran data TPT di Aceh, ia menjelaskan, didasarkan pada Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilaksanakan setiap bulan Februari dan Agustus.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sendiri merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur tenaga kerja yang tidak terserap oleh pasar kerja. Indikator ini dapat menggambarkan kurang termanfaatkannya pasokan tenaga kerja.
Adapun, Systematic Random Sampling menjadi metode yang dipakai BPS Aceh dalam pemilihan sampelnya. Metode ini berguna untuk memastikan keterwakilan sampel berdasarkan wilayah, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan.
“Kami menyusun kerangka sampel dengan memperhatikan proporsi kelas sosial dan karakteristik lainnya agar hasilnya benar-benar representatif,” terangnya. “Jadi mereka yang sedang aktif mencari kerja, tapi belum bekerja, masuk dalam kategori penganggur,” sambungnya.
BPS Aceh, imbuh Tasdik, memastikan bahwa semua data yang dirilis bersifat terbuka dan dapat diakses publik. Ia pun menyarankan agar jurnalis dan peneliti menggunakan Berita Resmi Statistik dan publikasi resmi BPS lainnya untuk memahami tren ketenagakerjaan secara tepat.
Melalui publikasi seperti keadaan angkatan kerja, masyarakat dapat memahami definisi teknis dari indikator seperti TPT, setengah penganggur, serta melihat pergeseran tenaga kerja antar sektor secara periodik.
“Cukup lengkap kalau menurut saya. Tapi memang untuk interpretasi yang mendalam kita perlu diskusi,” pungkasnya. [msr]