kip lhok
Beranda / Berita / Pengusaha Minta Pemerintah Aceh Berlakukan 2 Model Perbankan di Aceh

Pengusaha Minta Pemerintah Aceh Berlakukan 2 Model Perbankan di Aceh

Senin, 28 Desember 2020 23:00 WIB

Font: Ukuran: - +


ilustrasi pengusaha [Dok. Kompas.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sehubungan dengan maraknya pemberitaan yang menyita perhatian di semua kalangan masyarakat Aceh, terkait pemberlakuan Qanun Lembaga Keuangan Syariat (LKS) nomor 11 tahun 2018 tentang suatu keharusan semua bank yang beroperasi di wilayah Aceh diwajibkan bertransaksi model Syariah.  

“Saat ini kami bukan alergi kepada yang menyangkut transaksi Syariah, tetapi kita mendukung model Syariah,” ujar Ir. Mawardi ketika diminta tanggapan oleh awak media.

Direktur Utama PT. Perapen Prima Mandiri, Ir. Mawardi mengatakan, ekonomi Aceh dibutuhkan pemulihan, Aceh sudah lama terpuruk ekonominya masa konflik sangat pedih untuk dikenang.

“ Itu memang kisah masa lalu, tapi saat ini Aceh perlu bangkit ekonominya, untuk membangkitkan ini perlu dukungan serius bagi dunia usaha termasuk sektor dunia kontruksi,” terang Mawardi yang juga merupakan Bendahara Gapensi Aceh ini.

Ia menjelaskan, Dunia usaha butuh inklusi keuangan yang luas malah ini kok di persempit, idealnya dunia usaha masih butuh Bank Konvensional tetap hadir untuk menspport Pembangunan Ekonomi Aceh yang masih rapuh.

Menurutnya, berkembangnya dunia usaha adalah salah satu solusi yang tepat untuk kebangkitan dari keterpurukan ekonomi Aceh, karena dunia usaha akan menciptakan lapangan kerja bagi generasi penerus di masyarakat Aceh secara umum.

 “Kita butuh kesetaraan dengan dengan pihak luar termasuk layanan perbankan untuk mengejar ketinggalan dengan Provinsi lain, maka dengan ini sangat membutuhkan layanan dua model Perbankan yaitu Konvensional dan model Syariah,” ucapnya.

Pengurus inti Gapensi (Gabungan Pengusaha Kontruksi Indonesia) Provinsi Aceh ini dengan tegas mengharapkan kepada Pemerintah Aceh untuk menunda penerapan Qanun nomor 11 tahun 2018 tersebut.

“ Karena disamping sangat mengganggu putaran ekonomi masyarakat juga akan sangat menghambat pelaksanaan pembangunan di Aceh, termasuk juga sektor sektor lain,” terangnya.

Lebih lanjut ia mencontohkan yang sudah sukses dalam mengerjakan proyek baik tingkat Daerah maupun Nasional dan juga sering Join Operasional dengan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) menguraikan bahwa semenjak Bank Konvensional tidak beroperasi lagi, maka akses permodalan dari Inklusif dan Leterasi Finansial menjadi sangat sulit bagi kontraktor-kontraktor di Aceh.

“ Dengan pemberlakuan model Syariah menjadi sulit untuk pengurusan Jaminan Pelaksanaan, Jaminan Uang Muka dan Pemeliharaan dengan biaya mahal di model Syariah dibandingkan dengan model konvensional,” ungkapnya.

Pihaknya berharap kepada Pemerintah Aceh yang mempunyai wewenang dalam kebijakan Qanun LKS nomor 11 tahun 2018 ini untuk bisa meninjau ulang agar dapat dengan segera oleh pihak perbankan ada regulasi hukum yang bisa menerapkan 2 (dua) model Konvensional dan model Syariah.

Pria kelahiran Aceh Besar ini juga menyinggung tentang riba, kalau berbicara riba, modal Bank Syariah 99 % milik Bank konvensional dan Bank Syariah adalah penggabungan, karena kecil dan tetap anak perusahaan Bank konvensional semoga tidak terjadi diskriminasi.

“ Contohnya 99 % persen modal Bank Syariah berasal dari model Bank Konvensional,” tambahnya.

Pihaknya juga mengalami hambatan besar saat bekerja sama dengan BUMN karena mewajibkan harus ada rekening di Bank Konvensional serta dengan pemaksaan harus beralih ke rekening model Syariah.

Maka, banyak pengusaha tidak hanya yang bergabung dengan Gapensi tetapi semua pengusaha terutama yang bergerak di bidang kontruksi akan koleps serta juga akan mem-PHK karyawannya itu kemungkinan kontraktor yang berada di bumi Serambi Mekah ini.

 “ Dengan keadaan seperti ini, dirinya sangat berharap ke Pemerintah Aceh untuk bisa memberlakukan 2 model perbankan di Aceh,” tutupnya (majalahceo.com).


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda