Sosok Munarman Terduga Teroris, Pernah Jadi Anggota LSM di Aceh
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri membekuk pengacara Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab, Munarman.
Pihak kepolisian menangkap mantan Sekretaris Umum FPI itu pada Selasa (27/4/2021) sekitar pukul 15.30 WIB di Perumahan Modern Hills, Cinangka, Pamulang, Tangerang Selatan. Ia ditangkap berkaitan dengan dugaan tindak pidana terorisme.
Tak hanya itu, polisi juga menduga Munarman menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme. Selain itu, ia juga bermufakat jahat untuk melakukan tindak pidana terorisme, dan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme.
Tak hanya sekali, nama Munarman beberapa kali terseret dalam penangkapan sejumlah teroris namun ia selalu menyangkal tuduhan itu.
Munarman dikenal sebagai sorang pria yang penuh kontroversi, baik lokal maupun internasional. Dengan demikian, Dialeksis.com berusaha mencoba melakukan penelusuran lebih mendalam terhadap sosok Munarman. Berikut hasil litbang tim Dialeksis.com.
Sosok Munarman
Munarman, SH merupakan seorang pria yang lahir di Palembang, Sumatra Selatan pada 16 September 1968. Munarman ialah seorang jubir FPI, advokat, mantan aktivis HAM, mantan Ketua Umum YLBHI dan kemudian beralih menjadi Panglima Komando Laskar Islam kelompok FPI.
Perjalanan Karier
Perjalanan karier Munarman dimulai saat ia bergabung dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Palembang sebagai sukarelawan pada tahun 1995, kemudian dipromosikan sebagai Kepala Operasional organisasi yang sama pada tahun 1997.
Kemudian ia beralih menjadi Koordinator Kontras Aceh pada tahun 1999-2000 dan tinggal di Aceh. Karier ini berlanjut hingga ia menduduki posisi Koordinator Badan Pekerja Kontras di mana ia kemudian berelokasi ke Jakarta dari Aceh.
Pada bulan September 2002, Munarman terpilih sebagai Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) setelah YLBHI mengalami kekosongan kepemimpinan selama sembilan bulan. Saat terpilih Munarman unggul dengan perbandingan suara 17 dari 23 orang, mengalahkan Daniel Panjaitan yang saat itu menjabat Wakil Direktur YLBHI Jakarta. Munarman sendiri dicalonkan oleh LBH cabang Palembang, Banda Aceh, dan Lampung, sementara Daniel dicalonkan oleh LBH Semarang dan Jakarta. Munarman dilantik pada bulan berikutnya dan berjanji akan menyatukan anggota-anggota yayasan sebagai langkah pertamanya dan ia dilantik pada bulan Oktober 2002.
Ketua sebelumnya Bambang Widjojanto diberhentikan oleh dewan pengawas YLBHI karena mengusulkan untuk mereformasi yayasan menjadi asosiasi yang lebih berpihak pada keanggotaan. Hal ini dilakukan sebagai kritik kepada Adnan Buyung Nasution, salah satu pendiri dan ketua dari Dewan Pengawas berpindah haluan dan membela seorang pejabat militer senior yang teridentifikasi sebagai pelaku pelanggaran HAM berat di Timor Timur pada tahun 1999 dengan alasan profesionalisme.
Pemecatan Bambang kemudian diikuti dengan pengunduran diri Wakil Ketua YLBHI, Munir. Kritik lalu muncul di YLBHI karena Dewan Pengawas lalu langsung menyiapkan tim untuk memilih ketua yang baru. Kritik paling vokal disuarakan oleh Munarman dan hampir saja posisinya dalam Dewan Pengurus dicopot.
“Untuk membangun demokrasi, kita harus mencari tahu siapa musuh kita, dan berteman. Perbedaan di antara kita adalah bagian dari tradisi. YLBHI tidak akan terpecah karena perbedaan,” kata Munarman dalam debat publiknya sebagaimana dikutip dari wikipedia yang dikutip dari The Jakarta Post.
Pada Juli 2005 Makamah Konstitusi Indonesia menolak Tinjauan Yuridis yang diajukan oleh Munarman dan kawan-kawan yang tergabung dalam Tim Advokasi Rakyat untuk Hak atas Air terhadap Peraturan Pemerintah No. 7 Mengenai Sumber Daya Air (Peraturan Nomor 7 Tahun 2004) yang dianggap melanggar UUD 1945.
Jabatannya sebagai Ketua YLBHI terhenti pada tahun 2006 dengan dilantiknya Patra M Zen sebagai Ketua Umum Yayasan Lembaga bantuan Hukum Indonesia untuk periode 2006-2011.
Terlibat dengan HTI
Pada bulan Juni 2006, Munarman menyatakan akan melawan apabila dipecat sebagai Ketua Dewan Pengurus YLBHI Indonesia dan berjanji tidak akan mundur. Alasan pemecatannya adalah karena pemikiran dan sikapnya yang radikal, ia menolak Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai sistem demokrasi Indonesia, dengan keterlibatannya sebagai tokoh Hizbut Tahir Indonesia (HTI).
