Selasa, 02 September 2025
Beranda / Celoteh Warga / Makna Simbolik Isra’ dan Mi’raj

Makna Simbolik Isra’ dan Mi’raj

Sabtu, 01 Februari 2025 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Risman Rachman
Risman Rachman. [Foto: dokumen untuk dialeksis.com]

DIALEKSIS.COM | Aceh - Kisah Isra’ dan Mi’raj, sampai hari ini, masih terus menjadi perbincangan yang menarik, sekaligus memantik diskusi. Salah satunya adalah kisah Nabi Muhammad bertemu nabi-nabi di langit pertama hingga langit ke tujuh.

Pertanyaannya, bila ada ratusan nabi, mengapa Nabi Muhammad hanya dipertemukan dengan beberapa nabi saja, yaitu Adam, Yahya, Yusuf, Idris, Harun, Musa, dan Ibrahim. 

Karena kita juga diberitahu bahwa setiap diri yang sudah wafad berada di alam barzah, sehingga terhalang dengan alam dunia, maka yang bisa diakses adalah informasi yang mereka tinggalkan selama masih di dunia. Informasi itu berupa nama, sifat, tindakan, dan pesan. 

Dengan begitu, perjalanan Nabi Muhammad keluar dari bumi menuju Sidratul Muntaha melalui tujuh lapis langit mengandung makna simbolik terkait lapisan kesadaran, yaitu kesadaran materi yang diwakili Adam dan kesadaran energi yang diwakili nabi lainnya. 

Nabi Adam mewakili kesadaran materi karena Adam manusia yang dicipta dari debu atau tanah. Keduanya mewakili materi. Jadi, kita ini, dan semua yang ada di alam semesta ini adalah materi ciptaanNya. Sesuatu yang diadakan oleh yang Maha Pencipta, bukan sesuatu yang kebetulan ada. 

Tapi, materi adalah juga energi. Keduanya bisa berganti, materi bisa menjadi energi dan sebaliknya. Sebab, materi itu adalah energi yang melambat dan akhirnya memadat. Jadi, manusia dan alam semesta disamping makluk materi juga makhluk energi yang memiliki frekuensi dan vibrasi. 

Nabi Yahya menjadi simbol kesadaran penciptaan yang dianugerahi kepada manusia untuk bekal hidup di dunia dari bahan dasar materi dan energi yang diadakan oleh Allah. Yahya, mengandung makna yang menghidupkan, memugar, memperbaharui, atau membuat ulang. Dengan bekal materi dan energi kita manusia dapat menghasilkan dan menghadirkan banyak hal di dunia ini. 

Nabi Yusuf kita kenal sebagai nabi yang tampan dan punya kemampuan membangun tata kelola. Tentu saja seluruh hasil karya kita manusia dalam usaha kita menghadirkan hidup yang lebih bagus, tertata dan terkelola. Aspek ini sangat penting, jika tidak maka akan muncul hasil karya yang malah merusak dan menghancurkan.

Nabi Idris kita kenal sebagai sosok yang rajin mempelajari suhuf-suhuf Nabi Adam, dan disebut sebagai Nabi yang pertama menulis dengan qalam (pena). Pesan simboliknya, jangan membatasi diri untuk belajar dan mempelajari dan hasil pembelajaran itu hendaknya dijadikan karya tulis, sehingga bisa diakses dan dipelajari kembali. 

Bila makna di atas sudah kita tangkap, maka kita bisa naik lagi ke level kesadaran energi yang lebih tinggi, yaitu level Harun, Musa dan Ibrahim. 

Harun dalam bahasa Ibrani berani gunung atau bukit yang tinggi. Sehingga oleh orang yang melihat dari bawah nampak kecil. Pesan simboliknya, kita tidak boleh berhenti mengerti di kesadaran rendah, tapi juga kesadaran yang lebih tinggi, sehingga kita dapat mengetahui dengan lebih lengkap. 

Dengan kesadaran atau pengetahuan yang lebih tinggi itulah kita bisa menjadi diri yang kalimullah selayaknya Nabi Musa yang berbicara dengan Allah di Bukit Tursina atau Gunung Sinai. 

Puncaknya, kita akan sampai pada makna Ibrahim, yaitu Bapak yang tinggi atau Ayah yang dimuliakan yang menjadi makna Ibrahim dalam bahasa Ibrani. Artinya diri dengan otoritas pengetahuan dan kesadaran yang sah menjadi rujukan. 

Tapi, level kesadaran materi dan kesadaran energi bukanlah puncak terakhir dari kesadaran. Ada kesadaran Cahaya (Nur) yaitu diri yang diperlihatkan ayat-ayat atau tanda-tanda kebesaran Allah. Sosok atau diri itulah yang dinamakan Muhammad, yang mencapai Sidratul Muntaha sebagai simbol pohon pengetahuan, kebijaksanaan dan kearifan. 

Sidratul Muntaha juga simbol kesenangan, kebahagiaan, kelimpahan, dan kemakmuran yang sangat mungkin untuk diwujudkan dibumi sejauh manusia bersedia menjadi diri dengan level kesadaran cahaya/ilahiah. 

Sebaliknya, sejauh masih bertahan di kesadaran materi dan kesadaran energi, kehidupan hanya menghasillkan ketimpangan antara mereka yang tertinggal atau bahkan terbelakang dengan mereka yang sudah berkemajuan. 

Keduanya, masih akan berhadapan dengan berbagai kemelut, dari peseteruan hingga konflik yang keras dan mematikan disebabkan oleh hasil karya dan karsa yang tidak disinari oleh kesadaran cahaya/ilahi yang menghadirkan diri terpuji (insan kamil). [rr]

Keyword:


Editor :
Indri

Berita Terkait
    perkim, bpka, Sekwan
    riset-JSI
    pelantikan padam
    17 Augustus - depot
    sekwan - polda
    damai -esdm
    bpka