Beranda / Berita / Ratusan Miliar Aset Aceh Di Pulau Jawa Harus Diselamatkan dan Dipelihara

Ratusan Miliar Aset Aceh Di Pulau Jawa Harus Diselamatkan dan Dipelihara

Selasa, 19 Januari 2021 18:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Baga

DIALEKSIS.COM| Jakarta- Pemerintah Aceh memiliki asset yang cukup banyak di pulau Jawa. Asset asset itu nilainya mencapai ratusan miliar. Asset tersebut senantiasa tetap diperlihara dan dijaga dengan baik. 

“Asset berupa asrama, serta sejumlah asset lainya yang tersebar di Pulau Jawa terus dijaga dan dipelihara oleh pemerintah Aceh, namun dukungan dari semua pihak juga sangat menentukan, agar asset ini tetap bermanfaat bagi masyarakat, khususnya masyarakat Aceh di perantauan,” sebut Almuniza Kamal, S.STP, M.Si.

Menurut kepala Badan Penghunung Pemerintah Aceh ini, menjawab Dialeksis.com, Selasa (19/1/2021) via selular menjelaskan, Aset pemerintah Aceh baik berada di daerah dan luar daerah lumanyan banyak.

Di pulau Jawa misalnya, sebut Almuniza, pemerintah Aceh memiliki asset berupa tanah maupun bangunan dan sudah memiliki sertifikat hak kepemilikan, mulai dari Kantor Pemerintah Aceh di Jakarta, hingga sejumlah asrama mahasiswa.

Apa saja itu? “Di Jakarta, ada tiga mess. Mess Aceh Cikini/Gondangdia,mess Indramayu 1, dan mess Aceh Cipinang,” jelas Almuniza.

Mess Aceh Cikini berada di Jalan RP Soeroso Nomor 14, Cikini, Jakarta Pusat, berdiri di lahan 2.242 meter persegi dengan luas bangunan 4.933,66 meter persegi, mulai dibangun pada 2009 pada masa pemerintahan Irwandi Yusuf-Muhammad Nazar,” sebutnya.

Gagasan mendirikan mes ini, sebut penghubung Aceh ini, ketika gubernur dijabat Azwar Abubakar (Pj). Kini mes ini mempunyai kapasitas 65 kamar tidur, serta lahan parkir untuk 75 mobil. Peresmian pada Gubernur Irwandi Yusuf dan difungsikan pada masa pemerintahan Zaini Abdullah-Muzakir Manaf.

Sementara mess Aceh Indramayu 1, ada di Jalan Indramayu nomor 1-3 Menteng, Jakarta Pusat. Tanah dan bangunan seluas 491 meter persegi itu, disertipikatkan pada November 2019. Atas jaminan surat pernyataan dari Nova Iriansyah yang saat itu menjabat Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh.

Badan Penghubung Pemerintah Aceh (BPPA) memulai proses pengeluaran dan penetepan sertipikat sejak Juni 2019 hingga selesai. Aset ini ditafsir bernilai sekitar Rp73 miliar. Saat ini, gedung dua lantai seluas 960 meter persegi tersebut dimanfaatkan oleh Pemerintah Aceh sebagai mess khusus pimpinan, katanya.

Menurut kepala Penghubung Aceh ini, pembangunanya sudah diawali pada tahun 1970 atas prakarsa tokoh-tokoh Aceh masa itu seperti A Muzakkir Walad, A Madjid Ibrahim, Ibrahim Abdullah, Ibrahim Hasan, S Ibrahim Husin, dan M Hasan Basry.

Almuniza menceritakan sejarah pembangunannya dilakukan oleh Zulkarnaini Ali (Ketua), Anis Idham, dan S Ibrahim Husin, Sjahnoeran Oemar. Adapun perencanaannya melibatkan Ismael Sofjan (arsitektur), Lian Sahar (interior), serta bantuan dari PN Pertamina Pengusaha Aceh dan KP4BS. Gedung tersebut direnovasi lagi pada tahun 1994/1995, jelasnya.

Demikian dengan Mess Aceh Cipinang, di Jalan Cipinang Kebembem V Nomor B2, Kelurahan Pisangan Timur, Pulo Gadung, Jakarta Timur. Mes ini berada diatas tanah seluas 328 meter persegi (sertifikat 10 Februari 2020).

Mess Aceh Cipinang yang merupakan rumah dinas Kepala BPPA, saat ini difungsikan sebagai rumah singgah bagi masyarakat Aceh yang sakit dan tidak mampu saat berobat di Jakarta.

Dijelaskan Almuniza, sebelum menjadi aset Pemerintahan Aceh, mess ini awalnya milik Departemen Dalam Negeri. Kemudian dibeli oleh Pemerintah Aceh pada Oktober 1984. Pembelian itu dilakukan pada masa Gubernur Aceh dijabat oleh Teuku Mohammad Hadi Thayeb periode 1981-1986.

