KPI Aceh Jalin Kerjasama dengan Prodi BK UIN Ar-Raniry, Fokus pada Literasi Media
Font: Ukuran: - +
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Aceh kembali mengadakan literasi media yang diawali dengan penandatanganan kerjasama antara KPI dan Prodi Bimbingan Konseling UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, Kamis (26/9/2024). Foto: for Dialeksis
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Aceh kembali mengadakan literasi media yang diawali dengan penandatanganan kerjasama antara KPI dan Prodi Bimbingan Konseling UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, Kamis (26/9/2024).
Penandatanganan kerjasama ini langsung oleh dilakukan oleh Ketua Prodi Bimbingan Konseling, Muslimah, dan Ketua KPI Aceh Acik Nova, yang berlangsung di Teater Mini UIN Ar-Raniry.
Dalam pidatonya, Ketua Prodi Bimbingan Konseling UIN Ar Raniry Banda Aceh, Muslimah, menyampaikan terima kasih kepada KPI yang telah berbagi ilmu lewat literasi media. Tanpa disadari, era digital telah membawa dampak signifikan terhadap psikologi manusia, baik dalam aspek interaksi sosial maupun kesehatan mental.
"Dengan kemudahan akses informasi dan komunikasi melalui media sosial, individu dapat terhubung dengan lebih banyak orang, namun juga menghadapi tantangan seperti kecemasan sosial, perbandingan diri, dan ketergantungan pada teknologi," lanjut Muslimah.
Karena itu, menurutnya sangat penting insan kampus mengetahui bagaimana meminimalisir risiko dan menggunakan media sosial dengan baik dan benar.
Ketua KPI Aceh, Acik Nova, dalam sambutannya mengatakan, literasi bukan hanya soal tentang baca tulis tetapi lebih dari itu. Literasi media mempunyai makna yang mendalam yakni bagaimana seseorang bisa menggunakan media dengan baik termasuk memilih dan memilah konten yang baik untuk di share ke publik.
Pada Agustus 2023, kata Acik, Indonesia sudah resmi melakukan perubahan dalam dunia industri penyiaran dari siaran analoq migrasi ke siaran digital. Kemajuan teknologi yang semakin pesat banyak lahir lembaga penyiaran termasuk bermunculan media baru yang membuat berlimpahnya sumber informasi. Seiring dengan itu, tentu masyarakat juga harus membekali diri dengan kapasitas literasi yang baik, seperti kapasitas akses, analisa, evaluasi dan produksi.
“Literasi juga akan membentuk sikap kritis dan selektif kita terhadap tayangan atau konten di media sosial. Tv dan radio bahkan media baru ketika membuat suatu program siaran pasti akan membuat hal - hal menarik supaya dilihat. Karena dalam industri penyiaran rating dan share ini yang menjadi patokan. Bahkan sering kita lihat saat ini lembaga penyiaran kita sering mengundang dan menjadi kan sebagai narasumber ketika hal tersebut viral di media sosial,” lanjut Acik dalam sambutannya.
Kendati demikian, dia berharap masyarakat dapat menyaring informasi dengan baik. Selain itu juga dia juga berharap peserta literasi media yang hadir bisa menjadi agen literasi untuk meneruskan informasi ini bagaimana bersikap dengan bijak dalam menggunakan media dan terus mengawal penyiaran ini terutama di Aceh menjadi lebih baik lagi.
Sementara itu, Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran, Putri Nofriza, selaku pemateri dalam kegiatan tersebut mengawali diskusi dengan menyampaikan bahwa transformasi penyiaran di era digital sangat penting karena memungkinkan akses informasi yang lebih luas dan cepat. Dengan adanya platform digital, konten dapat disajikan dengan cara yang lebih interaktif dan sesuai dengan kebutuhan audiens.
Sehingga hal tersebut, kata Putri, dapat membuka peluang bagi konten kreator mengekspresikan diri secara lebih bebas, serta meningkatkan kompetisi yang dapat mendorong inovasi. Dalam konteks ini, penyiaran tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai pendorong budaya dan pendidikan.
Putri juga menyampaikan bahwa pentingnya literasi digital tidak bisa diabaikan, karena kemampuan ini menjadi kunci untuk navigasi yang sukses di dunia yang dipenuhi informasi.
Pertama, literasi digital memberdayakan individu untuk membedakan antara informasi yang berkualitas dan yang tidak.
"Di tengah arus informasi yang sangat cepat, kemampuan untuk menganalisis dan memilih sumber yang terpercaya sangat krusial. Tanpa keterampilan ini, kita rentan terhadap misinformasi dan hoaks yang dapat membahayakan pemahaman kita terhadap isu-isu penting," jelasnya.
Kedua, literasi digital mendukung pembelajaran berkelanjutan. Dengan banyaknya platform pembelajaran online, individu dapat memperluas pengetahuan dan keterampilan mereka kapan saja dan di mana saja. Hal ini sangat penting dalam dunia kerja yang terus berubah, di mana adaptasi dan pembaruan keterampilan menjadi sangat diperlukan.
“Namun, tantangan juga muncul. Ketergantungan pada teknologi dapat menyebabkan dampak negatif, seperti kecemasan dan isolasi sosial. Oleh karena itu, penting bagi pendidikan untuk tidak hanya fokus pada penguasaan teknologi, tetapi juga membangun kesadaran akan dampaknya terhadap kesehatan mental dan hubungan sosial," tegas Putri.
Diskusi Literasi Media ini dipandu langsung oleh Wakil Ketua KPI Aceh T.Zulkhairi. Dia mengawali dengan memberikan pemahaman apa itu transformasi dan kenapa harus bertransformasi dan apa yang harus tetap dijaga di era transformasi ini.
Dengan harapan peserta yang hadir ini bisa menjadi agen literasi untuk meneruskan informasi ini bagaimana kita bersikap dengan bijak dalam menggunakan media dan kita terus mengawal penyiaran ini terutama di Aceh menjadi lebih baik lagi.[]