Selain itu, juga atas pernyataannya di atas spanduk yang dipampang dengan wajahnya di Cilandak Jakarta Selatan yang berbunyi: "Munarman: Sistem Khilafah Menjadi Jawaban Atas Seluruh Problematika Saat Ini Muncul. Saatnya Khilafah Memimpin Dunia."
Saat wawancara ia menolak disebut sebagai Pemimpin Hizbut Tahir ataupun masuk dalam struktur organisasi, namun hanya "berkawan". Ia juga menyebut-nyebut sumbangan dana Tomy Winata terkait dengan upaya pemecatannya.
Pada wawancaranya dengan Eramuslim.com di bulan Juni 2006 Munarman mensinyalir Amerika Serikat dan sekutunya menggunakan LSM yang didanai pihak asing untuk membubarkan FPI, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) dan HTI. Ia pun membandingkan FPI dengan GAM. Menurut Munarman jargon yang digunakan adalah "kebhinnekaan", "Pancasila", "pluralisme" dan umat Islam harus bersatu merapatkan barisan mempersiapkan diri menghadapi ancaman-ancaman dari kelompok sekuler.
Pernah Jadi Pengacara Abu Bakar Ba’asyir
Sebagai pengacara, Munarman pernah menjadi anggota Tim Pengacara pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia Abu Bakar Ba’asyir.
Saat itu, Abu Bakar Ba’asyir terjerat kasus Bom Bali dan mendapat vonis 2,5 tahun penjara.
Dari sinilah awalnya Munarman mulai dekat dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) hingga akhirnya mengenal beberapa tokoh Islam, termasuk Ketua FPI Habib Rizieq Shihab.
FPI
Sejak mengenal dekat Habib Rizieq Shihab, Munarman kemudian menjadi anak buahnya. Ia menempati sejumlah posisi di FPI seperti Panglima Komando Laskar Islam yang merupakan kelompok FPI, jubir FPI, hingga terbaru Sekretaris Umum (Sekum) FPI.
Pada Oktober 2008, hakim PN Jakarta Pusat memvonis 1,5 tahun penjara Munarman bersama Habib Rizieq Shihab.
Majelis Hakim menyatakan, Habib Rizieq Shihab dan Munarman terbukti secara sah menganjurkan untuk melakukan kekerasan terhadap orang atau barang di muka umum secara bersama-sama.
Hal ini dalam kaitannya dengan kasus penyerangan terhadap massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan atau AKKBB pada peristiwa Insiden Monas 1 Juni 2008.
Fakta Penangkapan Munarman
Munarman Ditangkap dalam Kasus Baiat di Tiga Kota
Munarman diduga terlibat dalam kegiatan baiat teroris di tiga kota. Polri belum menjelaskan secara detail peran Munarman dalam proses baiat teroris.
"(Ditangkap terkait) baiat di UIN Jakarta, kemudian juga kasus baiat di Makassar, dan mengikuti baiat di Medan," jelas Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan kepada wartawan di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (27/4/2021) sebagaimana dikutip dari Detik.com.
Ramadhan menuturkan penangkapan dilakukan sekitar pukul 15.00 WIB tadi. Ramadhan juga menyebut Densus 88 Antiteror menggeledah eks markas FPI di Petamburan, Jakarta Pusat.
"Penangkapannya dilakukan kurang-lebih pukul 15.00 WIB, dan saat ini sedang dilakukan penggeledahan di Petamburan," tutur Ramadhan.
Rumah Munarman dan eks Markas FPI Digeledah
Polisi melakukan penggeledahan di bekas kantor DPP FPI yang berada di daerah Petamburan III, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Selain itu, rumah Munarman di Pamulang pun digeledah polisi.
"Iya benar ada penggeledahan di Petamburan III benar," kata Kapolsek Tanah Abang Kompol Singgih Hermawan saat dihubungi, Selasa (27/4/2021).
Rumah yang berada di Pondok Cabe, Pamulang digeledah. "Belum (dibawa Munarman). Penggeledahannya pasti ada surat," ujar pengacara Habib Rizieq, Aziz Yanuar, saat dimintai konfirmasi soal penangkapan Munarman, Selasa (27/4/2021).
Aziz belum mengetahui penangkapan Munarman terkait perkara apa. Saat ini Aziz dan tim kuasa hukum sudah berada di kediaman Munarman.
Polisi Temukan Bahan Peladak di Sekre FPI
Densus 88 Antiteror menggeledah eks kantor sekretariat Front Pembela Islam di Petamburan, Jakarta Pusat. Densus 88 menemukan sejumlah bahan peledak, yakni triacetone triperoxide (TATP).
"Terakhir ada beberapa botol plastik yang berisi cairan TATP. Cairan TATP ini merupakan aseton yang digunakan untuk bahan peledak," ujar Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan di Polda Metro Jaya, Selasa (27/4/2021).
TATP ini identik dengan yang ditemukan Densus 88 di rumah terduga teroris yang beberapa lalu digeledah di Condet, Jakarta Timur, dan Bekasi.
"Ini juga akan didalami oleh Puslabfor tentang isi kandungan cairan tersebut," jelas Ramadhan.