Beranda / Data / 79 Tahun TNI: Dari Perjuangan ke Profesionalisme

79 Tahun TNI: Dari Perjuangan ke Profesionalisme

Sabtu, 05 Oktober 2024 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Prajurit Batalyon Infanteri 144/Jaya Yudha Kodam II/Sriwijaya . Foto: Antara/Nova Wahyudi


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Setiap tanggal 5 Oktober, bangsa Indonesia memperingati hari lahir Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pada 2024, TNI genap berusia 79 tahun, memperingati perjalanan panjang yang tak lepas dari perjuangan rakyat melawan penjajah.

Laman resmi TNI menyebutkan, akar pembentukan TNI bermula dari Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada 22 Agustus 1945. Kala itu, badan ini bertujuan untuk menjaga stabilitas keamanan pasca-Proklamasi Kemerdekaan. Anggota BKR terdiri dari mantan prajurit PETA dan para sukarelawan.

Momentum penting terjadi pada 5 Oktober 1945 ketika Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit untuk mengganti BKR menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Sejak saat itu, tanggal 5 Oktober resmi dijadikan Hari Ulang Tahun TNI.

Dilaporkan hasil tracking informasi Dialeksis, pembentukan TKR tak lepas dari dorongan anggota BKR dan para pemuda pejuang. Pemerintah Indonesia pada waktu itu belum membentuk tentara nasional resmi, meskipun kebutuhan mendesak sudah dirasakan.

Seiring berjalannya waktu, pada 6 Oktober 1945, Presiden Soekarno menunjuk Suprijadi, tokoh pemberontakan PETA Blitar, sebagai Menteri Keamanan Rakyat dan Pemimpin Tertinggi TKR. Namun, Suprijadi tak pernah muncul hingga awal November 1945. Kekosongan kepemimpinan ini pun menghambat kinerja TKR.

Krisis itu teratasi melalui Konferensi TKR yang diadakan pada 12 November 1945 di Yogyakarta. Dipimpin oleh Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo, konferensi ini memilih Kolonel Soedirman sebagai Pimpinan Tertinggi TKR. Pada 18 Desember 1945, Kolonel Soedirman resmi diangkat sebagai Panglima Besar TKR dengan pangkat Jenderal.

Tak lama berselang, pada 7 Januari 1946, nama Tentara Keamanan Rakyat (TKR) diganti menjadi Tentara Keselamatan Rakyat (TKR) melalui Penetapan Pemerintah No. 2. Penggantian ini dilakukan untuk memperluas fungsi militer dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keamanan.

Langkah-langkah menuju profesionalisme militer terus diambil. Pada 26 Januari 1946, nama TKR kembali diubah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI), menyesuaikan dengan standar militer internasional. Pembentukan panitia khusus oleh pemerintah juga dilakukan untuk menyusun organisasi militer yang lebih sempurna.

Namun, kesempurnaan organisasi tak bisa dicapai tanpa persatuan. Muncul berbagai laskar perjuangan rakyat yang kadang bersinggungan dengan TRI. Untuk mengatasi ketegangan ini, pemerintah memutuskan untuk menyatukan TRI dan badan perjuangan rakyat. Pada 3 Juni 1947, melalui Keputusan Presiden, Tentara Republik Indonesia resmi berganti nama menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Langkah besar ini diikuti dengan penunjukan Panglima Besar Jenderal Soedirman sebagai Kepala Pucuk Pimpinan TNI. Struktural TNI pun terbentuk, dengan nama-nama besar seperti Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo, Laksamana Muda Nazir, dan Komodor Suryadarma sebagai anggotanya.

Perjalanan TNI juga sempat melewati fase bersatunya dengan Kepolisian Negara, menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada 1962. Namun, setelah 1 April 1999, TNI dan Polri kembali dipisah.

Saat ini, TNI terbagi dalam tiga matra: Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU). Dengan dasar hukum Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004, TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan. Fungsinya sebagai penangkal, penindak, dan pemulih terhadap ancaman militer serta kondisi keamanan yang terganggu, memastikan keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa tetap terjaga.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI