Beranda / Berita / Proyek vs Program, Apa Bedanya?

Proyek vs Program, Apa Bedanya?

Senin, 03 Februari 2025 21:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Pemerhati sosial ekonomi, Zamzami Muhammad. Foto: dok pribadi


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemerhati sosial ekonomi, Zamzami Muhammad, memberikan penjelasan menarik mengenai perbedaan mendasar antara proyek dan program, yang sering kali disalahartikan oleh sebagian masyarakat. Menurutnya, banyak orang menganggap program hanyalah proyek yang lebih besar, padahal keduanya memiliki karakteristik yang sangat berbeda, baik dalam tujuan, dampak, maupun pelaksanaannya.

“Proyek itu sifatnya jangka pendek, tujuannya lebih terfokus pada efektivitas dan efisiensi, seperti membangun infrastruktur atau gedung dalam waktu terbatas. Sementara program, lebih bersifat jangka panjang, dengan tujuan menciptakan dampak yang luas dan berkelanjutan, seperti program yang bertujuan untuk memperbaiki sistem atau struktur sosial-ekonomi," jelasnya kepada Dialeksis, Senin (3/2/2025).  

Sebagai contoh, ia menyebutkan tentang pembangunan rumah murah untuk rakyat miskin. Dalam konteks proyek, pembangunan rumah murah tersebut biasanya didanai melalui APBN, dengan kontraktor yang mengerjakannya.

"Namun, jika itu disebut program, fokusnya bukan hanya pada pembangunan fisik rumah, tetapi juga pada riset teknologi material bangunan yang murah dan efisien, serta metode konstruksi yang mudah,” tambahnya.

Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa program ini seharusnya bukan sekadar memberi rumah, tetapi juga menciptakan dampak yang lebih luas, seperti perkembangan industri material bangunan dan konstruksi berbasis teknologi, serta pemberdayaan tenaga kerja, terutama di sektor UKM.

"Ketika proyek selesai, program ini akan menciptakan ekosistem yang mandiri, dengan industri yang berkembang dan tenaga kerja yang tetap terserap di pasar, bahkan bisa bersaing di luar negeri," tuturnya. 

Zamzami juga menyinggung soal program makan siang gratis yang kerap disalahpahami sebagai proyek. Ia menegaskan bahwa jika hanya dipandang sebagai proyek, fokusnya akan terbatas pada alokasi anggaran dan pembiayaan. 

“Tetapi jika dilihat sebagai program, yang dibutuhkan adalah perbaikan tata niaga pertanian, peternakan, dan perikanan, agar bahan makanan dapat disediakan dengan efisien dan terjangkau. Ini akan membuka peluang bagi usaha kelas menengah bawah, serta melibatkan masyarakat langsung dalam prosesnya,” ujarnya.

Menurut Zamzami, melalui program seperti ini, bukan hanya sektor pertanian yang berkembang, tetapi juga skema pembiayaan yang mendukung koperasi dan usaha kecil. Dengan demikian, program ini dapat menarik dana dari sektor CSR, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, tanpa bergantung sepenuhnya pada APBN.

Namun, ia juga menekankan bahwa program memerlukan perencanaan yang matang dan kerjasama lintas kementerian serta lembaga terkait. “Program itu memerlukan detail yang menyeluruh, sosialisasi yang intensif, dukungan publik, dan pengawasan yang ketat. Ini semua butuh waktu, tidak bisa diselesaikan dalam semalam,” tambahnya.

Di sisi lain, proyek lebih sederhana dalam pelaksanaannya. “Cukup ajukan proposal ke Menteri Keuangan, jika anggaran tersedia, tender bisa langsung dilakukan. Hari ini bicara, besok bisa dimulai,” ujarnya. Namun, masalahnya, seringkali anggaran proyek terbatas dan tidak bisa mencakup seluruh kebutuhan, sementara program yang holistik justru lebih membutuhkan perhatian.

Zamzami mengingatkan bahwa dalam pemerintahan, Presiden tidak pernah berbicara tentang proyek, tetapi lebih menekankan pada program yang memiliki dampak jangka panjang. “Itulah kenapa, meskipun kita sering ribut soal anggaran proyek, kita lebih jarang mendengar pembahasan mengenai program yang seharusnya jadi fokus utama pembangunan.”

Menurutnya, keberhasilan suatu negara terletak pada seberapa kuat program yang dijalankan, yang tidak hanya berfokus pada pencapaian fisik semata, tetapi juga pada penciptaan ekosistem yang mendukung keberlanjutan sosial dan ekonomi.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI