Beranda / Berita / Kontroversi Pembukaan Lahan di Kawasan Ekosistem Leuser

Kontroversi Pembukaan Lahan di Kawasan Ekosistem Leuser

Senin, 01 Juli 2024 21:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Kondisi pembukaan lahan seluas 14 hektare di kawasan hutan lindung Ekosistem Leuser, Kota Subulussalam. Foto: Citra Satelit/Walhi Aceh


DIALEKSIS.COM | Aceh - Pembukaan lahan seluas 14 hektare di kawasan hutan lindung Ekosistem Leuser, Kota Subulussalam, Aceh, memicu kontroversi. Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) menuding PT Sawit Panen Terus (SPT) sebagai pelakunya, namun Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Aceh membantah.

Irwandi, Kepala Satuan Pengelolaan Hutan VI DLHK Aceh, menyatakan bahwa pengerusakan dilakukan oleh oknum pembalak liar yang mengklaim sebagai pemilik pribadi kawasan tersebut. "Bukan PT SPT yang merusak hutan itu. Kami menemukan surat hak milik di lokasi," ujarnya.

Menurut pantauan citra satelit HAkA, kerusakan hutan di lokasi PT SPT dimulai Juli 2022. Total area yang terdampak mencapai 1.655 hektare, dengan 14 hektare masuk ke dalam kawasan hutan lindung. Fahmi Muhammad, Manajer Legal dan Advokasi HAkA, mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak tegas.

Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh mengkritik pernyataan Sekretaris Daerah Kota Subulussalam, Sairun, yang dinilai terlalu membela perusahaan. WALHI Aceh menemukan bahwa PT SPT belum memiliki izin lengkap untuk beroperasi.

Berdasarkan dokumen yang diperoleh WALHI Aceh, PT SPT baru mendapatkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang pada 30 Mei 2024, sementara aktivitas land clearing telah berlangsung sejak Maret 2023. Ahmad Shalihin, Direktur Eksekutif WALHI Aceh, menegaskan, "Ini bukan izin, hanya sebatas melihat kesesuaian ruang. Perusahaan masih harus mengurus perizinan lainnya."

WALHI Aceh menduga aktivitas ilegal ini menjadi penyebab pencemaran air di beberapa sungai di Kecamatan Sultan Daulat. Organisasi tersebut meminta pemerintah Kota Subulussalam tidak melindungi perusahaan yang melanggar regulasi dan mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini.

Kasus ini menunjukkan kompleksitas pengelolaan hutan di Indonesia, di mana kepentingan ekonomi sering berbenturan dengan upaya pelestarian lingkungan. Diperlukan pengawasan ketat dan penegakan hukum yang tegas untuk menjaga keseimbangan antara pembangunan dan konservasi alam.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda