DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ratusan mubaligh se - Aceh memadati Aula Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh, Rabu (9/4/2025), dalam Rapat Kerja (Raker) bertajuk “Mubaligh Aceh Adalah Pilar Dakwah dan Moral Bangsa” sekaligus Pelantikan Pengurus Ittihadul Muballighin Nanggroe Aceh Darussalam (IMNAD) periode 2025 - 2030. Acara yang digelar sebagai respons terhadap dinamika era modern ini menegaskan peran strategis mubaligh tidak hanya sebagai penjaga moral, tetapi juga garda depan dalam menjawab tantangan digital yang dihadapi generasi muda.
Dalam pidato pembukaan yang dibacakan Kepala Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh, H. Zahrol Fajri mewakili Wakil Gubernur Aceh di acara tersebut, Wagub menekankan bahwa penetrasi teknologi telah mengubah lanskap dakwah.
“Dunia berubah, tantangan umat pun berkembang. Maka dakwah kita harus bertransformasi, relevan, namun tetap berpegang teguh pada Alquran dan Hadits, selain itu kegiatan tersebut adalah arahan dari bapak gubernur dan wakil gubernur Aceh” ungkap Zahrol kepada Dialeksis (Kamis, 10/04/2025).
Ia menambahkan, mubaligh tidak lagi cukup berbicara di mimbar tradisional, melainkan harus menguasai platform digital untuk menyasar generasi milenial dan Gen-Z yang hidup di ruang maya.
Zahrol menyebut IMNAD sebagai wadah penting untuk mengorganisir para mubaligh agar lebih sistematis dan berdampak luas.
“Harapannya, rapat ini melahirkan rekomendasi konkret, seperti konten kreatif berbasis video pendek yang mengedukasi moral, akhlak, dan tata krama di media sosial,” ujarnya. Langkah ini dinilai krusial mengingat degradasi nilai sosial dan maruhnya konten negatif di kalangan anak muda.
Ketua Panitia Raker, Tgk H. Muhammad Yunus, menyampaikan apresiasi atas dukungan Pemerintah Aceh dalam memfasilitasi silaturahmi para dai.
“Ini momentum untuk memperkuat kolaborasi dalam penegakan syariat Islam, sekaligus merancang strategi dakwah yang sesuai dengan semangat zaman,” ungkap Yunus.
Malam harinya, digelar pelantikan pengurus inti IMNAD periode 2025“2030, dengan Ketua Umum Tgk H. Muniruddin M. Diah (Waled Kiran), Sekretaris Umum Tgk H. Nurdin M. Judon, dan Bendahara Tgk H. Faisal Hadi. Muniruddin dalam sambutannya berjanji mengoptimalkan peran IMNAD sebagai hub inovasi dakwah, termasuk pelatihan literasi digital bagi mubaligh.
“Kami akan menjembatani tradisi keilmuan pesantren dengan kemajuan teknologi,” tegasnya.
Aceh, sebagai provinsi dengan otonomi khusus syariat, memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga identitas keislaman yang progresif. Raker IMNAD 2025 bukan sekadar acara seremonial, melainkan bukti kesiapan para dai Aceh menjawab tantangan zaman tanpa kehilangan khittah. Dengan menggandeng generasi muda melalui platform yang mereka kuasai, para mubaligh berpotensi menjadi influencer nilai-nilai Islam yang moderat dan kontekstual.
Dalam penekanannya, H. Zahrol Fajri mengungkapkan bahwa perkembangan teknologi harus dimanfaatkan sebagai jembatan untuk menyebarkan nilai-nilai keislaman yang moderat dan solutif.
"Pemanfaatan media digital bukan hanya soal penyampaian informasi, tetapi juga soal interaksi dua arah yang membangun kepercayaan dan keterlibatan umat. Kami mendorong setiap dai untuk mengasah kemampuan dalam menciptakan konten yang tidak hanya menarik, tetapi juga mendidik dan menginspirasi," jelasnya.
Beliau juga mengutarakan bahwa inovasi dalam dakwah harus selalu berlandaskan pada kekayaan tradisi keilmuan pesantren yang telah teruji oleh waktu.
"Memadukan keunggulan metode tradisional dengan alat digital modern merupakan strategi efektif untuk menghadapi tantangan era globalisasi. Ini adalah sebuah proses pembelajaran bersama antara generasi senior dan muda, di mana keduanya saling melengkapi untuk mencapai dakwah yang lebih inklusif dan progresif," tambah Zahrol.
Selain itu, beliau menyoroti pentingnya peran IMNAD sebagai platform sinergi para mubaligh. "Melalui struktur organisasi yang solid dan pendekatan inovatif, IMNAD diharapkan dapat menjadi pusat unggulan yang mengoptimalkan potensi para mubaligh untuk menjadi motor perubahan dalam kehidupan sosial dan spiritual masyarakat Aceh," harapnya.
Sebagai penutup, Zahrol mengingatkan, bahwa dakwah bukan hanya ceramah, tapi tindakan nyata. Teknologi adalah alat, tetapi ruhnya tetap pada keteladanan.
"Hal tersebut sangat relevan di tengah arus globalisasi yang deras, mengajak setiap penggiat dakwah untuk selalu menempatkan nilai keislaman sebagai fondasi utama dalam setiap langkah inovasi," pungkasnya.