kip lhok
Beranda / Berita / Polemik Copot Sekda Aceh, Prof Apridar: Gubernur Harus Ambil Keputusan

Polemik Copot Sekda Aceh, Prof Apridar: Gubernur Harus Ambil Keputusan

Kamis, 26 Agustus 2021 21:10 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : akhyar

Guru besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, Prof Apridar. [Foto: Ist]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Guru besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, Prof Apridar menilai persoalan dari desakan sejumlah pihak untuk copot Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh Taqwallah karena dianggap tidak becus urus pemerintahan sebagai polemik tanpa akhir.

Prof Apridar mengatakan, Aceh yang baru saja menyelesaikan masa konflik jika permasalahan copot Sekda ini tidak diwadahi dengan serius bakal pecah konflik politik “perang” saudara rakyat Aceh.

“Semua pihak itu harus mengedepankan kesantunan dan kebaikan. Jika kita menulusuri, pastilah ada kurang dan ada lebih. Jadi kalau kita saling menonjok kayaknya ini akan semakin runyam,” ujar Prof Apridar, Banda Aceh, Kamis (26/8/2021) kepada Dialeksis.com.

Prof Apridar menegaskan, tidak hanya pada pihak yang mendesak saja, pihak Sekda juga harus melakukan kesantunan dalam menjaga kebaikan bersama ini.

Karena, lanjut Prof Apridar, jika warga Aceh menyikapi permasalahan bersama dengan mengedepankan keegoisan, pasti akan menimbulkan efek yang lebih banyak mudharatnya ketimbang dengan kebaikan Aceh.

Lebih jelasnya, Prof Apridar menjelaskan, tindakan ganti-menggantikan apabila dilakukan atau tidak akan berefek pada reaksi dari masing-masing kubu. Misalnya, Sekda Aceh dicopot dan diganti baru, maka pihak Sekretariat Aceh yang sekarang ini akan menimbulkan semacam imbas dari causalitas (sebab-akibat) ganti Sekda Taqwallah pada jalannya Pemerintahan Aceh ke depan. Kemungkinannya bisa saja lebih baik atau bisa saja lebih buruk.

Kemudian, Jika desakan ganti Sekda Aceh tidak direspons serius oleh gubernur, lanjut Prof Apridar, maka pihak yang mendesak akan merasa sakit hati sehingga keharmonisan yang terjalin antara dua pihak bisa memudar dan menyulut api kebencian.

Oleh karenanya, untuk menyeimbangkan kedua permasalahan ini, Prof Apridar mengingatkan Gubernur Aceh Nova Iriansyah untuk benar-benar bijak dan amat tepat dalam memutuskan perkara ganti Sekda.

Jika pun perlu dilakukan, ungkap Prof Apridar, Gubernur Aceh harus menugaskan tim khusus untuk mengkaji permasalahan ganti Sekda Aceh atau mempertahankan.

“Sikap akhir ada pada tangan gubernur. Gubernur harus mengambil keputusan secara objektif, tanpa mengangkangi atau menuruti pihak-pihak tertentu,” tukas Prof Apridar.

Sementara itu, pengamat politik dan pemerintahan sekaligus Peneliti Jaringan Survei Inisiatif (JSI), Fernanda mengatakan, harapan publik di Aceh ialah gubernur perlu mengganti Sekda Taqwallah.

Perlunya ganti Sekda, jelas Fernanda, untuk membangun kembali komunikasi positif dengan DPRA, dan kelancaran pembahasan R-APBA 2022 mendatang.

Kemudian juga, lanjut Fernanda, untuk mengembalikan trust (kepercayaan) masyarakat terhadap kinerja birokrasi Aceh.


“Terakhir, untuk membangkitkan kembali semangat kerja SKPA yang selama ini di bawah tekanan,” tutup Fernanda. [akh]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda