Lion Air Disebut Nunggak Utang Lessor Rp 7 T
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta -PT Lion Mentari Airlines, pengelola maskapai penerbangan Grup Lion yakni Lion Air, Batik Air dan Wings Air, ini diketahui tengah berjuang melakukan pembayaran kepada lessor (perusahaan penyewa pesawat) atas sejumlah armada pesawatnya.
Menurut sumber Bloomberg yang mengetahui masalah ini, kesulitan pembayaran ke lessor ini karena dampak pandemi yang semakin mendekati bahaya dari sisi finansial.
Sumber tersebut menyatakan, maskapai penerbangan bertarif murah (low cost carrier/LCC) terbesar di Indonesia ini telah mengandangkan sekitar 25 pesawat karena belum membayar lessor setidaknya mencapai US$ 500 juta atau setara dengan Rp 7 triliun (kurs Rp 14.000/US$).
Salah satu sumber yang meminta untuk tidak disebutkan namanya itu mengatakan bahwa Lion Air sedang mempertimbangkan untuk mengembalikan enam jet Boeing 737-900ER, varian pesawat penerbangan jarak jauh, kepada lessor pada Juli.
Beberapa jet 737-900ER lain yang dimiliki sendiri oleh maskapai yang dibangun oleh pengusaha Rusdi Kirana ini juga mungkin ditawarkan sebagai pengganti pembayaran tunggakan, menurut sumber tersebut.
Sumber Bloomberg juga menyatakan beberapa lessor Lion Air sedang mempertimbangkan untuk mengambil kembali jet mereka dari maskapai dan memasarkannya kembali ke maskapai lain.
Menurut publikasi online The Air Current sebelumnya, disebutkan bahwa Delta Air Lines Inc. tertarik pada sekitar 30 pesawat jenis Boeing 737 bekas milik Lion Air. Namun maskapai penerbangan AS ini menolak berkomentar "tentang rumor atau spekulasi industri," kata manajemen Delta Air Lines kepada Bloomberg.
CNBC Indonesia.com berusaha menghubungi manajemen Lion Air melalui Corporate Communication Strategic Lion Air Group Danang Mandala Prihantoro. Namun, hingga saat ini belum ada tanggapan sampai berita ini diturunkan.
Sebelumnya, melansir Debtwire, proses restrukturisasi utang Lion Air dikabarkan tidak jelas. Hal ini tergambar dari kelanjutan pembicaraan antara manajemen maskapai swasta itu dengan pihak pemberi utang (kreditor) dan pihak pemberi sewa pesawat (lessor).
Debtwire menyatakan Lion Air sudah menyelesaikan pembicaraan dengan kreditor. Kendati begitu, perusahaan mengklaim kesepakatannya tidak bisa diungkap. Alasannya, kesepakatan itu merupakan perjanjian rahasia.
"Tidak ada lessor yang tahu kesepakatan apa untuk yang lain, jadi meski pun Lion mengatakan telah mencapai kesepakatan dengan pihak ini atau itu, tidak ada bukti kuat tentang itu," ungkap sumber Debtwire, Selasa (25/5/2021).
Pada 28 September 2020, Lion Air juga digugat di Pengadilan London, Inggris, hingga 10 juta pound (sekitar Rp 189 miliar). Goshawk Aviation Ltd menuntut maskapai milik Rusdi Kirana itu karena berutang pembayaran sewa tujuh jet Boeing.
Dikutip dari media Law360, yang khusus membahas masalah hukum perusahaan berbasis di AS, ada perjanjian yang dilakukan kedua perusahaan di tahun 2015 hingga 2020. Lion setuju memberi uang muka (deposit) sebesar 5,5 juta pound untuk perjanjian sewa.
Goshawks dan delapan perusahaan afiliasinya mengatakan jumlah tunggakan Lion Air mulai dari 1,6 juta hingga 2,5 juta pound.
Para penggugat mengharapkan bisa memenangkan gugatan dan menerima 10 juta pound sebagai kompensasi. Media itu juga menulis formulir gugatan dimasukkan 24 Juli. Penggugat diwakili Holman Fenwick Willan.CNBC Indonesia masih mengonfirmasi hal ini ke Lion Air.
Seperti banyak maskapai penerbangan, bisnis Lion Air memang terdampak akibat pandemi virus corona. Hal itu pula dirasakan maskapai penerbangan nasional PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) dan PT AirAsia Indonesia Tbk (CMPP).
Adapun menurut Bloomberg, kebangkitan dalam bisnis perjalanan udara telah membantu operator maskapai di AS dan sebagian Eropa mulai pulih, sementara di Asia Tenggara adanya banyak perbatasan internasional yang ditutup karena wabah Covid-19 membuat bisnis sektor ini masih terdampak.
Data dari pelacak data penerbangan OAG menunjukkan, kapasitas penumpang di Indonesia masih sekitar 41% di bawah level 2019.
Saat ini, Grup Lion memiliki beberapa maskapai dalam struktur grupnya yang secara total mengoperasikan armada lebih dari 250 jet. Beberapa merek lainnya termasuk Malindo Air Malaysia, maskapai penerbangan jarak pendek Wings Air, Thai Lion Air dan Batik Air.
Sekitar 80% armada grup Lion dikelola lewat sekitar 42 lessor yang beroperasi.
Menurut data dari Cirium, terlepas dari kesulitan Lion Air, tiga dari lessor yang ada yakni CDB Aviation, ICBC Leasing dan Orix Aviation Systems Ltd, telah memasok Airbus SEA320 ke maskapai penerbangan hemat baru milik grup Lion yakni Super Air Jet.[CNBC Indonesia]