kip lhok
Beranda / Berita / Puncak Fenomena El Nino Diperkirakan Terjadi pada Agustus hingga September 2023

Puncak Fenomena El Nino Diperkirakan Terjadi pada Agustus hingga September 2023

Sabtu, 22 Juli 2023 12:00 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan puncak fenomena El Nino akan terjadi pada bulan Agustus hingga September 2023. Fenomena ini disebut akan berdampak pada ketahanan pangan dan ketersediaan air di wilayah Indonesia.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menuturkan, El Nino sesuai hasil prediksi sudah mulai terjadi di Indonesia sejak Juli. Dalam hal ini dampak El Nino pada awal Juli masih kurang signifikan atau kurang terasa karena El Nino masih lemah. Namun, beberapa hari lalu, indeks El Nino semakin menguat dari yang awalnya masih lemah mulai menjadi moderat.

“Ini baru mulai menjadi moderat. Makanya kami terus gencar mengimbau, mengingatkan, dengan El Nino yang semakin moderat atau semakin menguat, tentunya dampaknya akan menguat juga,” ujar dia.

Dia menuturkan, jika kondisinya semakin kering, dampak lanjutnya adalah lahan dan hutan menjadi mudah terbakar.

“Itu yang kemudian harus diantisipasi, dicegah, jangan mudah membuang puntung rokok atau menyulut di lahan atau di hutan,” tutur dia.

Selain itu, Dwikorita mengingatkan, meski akan memasuki musim kemarau, wilayah Indonesia kemungkinan akan juga berpotensi mengalami hidrometeorologi yang dipengaruhi oleh dua samudra dan topografi yang bergunung-gunung di sepanjang khatulistiwa.

"Di mana satu wilayah mungkin mengalami kekeringan, sementara tetangganya mengalami banjir atau bencana hidrometeorologi," kata dia.

Oleh sebab itu, dia menimbau agar masyarakat dapat meningkatkan kesadaran akan fenomena ini dan mempersiapkan diri menghadapi potensi dampaknya. Menurutnya, semua masyarakat memiliki peran penting dalam menjaga lingkungan dan bersama-sama menghadapi tantangan perubahan iklim yang dinamis ini.

"Kami menghimbau masyarakat untuk terus menjaga lingkungan, mengatur tata kelola air dengan bijak, dan beradaptasi dengan pola tanah yang ada. Selain itu, memantau perkembangan informasi cuaca dan iklim yang terus berubah dari waktu ke waktu sangatlah penting dan dapat diakses melalui BMKG," ucapnya.

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Adila Isfandiari mengungkapkan, Indonesia harus bersiap menghadapi ancaman puncak El Nino pada Agustus hingga September 2023 mendatang. Fenomena El Nino ini disebutnya dapat membuat musim kemarau terjadi lebih panjang dan lebih ekstrem. Sehingga, perlu adanya langkah antisipatif untuk mengurangi dampak kekeringan di beberapa wilayah Indonesia.

"Indonesia sendiri, tentunya kita harus bersiap menghadapi ancaman El Nino ini, Karena temperatur kita sudah meningkat, ditambah lagi El Nino. Di mana El Nino ini juga ternyata membuat kemarau di Indonesia datang dengan durasi yang lebih panjang dan lebih ekstrem. Sehingga kita sudah melihat sekarang dampaknya ada krisis air di beberapa wilayah," kata Adila, Jumat (21/7/2023).

Menurutnya, krisis air akibat kemarau panjang nantinya juga bisa berpotensi mempengaruhi sektor pertanian di Indonesia, salah satu dampaknya yakni adanya gagal panen. Selain itu, berbagai dampak lain juga diprediksi akan mempengaruhi penurunan PDB Indonesia karena adanya kerugian sektor ekonomi dan pertanian.

"Jadi ketika gagal panen pasti akan ada kenaikan bahan lain seperti beras. Dan jika dilihat saat ini di India pemerintahnya sudah melarang ekspor beras karena mengalami cuaca ekstrem seperti ini. Dan ini juga akan berdampak ke Indonesia karena kita akan impor beras gara-gara cuaca ekstrem ini," ujarnya.

Adila menambahkan, situasi ini kemudian semakin diperparah dengan adanya fenomena El Nino, terlebih puncaknya diprediksi akan berlangsung pada Agustus hingga September nanti. Maka, bukan tidak mungkin hal ini akan memperparah kondisi sektor pertanian dalam negeri Indonesia.

"Jadi dari situ saja kita bisa lihat ada dampak kenaikan harga, di Indonesia sendiri ketika gagal panen kita bisa melihat kenapa PDB nya berkurang, karena ternyata pertanian itu menyumbang 15 persen PDB di Indonesia dan 30 juta rakyat Indonesia adalah petani. Jadi ini adalah orang-orang yg akan terdampak krisis iklim dan El Nino yang semakin parah, apalagi puncaknya agustus september ini. Kalau kita tarik pasti ada permasalahannya, ada masalah temperatur baru, krisis air, pangan yang dialami masyarakat kita," ucapnya.

Selain itu, Adila memaparkan dampak luas yang ditimbulkan dari adanya krisis iklim dan fenomena El Nino ini yakni perihal kekeringan dan perubahan temperatur laut. Ternyata peningkatan temperatur ini tidak hanya terjadi di daratan saja melainkan juga di lautan.

"Adanya perubahan temperatur laut dapat menyebabkan coral bleaching, perubahan migrasi ikan dan tempat hidup ikan itu sendiri. Dan imbasnya yakni sektor perikanan," terang dia.

Keyword:


Editor :
Zulkarnaini

riset-JSI
Komentar Anda