kip lhok
Beranda / Berita / Trenggiling Banyak Diburu Karena Harga Sisiknya Mahal

Trenggiling Banyak Diburu Karena Harga Sisiknya Mahal

Rabu, 25 September 2019 08:33 WIB

Font: Ukuran: - +

Mengutip VOA Indonesia, 19/2/2019, permintaan trenggiling selalu tinggi di Asia. Mulai dari sisiknya yang digunakan dalam pengobatan tradisional China, hingga dagingnya yang menjadi santapan mewah di Vietnam. [Foto: IST]

DIALEKSIS.COM | Bireuen - Tim Ahli dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Drh Taing Lubis mengungkapkan, trenggiling menjadi buruan karena harga jual sisiknya yang mahal. 

"Ya, penyebabnya karena harga sisik trenggiling yang mahal ketika dijual," kata Taing Lubis menjawab Dialeksis.com, Selasa (24/9/2019) sebelum memberikan keterangan dalam sidang lanjutan kasus penjualan sisik trenggiling di PN Bireuen.

Taing Lubis enggan menyebutkan harga jual sisik trenggiling per kg. Ia beralasan nanti akan menjadi ancaman bagi mamalia dilindungi itu karena akan makin banyak diburu.

Ia mengakui hewan tersebut paling banyak diburu di Aceh saat ini. Berdasarkan catatan BKSDA Aceh, pihaknya selama 2019 sudah dipanggil menjadi tim ahli kasus perdagangan sisik trenggiling di persidangan sebanyak tiga kasus.

"Di Pidie, Aceh Besar dan Bireuen," sebut dokter hewan lulusan Fakultas Kedokteran Unsyiah.

Taing menjelaskan, sisik trenggiling bisa dimanfaatkan orang sebagai obat-obatan tradisional.

"Setelah diolah sisiknya banyak digunakan untuk obat tradisional," jelasnya.

Saat ditanya, apakah habitat polulasi trenggiling saat ini sudah berkurang, menurut Taing, mamalia satu ini sulit dihitung jumlah habitatnya. 

Kata dia, ada beberapa faktor, di antaranya trenggiling bergerak di malam hari dan sifatnya pemalu. "Jadi dalam satu habitat, trenggiling belum tentu dapat koloninya," jelas Taing.

Adapun mamalia itu dilindungi, jelasnya, karena populasinya sedikit, reproduksi dan habitatnya terbatas.

"Trenggiling ini hidupnya hanya tujuh tahun sama seperti kucing," ujar tim ahli BKSDA Aceh.(faj)

Keyword:


Editor :
Makmur Emnur

riset-JSI
Komentar Anda