Kadin Soroti Sederet Masalah Logistik
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kelancaran arus barang ekspor dan impor serta pembiayaannya dalam situasi pandemi yang dialami dunia saat ini menjadi kunci meningkatkan kinerja ekspor nasional. Hal ini pun menjadi sorotan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Kementerian Perdagangan.
"Kami sempat mendapat laporan terkait adanya masalah di sektor logistik, mengenai kelangkaan peti kemas (shortage container) tapi masalah ini sudah mulai ada titik terang. Ada juga mengenai tidak tersedianya space di kapal karena full book, sempat ada penumpukan barang ekspor di lokasi pabrik yang bisa mengakibatkan stop produksi, hingga masih lemahnya ekosistem data di antara pelaku moda transportasi, pemilik barang, forwarder, dan instansi terkait," ungkap Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid (20/8/2021).
Dia mengharapkan operasional di pelabuhan bisa berjalan sebagaimana mestinya , karena kasus yang sama terjadi juga di negara-negara di dunia yang memberlakukan lockdown. Sehingga waktu sandar kapal dan bongkar muat menjadi lama, karena kurangnya pekerja di pelabuhan. Kondisi seperti itu pada akhirnya menyebabkan kemacetan (congesti), sehingga mengganggu rute perdagangan dan banyak terjadi delay.
Arsjad mengatakan Indonesia termasuk negara yang paling siap menghadapi persoalan tersebut, karena tidak mengalami lockdown. Situasi kelangkaan kontainer yang dialami juga negara-negara di dunia diperkirakan akan mulai berkurang hingga akhir 2022.
"Kami harapkan arus barang ekspor-impor kita lancar, terutama ke negara-negara tujuan ekspor prioritas. Selain ekspor unggulan seperti garmen, tekstil, furnitur, sepatu, elektronik kita juga ingin memastikan UKM yang berorientasi ekspor tidak menemui kendala," kata dia.
Selain masalah arus barang, Kadin juga menyoroti mengenai kemudahan akses pembiayaan ekspor dari perbankan dan lembaga penjamin ekspor, hingga kemungkinan adanya skema kurs khusus perdagangan untuk memudahkan para eksportir nasional.
"Memang perlu ada skema yang tepat untuk pembiayaan ekspor ini, apalagi untuk yang mengalami kenaikan order dengan kapasitas yang signifikan. Tentunya ini memerlukan pembiayaan yang ekstra juga. Sehingga harus dikaji betul perimeter apa yang bisa dipakai oleh perbankan dan lembaga penjamin ekspor, karena pada dasarnya eksportir pun biasanya memiliki database dan melakukan pengecekan terhadap track record buyer (riwayat pembeli)," terangnya.
Arsjad mengatakan, desain pembiayaan kepada pelaku usaha ekspor ini menjadi penting agar industrinya juga berjalan. Pengusaha sudah memahami akan pentingnya asuransi ekspor dan manajemen risikonya, tinggal bagaimana lembaga pembiayaan menilai dan mendukung potensi pembiayaannya.
"Industri berorientasi ekspor kita menyerap jutaan tenaga kerja, lalu potensi pasar kita pun sudah demikian jelas. Sekarang tinggal bagaimana kita memanfaatkan peluang yang ada, agar juga bisa menyerap lebih banyak tenaga kerja," pungkas Arsjad.[CNBC Indonesia]