Sosiolog USK: Strategi Kemasan Mobile Banking, Antara Nama Unik dan Esensi Layanan
Font: Ukuran: - +
Reporter : Arn
Firdaus Mirza Nusuary Sosiolog Universitas Syiah Kuala. Foto: Dialeksis.com
DIALEKSIS.COM | Aceh - Menanggapi fenomena kreasi nama mobile banking yang tengah menjadi sorotan, Firdaus Mirza Nusuary atau disapa akrab Ados, Sosiolog Universitas Syiah Kuala, mengajukan pandangan kritis yang berbeda dari pendapat sebelumnya.
"Fenomena penamaan mobile banking seperti ini sebenarnya lebih merupakan strategi marketing yang dangkal dan berpotensi mengalihkan perhatian dari esensi layanan perbankan yang sesungguhnya," tegasnya dalam wawancara eksklusif bersama Dialeksis, Rabu (18/12/2024).
Firdaus mengungkapkan kekhawatirannya bahwa tren penamaan unik ini justru bisa menjadi pembungkus untuk menutupi kualitas layanan yang sebenarnya.
"Masyarakat tidak membutuhkan nama yang trendy, melainkan layanan perbankan yang berkualitas, transparan, dan mudah diakses," kritiknya tajam.
Lebih lanjut, akademisi yang concern terhadap industri perbankan ini menilai bahwa kreasi nama seperti Wondr, Livin', atau Brimo hanyalah upaya mengemas ulang produk yang pada dasarnya sama. "Ini seperti memberi bungkus kemasan baru pada produk lama. Apakah nama kreatif bisa menutupi biaya administrasi yang tinggi? Apakah nama unik bisa menjamin keamanan transaksi digital?" ujarnya dengan nada menantang.
Firdaus menekankan bahwa fokus bank seharusnya pada: pengurangan biaya transaksi, peningkatan keamanan digital, kemudahan akses bagi seluruh lapisan masyarakat, dan transparansi layanan perbankan.
"Nama-nama fancy ini hanya strategi pencitraan yang membuang-buang anggaran marketing," tegasnya. "Uang yang dihabiskan untuk riset nama dan kampanye kreatif ini lebih baik dialokasikan untuk pengembangan fitur keamanan atau penurunan biaya layanan bagi nasabah."
Kritiknya semakin tajam ketika menyoroti aspek inklusivitas. Menurutnya, nama-nama berbahasa Inggris atau singkat yang unik justru berpotensi mengasingkan masyarakat dari kalangan awam dan lansia yang masih kesulitan beradaptasi dengan teknologi digital.
"Industri perbankan harus fokus pada substansi, bukan sekadar kemasan," tutup Firdaus Mirza, menggarisbawahi pentingnya pelayanan di atas segala strategi marketing.