Pada masa Gubernur Aceh Ibrahim Hassan (periode 1986-1993), di atas tanah yang terdapat bangunan induk seluas 191,36 meter persegi itu, dijadikan rumah dinas Kepala Kantor Perwakilan Pemerintah Aceh (saat ini BPPA) dan Mess Aceh Cipinang, jelasnya.

Apakah ada asset yang lainya? “Ada sebut,” Almuniza, berupa sejumlah asrama mahasiswa. Pada 20 Januari 2016, Pemerintah Aceh menerima penyerahan tanah dan gedung asrama mahasiswa Aceh dari Yayasan Gerbang Anak Sejahtera (GAS) dan Yayasan Rahmania Fortuna.

Kedua yayasan itu merupakan pengelola lima asrama mahasiswa Aceh di Pulau Jawa. Penyerahan yang dilakukan pada masa Gubernur Zaini Abdullah, itu berlangsung di Pendopo Gubernur Aceh.

Dijelaskan, Yayasan GAS mengelola empat asrama. Pertama, Asrama Pocut Baren, Jalan Babakan Lebak RT 01/RT 02, Kelurahan Balumbang Jaya, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Kedua, Asrama Putri Pocut Baren, Jalan Tubagus Ismail Raya, Nomor 36, Bandung Jawa Barat. Ketiga, Asrama Pocut Baren, Jalan Putri Hijau Nomor 1A, RT 001/RW 09, Tlogomas, Malang, Jawa Timur.

Keempat, Asrama Putri Pocut Baren, Jalan Wahid Hasyim Gg pucung, Geropoh RT 02/023 Condong Catur Depok, Sleman, Yogyakarta. Sementara Yayasan Rahmania Fortuna mengelola satu asrama yaitu Asrama Putri Pocut Baren, Jalan Kedondong Margonda Raya, Depok, Jawa Barat.

Menurut Almuniza, sedangkan Asrama Tgk Chik Ditiro yang berada di Jalan Bendungan Jatiluhur Gede, Kelurahan Sumber Sari, Kecamatan Lowok Waru, Kota Malang, Jawa Timur, dibeli Pemerintah Aceh pada 2004 dan saat itu masih atas nama Husni, tokoh masyarakat Aceh di sana. Tapi, sekarang sudah dialihkan melalui notaris menjadi milik Pemerintah Aceh.

Aset pemerintah Aceh terus bertambah, disebutkan penghubung, setelah sekian lama terjadi sengketa kepemilikan, akhirnya Asrama Meuligoe Sultan Iskandar Muda di Yogyakarta, kini resmi menjadi milik Pemerintah Aceh.

Nova Iriansyah yang saat itu menjabat sebagai Plt Gubernur Aceh ikut membantu menyelesaikan sengketa kepemilikan asrama yang lebih dikenal dengan Asrama Ponco, karena lokasinya berada di Jalan Poncowinatan, Yogyakarta, jelasnya.

Pada tahun 2020, Pemerintah Aceh sudah membangun dan merenovasi sejumlah asrama mahasiswa di luar daerah. Seperti, renovasi Asrama Ponco (30 April 2020) serta pembangunan dan rehabilitasi Wisma Tanah Rencong Aceh di Padang, Sumatera Barat (6 Mei 2020).

Ada juga rehabilitasi Wisma Panglima Teuku Nyak Makam Aceh dan Asrama Putri Pocut Baren Aceh, Wisma Sultan Iskandar Muda, dan Wisma Teuku Umar Aceh. Ketiga bangunan tersebut berada di Bandung.

Demikian dengan rehabilitasi berat Asrama Putri Pocut Baren dan pembangunan Sekretariat Ikatan Keluarga Mahasiswa Pascasarjana Aceh (IKAMAPA) di Desa Babakan Lebak, Dramaga, Bogor, juga telah dilakukan medio September 2020.

Menurut Almuniza, total dana untuk rehabilitasi dan rekonstruksi ssrama yang bersumber dari APBA 2020 sebesar Rp 4.304.654.000.

Kepala penghubung Aceh menambahkan, saat ini rehabilitasi dan pembangunan asrama mahasiswa di luar daerah akan terus dilakukan. Hal itu sebagai bentuk perhatian kepada mahasiswa Aceh yang menempuh pendidikan di provinsi lain.

“Aset aset pemerintah Aceh itu harus tetap dirawat dan dipelihara serta dijaga dengan baik, pemerintah Aceh komit untuk itu. Namun dukungan dan bantuan semua pihak juga sangat menentukan akan keselamatan dan penyelamatan aset ini,” kata Almuniza.***


Keyword:


Editor :
Redaksi

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda