Beranda / Berita / KKP Kembali Amankan Dua Perahu Gunakan Bahan Peledak di Sulut

KKP Kembali Amankan Dua Perahu Gunakan Bahan Peledak di Sulut

Kamis, 06 Juni 2024 21:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengamankan dua perahu pelaku penangkapan ikan menggunakan bahan peledak (destructive fishing) di Sulawesi Utara (Sulut). [Foto: Humas KKP]


DIALEKSIS.cOM | Sulawesi Utara - Bertepatan dengan Hari Internasional Perlawanan Terhadap IUU Fishing (International Day for the Fight Against IUU Fishing), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali mengamankan dua perahu pelaku penangkapan ikan menggunakan bahan peledak (destructive fishing) di Sulawesi Utara (Sulut).

Plt. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono (Ipunk), dalam pernyataannya, Rabu (5/6/2024) menjelaskan penangkapan ini merupakan wujud komitmen tegas KKP dalam melindungi sumber daya kelautan dan perikanan.

“Selain momentum hari internasional perlawanan terhadap IUU Fishing. Itu merupakan komitmen kami untuk menjunjung tinggi ekologi sebagai panglima sesuai arah kebijakan Bapak Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono. Lantaran dampak langsung dari penggunaan bahan peledak dapat merusak dan menghancurkan ekosistem perairan khususnya terumbu karang,” kata Ipunk.

Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan PSDKP, Halid K. Jusuf, saat Konferensi Pers Hasil Gelar Operasi Penanggulangan Destructive Fishing di Pangkalan PSDKP Bitung, Sulut, Rabu (5/6/2024) menjelaskan Kedua perahu tersebut diamankan Ditjen PSDKP melalui Pangkalan PSDKP Bitung Perahu, kedua perahu tanpa nama tersebut diamankan di Perairan Togong Potil, Kabupaten Banggai Laut pada 29 Mei 2024 dan Perairan Desa Padi-Pado, Kabupaten Morowali pada tanggal 2 Juni 2024.

Selain dua perahu, PSDKP Bitung juga mengamankan empat orang terduga pelaku yang diamankan antara lain HS, Y, D dan E. Serta barang bukti berupa unit kapal tanpa nama, 1 unit Mesin kapal 24 PK, 1unit Kompresor, 1 gulung Selang kompresor 30 meter, 2 unit bunre/serok ikan, 2 Botol Bahan Peledak, 1 gulung Kabel warna hitam merah, 1 pasang Fins(sepatu katak), 1 unit Masker selam dan 2 botol bahan peledak yang diakui oleh pelaku.

Barang bukti berikutnya berupa 1 unit perahu, 1 unit mesin katinting, 1 unit mesin kompresor, 1 gulung selang kompresor, 2 buah bunre (serok ikan), 2 buah DOPIS, 5 gulung benang jahit, 1 korek gas, 2 buah korek kayu, 2 pasang fins (sepatu katak), 1 buah masker selam, Ikan dasar campuran dengan berat sekitar 40 kg dan 3 botol bahan peledak (1 telah digunakan dan 2 dibuang ke laut) yang diaku oleh pelaku.

Halid juga menegaskan tidak ada celah bagi pelaku penangkapan ikan menggunakan bahan peledak. Lantaran dapat mengakibatkan kematian ikan non target beserta juvenil (ikan dengan ukuran lebih kecil dari ukuran pertama kali matang gonad) dan biota lainnya, termasuk terumbu karang sebagai rumah ikan.

“Dampak langsung dari penggunaan bahan peledak yaitu dapat merusak dan menghancurkan ekosistem perairan akibat daya ledak yang bersifat destruktif,” kata Halid.

Halid juga menjelaskan, KKP terus berupaya untuk melakukan sosialisasi agar masyarakat tidak melakukan penangkapan ikan menggunakan bahan peledak. Karena tidak sedikit ditemukan kasus destructive fishing yang turut membahayakan keselamatan jiwa pelempar bahan peledak.

“Hal itulah yang menjadi dasar, karena DF (destructive fishing) ini dampaknya cukup besar bagi ekosistem sumber daya kelautan dan perikanan, maka hukum yang dijatuhkan harus setimpal bagi pelakunya. Atas dasar itu sanksi yang diterapkan adalah pidana bukan administrasi,” ujarnya.

Direktur Penanganan Pelanggaran, Direktorat Jenderal PSDKP, Teuku Elvitrasyah, SH, MM, mengatakan bahwa para pelaku yg diduga melakukan penangkapan ikan dengan bahan peledak tersebut melanggar Pasal 84 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 45 Tahun 2009 jo Pasal 55 ayat (1) ke I KUHP.

“Kami tidak hanya melakukan penegakan hukum terhadap pelaku lapangan, tapi juga akan mengembangkan penyidikan untuk mencari pemodal dan penampung hasil destructive fishing tersebut yang biasanya operasional kegiatan dilakukan secara terpisah.

Untuk memutus mata rantai destructive fishing itu diperlukan peran serta dan kesadaran masyarakat untuk tidak membeli ikan yg diketahui perolehannya dari hasil destructive fishing.

Saat ini terduga pelaku dan sejumlah barang bukti yang ditemukan petugas telah diserahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Pangkalan PSDKP Bitung untuk proses pemeriksaan lebih lanjut. [*]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda